Badai Katrina sampai Daniel: Alasan Badai Menggunakan Nama Orang

Badai Katrina sampai Daniel: Alasan Badai Menggunakan Nama Orang

Badai Katrina sampai Daniel: Alasan Badai Menggunakan Nama Orang (Unsplash.com)

Kok bisa ya ada badai namanya Katrina? Udah kayak nama orang aja.

Rutinitas harian yang saya jalani tiap pagi adalah nonton berita sambil sarapan. Berita lokal, nasional, sampai mancanegara selalu jadi tontonan saya sambil santap sarapan.

Kebetulan beberapa waktu lalu, saya nonton berita soal bencana meteorologi di Libya. Negara yang terletak di Afrika bagian utara itu baru saja terdampak musibah banjir bandang. Banjir yang menerjang Libya disebabkan karena hantaman Badai Daniel.

Dampak paling parah dari terjangan Badai Daniel ada di kota Derna. Dua bendungan di kota itu sampai jebol. Gelombang banjir bandang hingga setinggi tujuh meter langsung menghantam seluruh kota. Korban jiwa berjatuhan.

Hingga 14 September, jumlah korban jiwa di Derna mencapai 5,1 ribu orang. Sementara itu tujuh ribu warga terluka dan 30 ribu orang terpaksa mengungsi ke tempat lain. Kabar ini tentu mengejutkan sekaligus membuat saya ikut berduka cita atas korban-korban banjir bandang.

Tanpa mengurangi rasa duka itu, jujur saja saya sempat bertanya-tanya sewaktu nonton berita. Ini terkait sama nama badai yang menghantam Libya. Kenapa namanya Daniel, ya?

Badai yang bertiup di seluruh dunia dulunya diberi nama tempat

Sebelum Badai Daniel, ada banyak badai yang bertiup di seluruh dunia. Dan badai-badai ini juga punya nama layaknya manusia. Sebut saja Badai Katrina yang melibas tenggara Amerika Serikat pada 2005 dan Badai Irma yang meluluhlantakkan berbagai negara di sekitar Samudera Atlantik pada 2017. Nama-nama yang mirip seperti nama orang ini mungkin bikin kita tergelitik. Kok namanya sama kayak nama teman, saudara, bahkan bapak sendiri?

Sebelum mulai mendapatkan nama layaknya manusia, awalnya badai diberi nama sesuai tempat ia bertiup atau terdampak. Misalnya Siklon Tropis Galveston yang menerjang Galveston, Texas pada 1900.

Ada daftar namanya

Terus, gimana asal mula siklon tropis, badai, hurikan, dan sebangsanya bisa punya nama seperti manusia?

Kebiasaan menamai badai dengan nama orang dimulai sejak akhir 1890-an ketika seorang meteorolog asal Australia, Clement Wragge, suka menamai badai dengan nama perempuan, tokoh mitologi, atau politikus yang dibencinya. Nah, kebiasaan Wragge ini “nular” ke meteorolog angkatan darat dan laut Amerika Serikat di era Perang Dunia Kedua. Mereka ikut-ikutan menamai badai dengan nama pacar atau istri.

“Kebucinan” mereka ini nyatanya membuat peringatan akan kedatangan badai jadi lebih simpel dan mudah dipahami oleh masyarakat sipil. Apalagi nama-nama orang zaman dulu mudah dihafal dan pendek.

Hobi memberi nama orang ini lantas menjadi kegiatan resmi mulai 1953. Pada waktu itu National Weather Service mengumpulkan daftar nama perempuan urut secara alfabetikal untuk menamai badai di Atlantik. Iya, awalnya hanya nama perempuan yang dipakai, hingga pada 1970-an orang-orang mulai merasa bahwa cara itu seksis banget. Maka mulai dipakailah juga nama-nama cowok.

Syarat nama badai

Tanggung jawab membuat daftar dan memberi nama untuk hurikan, taifun, badai, dan siklon tropis akhirnya dipindahkan ke organisasi meterologi bernama World Meteorological Organization (WMO). Mereka akan membuat daftar nama yang kelak akan disematkan kepada badai yang bertiup di lautan.

Dalam membuat daftar nama ini ada syaratnya, Gaes.

#1 Singkat dan mudah diingat

Nama yang dimasukkan ke dalam draf oleh WMO harus singkat sekaligus mudah diingat. Nama-nama yang dicatat biasanya adalah first name, bukan nama keluarga atau marga. Tujuannya agar media dan organisasi cuaca di seluruh dunia bisa membuat berita atau peringatan tentang badai secara rinci dan cepat.

Nama yang familier juga membantu masyarakat untuk cepat paham. Cepat paham artinya mereka bisa cepat-cepat mempersiapkan diri juga.

#2 Nggak berawalan Q, U, X, Y, and Z

Nama-nama yang berawalan Q, U, X, Y, and Z dianggap kurang umum. Kembali ke syarat pertama tadi, nama badai harus singkat dan mudah diingat. Apalagi saat membuat draf nama, WMO harus membuat masing-masing enam nama untuk setiap alfabet. Contoh nih, calon nama badai dengan awalan A: Abby, Adrian, Agatha, Agnes, Alberto, dan Alex. Akan susah kalau WMO harus ngubek-ngubek nama untuk kelima huruf yang nggak umum tadi.

#3 Relevan dengan area geografis dan kultural

Kedua syarat tadi biasanya berlaku untuk penamaan badai di kawasan Samudera Atlantik dan Pasifik Timur. Beda nih dengan wilayah di Pasifik Barat atau Laut China Selatan yang negara-negaranya punya bahasa masing-masing. Sistem penamaan di kawasan ini akan disesuaikan dengan bahasa masing-masing negara. Contohnya Nakri (Kamboja), Fengshen (Tiongkok), Kalmaegi (Korea Utara), dan Fung-wong (Hong Kong).

#4 Daftar nama badai akan dipakai ulang 6 tahun kemudian

WMO nggak perlu bikin daftar nama tiap tahun karena nama yang sudah dipakai akan digunakan lagi enam tahun kemudian. Misalnya nih, daftar nama pada 2019 akan dipakai ulang di tahun 2025. WMO kerjanya agak santai, deh.

Tapi WMO menetapkan pengecualian untuk badai yang sangat kuat, terlampau merusak, bahkan mematikan. Kalau ada yang masuk kategori destruktif, namanya nggak akan dipakai lagi di enam tahun ke depan. Contohnya Badai Katrina (2005), Sandy (2012), Haiyan (2013), Meranti (2016), Harvey (2017), Irma (2017), and Michael (2018).

Begitulah awal mula badai yang punya nama seperti manusia. Kalau begini sih dukun bayi bisa kali daftar kerja di World Meteorological Organization. Sekalian buka jasa revisi nama kalau badainya merasa “kabotan jeneng”.

Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Bencana Alam Melanda, Betapa Menyebalkannya Ada 3 Jenis Orang Ini.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version