Nggak belanja di thrift shop, nggak gaul!
Sebagai mantan bendahara kelas saat SMP, saya mengerti bagaimana tanggung jawab dan beratnya tugas bendahara kelas. Sering dijuluki preman kelas atau ibu-ibuk galak oleh teman-teman saya karena saking sangarnya saya jika Kamis pagi jadwal bendahara kelas bekerja. Alhamdulilah saat SMA saya tidak menjabat sebagai bendahara yang tugasnya menagih uang kas. Namun, telinga saya ini gatel jika ada teman yang susah sekali dimintai iuran uang kas. Mulai dari alasan belum beli bensin, belum sarapan, uangnya buat ngeprint tugas, ada juga yang beralasan, “Maaf ya, uang aku gede, takut nggak ada kembaliannya.” Padahal kas kelas berisi berbagai macam jenis uang, mulai dari gambar Pattimura sampai Ir. Soekarno.
Salah satu teman SMA saya yang susah sekali ditagih uang kas adalah orang yang sadar fashion. No KW-KW club istilahnya. Mulai dari kaos kaki, baju, topi, hingga sepatu mereka mengusahakan untuk membeli barang bermerek. Namun, tetap saja teman saya ini pelit sekali urusan iuran kas dan hobi pinjam smartphone saya untuk mencari referensi pakaian bermerek karena ngirit paket data. Berkat teman saya stalking barang-barang bermerek, saya jadi tahu tentang brand lokal, thrift shop, dan istilah berapa harga outfit, Lo?
Pernah suatu ketika saya mem-posting foto saya dengan jilbab model terbaru yang saya rombak sendiri dengan jahitan tangan, banyak sekali teman saya yang komen dan menanyakan jenis jilbab yang saya pakai beserta harganya. Saya jadi teringat meme “berapa harga outfit, Lo” di medsos. Saat tahu betapa murahnya harga jilbab yang saya pakai, teman saya tidak menanggapi lagi. Mungkin beda cerita jika harga jilbab saya ini mahal plus bermerek. Menggunakan barang bermerek merupakan suatu kebanggan, tidak terkecuali untuk anak-anak SMA yang sering jajan cilok via gerbang sekolah.
Teman saya pernah berujar saat sedang jam kosong setelah membeli cilok, “Aku tuh kalau pakai sepatu KW, kakiku jadi gatel.” Ingin sekali saya menyindir teman saya ini jika dia belum bayar uang kas. Kembali ke barang bermerek, namanya anak SMA dengan uang jajan pas-pasan tetapi ingin bergaya dengan foto Instagram-able, jangan tanyakan lagi bagaimana kreatifnya teman-teman saya untuk beli barang bermerek. Ada teman saya yang rela cari teman untuk bersama-sama membeli barang supaya ongkirnya lebih murah dan ada pula yang membeli melalui thrift shop.
Thrift adalah kata dalam bahasa Inggris yang artinya hemat. Kegiatan mencari barang tapi tetap hemat disebut thrifting. Sedangkan thrift shop merupakan wadah untuk menemukan barang-barang thrift, barang thrift yang dimaksud adalah barang bekas merek terkenal. Membeli barang melalui thrift shop merupakan salah satu solusi untuk mendapatkan barang bekas dengan brand terkenal dan tentunya dengan harga di bawah standar harga apabila kita membeli barang baru. Bahasa yang sedikit nyelekit mungkin toko loak dengan produk yang bukan asal-asalan.
Jenis produk yang dipasarkan adalah barang-barang pribadi, seperti pakaian, jam tangan, tas, sepatu, perhiasan, dan barang-barang semacamnya. Thrift shop yang ada di Indonesia kebanyakan memang menjual produk bekas luar negeri, ya karena memang produksi barang tersebut ada di luar negeri alias barang impor bekas. Tidak dimungkiri masyarakat Indonesia juga masih menggilai gaya busana orang barat.
Membeli barang melalui thrift shop saat ini sangat digemari remaja yang ingin kelihatan keren, kekinian, dan dengan outfit yang berkelas tapi uang yang ngepas. Jika dilihat memang tampak sedikit memaksa untuk menggunakan barang mahal dan berkelas tapi kita membeli barang melalui thrift shop.
Dengan menjamurnya distributor thrift shop juga membuat para pembeli semakin mudah mendapatkan barang yang diinginkan. Hal ini dapat membuat para pembeli yang kebanyakan remaja menjadi konsumtif dan mengarah ke hedonisme karena memaksakan diri untuk terlihat berkelas. Namun, bisnis ini tetap saja menggiurkan sebab modal yang dibutuhkan juga tidak terlalu besar dan bisa dipasarkan secara online.
