Admin Medsos KAI Sigap dan Komunikatif, Humas Pemerintah Harusnya Belajar dari Mereka

Admin Medsos KAI Sigap dan Komunikatif, Humas Pemerintah Harusnya Belajar dari Mereka

Admin Medsos KAI Sigap dan Komunikatif, Humas Pemerintah Harusnya Belajar dari Mereka (unsplash.com)

Saya pernah DM ke akun Twitter (sekarang X) KAI tentang cara pembatalan tiket kereta api. Dalam waktu kurang dari 10 menit, admin medsos KAI di X langsung membalas. Nggak cuma membalas singkat ala kadarnya, tapi juga memberikan penjelasan yang lengkap dan mudah dimengerti. Admin bahkan menanyakan tiket yang mau dibatalkan itu dari mana dan tujuan ke mana. Pokoknya responsif banget.

Bandingkan dengan pengalaman saya menghubungi akun humas pemerintah daerah. Saya DM dari pagi, siang, tapi tidak ada jawaban. Malam pun tak kunjung ada kabar. Saya komentar di postingan mereka, tetap saja tidak dibalas. Saya kirim email juga hasilnya nihil. Diabaikan sama sekali.

Akhirnya saya kirim pesan ke nomor WhatsApp yang tertera di website resmi mereka, dibaca pun tidak. Padahal akun Instagram mereka rutin update: postingan ucapan “selamat hari ini”, “selamat hari itu”, kegiatan ini, kegiatan itu.

Ini sangat aneh. Akun aktif, tapi adminnya pasif. Komentar masyarakat selalu diabaikan dan tidak pernah dibalas. Beda sekali dengan admin medsos KAI. Saya jadi kepikiran, mungkin admin medsos akun pemerintahan ini sebenarnya bukan orang, tapi sistem auto-posting yang tidak pernah diajari cara membalas pertanyaan masyarakat.

Admin medsos KAI, pekerja sigap

Saya makin kagum ketika menjelajahi akun X @KAI121. Responsnya cepat, sopan, dan nyambung dengan pertanyaan masyarakat. Bahkan ketika ada orang komplain dengan bahasa yang emosional, admin KAI tetap membalas dengan kalimat yang sopan, menenangkan, dan solutif. Tidak pernah nyolot, apalagi baper.

Ini lho yang sebenarnya disebut pelayanan publik. Cekatan, manusiawi, dan tidak bungkam dari pertanyaan masyarakat.

Padahal mereka “cuma” admin, customer service, pekerja lapis bawah yang nggak pernah tampil di hadapan media, tapi kerja nyatanya paling dirasakan masyarakat. Merekalah gambaran ideal humas-humas pemerintahan.

Humas pemerintah: akun ada, respons tiada

Sekarang tinggalkan dulu admin medsos KAI dan kita tengok akun-akun medsos pemerintah. Dari kementerian, kepolisian, sampai kelurahan, semuanya punya akun Instagram dan Twitter/X. Tetapi begitu publik tanya sesuatu yang penting, admin medsos ini mendadak hilang dan bungkam.

Saya jadi bertanya-tanya, “Siapa sih sebenarnya yang pegang akun ini? Kenapa mereka hanya aktif saat merayakan hari besar atau saat pejabatnya ulang tahun?”

Padahal menjawab pertanyaan dan keluhan rakyat yang disampaikan lewat komentar dan DM adalah bagian dari tugas humas. Fungsi adanya akun media sosial pemerintahan entah pemkab ini, pemkot itu, polres ini, atau dinas anu adalah untuk mempermudah masyarakat memperoleh informasi, dan menciptakan komunikasi dua arah antara masyarakat dan pejabat.

Atau… mungkin mereka sedang sibuk koordinasi soal “strategi peningkatan engagement”, tanpa sadar bahwa engagement paling sederhana adalah membalas komentar dan DM.

Digitalisasi, tapi gagal komunikasi

Pemerintah sering sekali membanggakan digitalisasi. Malah sekarang ini setiap instansi berlomba-lomba bikin aplikasi sendiri. Tapi pelayanan dasarnya saja masih megap-megap. Komunikasi dengan rakyat lewat medsos tak lebih dari papan pengumuman online.

Ada info peringatan hari besar? Disebar.
Ada kritik? Diabaikan.
Ada keluhan? Dibiarkan.

Padahal, medsos itu bukan sekadar papan informasi. Ia adalah ruang komunikasi dua arah. Sayangnya, banyak humas pemerintah yang gagal paham soal ini.

Belajarlah dari admin medsos KAI, tak usah studi banding ke luar negeri atau pemda sebelah yang sama bobroknya

Instansi pemerintah gemar sekali studi banding. Mulai dari ke sesama instansi dalam negeri, sampai ke luar negeri, dengan alasan belajar pelayanan publik. Tapi begitu pulang, hasilnya nihil. Yang dibawa cuma foto-foto dan pose di kantor pemerintahan tempat studi banding. Yang berubah hanya feed Instagram mereka, bukan cara kerjanya.

Jadi izinkan saya memberi saran. Ketimbang jauh-jauh studi banding ke luar negeri atau ke sesama pemda yang sama buruknya, mending minta KAI bikin workshop tentang cara merespons keluhan masyarakat.

Serius. Admin medsos KAI sudah membuktikan bahwa pelayanan bisa dimulai dari hal kecil: menjawab keluhan masyarakat dengan baik, cepat, dan manusiawi. Tanpa harus menunggu perintah atasan. Tanpa harus bikin surat tugas dulu.

Admin medsos KAI membuktikan bahwa kerja profesional tidak butuh pangkat tinggi. Cukup niat, empati, dan jam kerja yang benar. Humas-humas pemerintah harusnya belajar dari mereka. Belajar bahwa rakyat bukan hanya objek sosialisasi, tapi subjek yang harus diajak komunikasi.

Kalau hal sederhana macam balas komentar dan DM saja masih belum bisa, kita patut khawatir. Jangan-jangan, yang mereka urus bukan rakyat, tapi citra.

Penulis: Nurhadi Mubarok
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Jadi Admin Media Sosial Pelat Merah Itu Nggak Seenak yang Dibayangkan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version