Mau namanya barang loak, barang second, sekalipun namanya diubah menjadi barang thrift tetap saja maksudnya mengarah ke barang bekas. Yang namanya membeli barang bekas pastilah ada saja kelemahannya. Salah satu kekurangan membeli baju bekas misalnya kita tidak tahu orang yang dahulu memakai baju itu apakah punya penyakit kulit yang menular atau tidak. Kualitas baju bekas yang sudah sering digunakan juga semakin menurun, apalagi kualitas warna baju yang sering dicuci sebelumnya.
Sama halnya dengan sepatu bekas jika sering digunakan oleh pemakai sebelumnya, tidak menutup kemungkinan sepatu tersebut mudah rusak. Selain pakaian bekas, thrift shop terkadang juga menjual pakaian yang tidak layak sortir. Nah tentunya sebagai pembeli ketelitian sangat diperlukan agar tidak mendapat barang yang cacat berat. Berbeda bila kita membeli barang baru di toko brand barang tersebut secara langsung, sudah tentu barang yang ada di toko telah lulus standar.
Barang yang dibeli melalui thrift shop kebanyakan merupakan barang dengan model lama. Model pakaian tiap tahun bahkan tiap bulan bisa berubah-ubah mulai pakaian, tas, sepatu, hingga jam tangan yang dijual di thrift shop merupakan model lama dari suatu brand. Namun di sini letak keunikan thrift shop, barang yang kita beli merupakan barang limited edition sehingga tidak terlalu khawatir untuk perempuan yang sering jalan-jalan di mal dan berpapasan dengan orang lain yang menggunakan pakaian yang sama.
Ada kebanggan sendiri pula jika kita memiliki barang yang limited edition apalagi dari brand ternama. Saking limited edition-nya kamu harus punya kepercayaan diri tinggi jika membeli pakaian dengan model tidak biasa. Bisa jadi pusat perhatian jika sedang di kerumunan mungkin.
Dengan membeli barang bekas, kita termasuk orang yang berkontribusi dalam mengurangi jumlah sampah karena menggunakan barang yang tidak terpakai (reuse). Kita berkontribusi untuk merawat lingkungan dengan mengurangi sampah. Jadi kita satu langkah di depan untuk go green. Namun, ada kekurangan di balik hal ini, yaitu mematikan pengusaha produk lokal, sebab barang yang kita beli merupakan barang bekas impor walaupun ada juga barang lokal yang dijual.
Tujuan utama membeli lewat thrift shop adalah menghemat pengeluaran. Namun lain cerita jika kita lapar mata dan justru memborong banyak barang di thrift shop. Awalnya ingin berhemat, tapi saat membayar kita harus memeras isi dompet lantaran tertarik dengan model dan harga yang murah. Akan tetapi, barang thrift bisa ditawar, jadi jangan sungkan menanyakan kepada penjual untuk menawar barang. Jangan sampai kita menyesal nantinya karena mengeluarkan uang terlalu banyak. Kelemahannya, jika kamu tidak pandai menawar harga. Jadix ajak ibumu yang pandai nawar itu jika perlu.
Kalau lingkungan kalian merupakan lingkungan anak-anak hedon nan kaya raya dan suka pamer harta, membeli barang bekas pasti menjadi hal yang patut ditutupi. Apalagi belinya nawar. Jadi ada perasaan sungkan jika ditanya “Berapa harga outfit, Lo?” Kalian juga tidak bisa pamer harga barang yang kalian beli, jika ketahuan membeli barang thrift di kalangan elite. Haduh, mau sombong kok ya barang second. Lain cerita jika kalangan kita merupakan orang B aja. Tidak masalah mau barang second, barang third, ataupun barang nawar, yang penting pakai baju.
Dalam memutuskan membeli barang melalui thrift shop ada banyak pertimbangan. Jika tujuan kita memiliki barang dengan brand ternama tapi dengan harga miring, thrift shop menjadi solusinya. Jika kita ingin tampil dengan barang limited edition, thrift shop juga solusinya. Namun, jika tujuan kita membeli pakaian untuk ngepel lantai di rumah, beli daster saja. Sesuaikan kebutuhan, tujuan, dan uang yang kita punya.
Jangan memaksakan diri untuk menggunakan barang branded. Sekalipun thrift shop, tetap ada yang mahal juga. Namanya juga barang merek ternama. Apalagi kalau rela sampek kayak gini, tapi nunggak uang kas. Duh, nggak usah maksa.
BACA JUGA Alasan Kita Sebaiknya Memberikan Rating dan Review Produk Saat Belanja Online
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.