Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Nyatanya, Kita Tidak Lebih Baik daripada PKI

Nikma Al Kafi oleh Nikma Al Kafi
2 Oktober 2020
A A
anti-kapitalisme buku kiri komunis oktober PKI Orba Lenin mojok

anti-kapitalisme buku kiri komunis oktober PKI Orba Lenin mojok

Share on FacebookShare on Twitter

PKI merupakan bagian yang paling disorot atas keterlibatannya dengan peristiwa paling bersejarah  dalam pembantaian. Bagaimana tidak, setelah pembantaian usai hingga seluruh anggota PKI maupun masyarakat sekitarnya yang dituduh PKI  dibabat habis oleh pelaku atas instruksi dalangnya itu, nama PKI masih digaungkan dalam kontestasi politik di masa sekarang.

PKI bukan hanya menjadi partai yang pernah mendapat suara terbanyak dalam pemilu 1955. Saking ampuhnya PKI, meskipun sekarang sudah tidak tercium keberadaanya secara pasti, nama partai itu sering dimanfaatkan oleh elit politik zaman sekarang sebagai senjata untuk menciptakan propaganda ketakutan atas pembantaian dan pembunuhan.

Peristiwa pembantaian yang dikenal sebagai G30S selalu santer dibicarakan, apalagi menjelang hari ketika peristiwa memilukan itu terjadi. Setiap orang berargumen menurut sejarah yang mereka yakini kebenarannya. Tetapi, tidak semua dari mereka yang mencuatkan sebuah argumen menelisik sejarah pilu itu secara keseluruhan. Sebab, di balik argumennya mereka cenderung mencari pengakuan sebagai orang yang peduli meski hanya pada momen tertentu.

Dari peristiwa pembantaian dan leburnya PKI dari eksistensinya saat itu, saya memetik bagian menarik setelah terjadinya peristiwa genosida alias pembantaian G30S ataupun Gestok pada 1965. Diperkirakan tiga juta nyawa manusia melayang dijadikan tumbal atas dalih ketentraman bernegara kala itu. Kekejaman dengan pembantaian sepertinya usaha paling mutakhir untuk menyelesaikan persaingan politik. Sampai akhirnya saya berpendapat PKI lebih layak disebut korban.

Mengenai pengetahuan sejarah memilukan G30S, tidak sedikit dari kalangan mahasiswa dan masyarakat yang benar-benar menaruh perhatian terhadap peristiwa itu, dan tidak sedikit juga yang hanya meletakan perhatian atas dasar belas kasihan kepada kondisi korban pembantaian. Sebenarnya, justru yang pantas diberi rasa kasihan adalah pelaku pembantaian, mereka bekerja tidak dengan imanen. Tindakan mereka menunjukan bahwa mereka memiliki integritas yang sangat rendah sehingga yang mampu mereka lakukan hanya tindakan kekerasan.

Saat ini kita telah belajar dan meyakini perlunya negara, sehingga kita menjadi tidak sensitif atas kekejaman ataupun kekerasan yang negara perbuat: peristiwa terdahulu bahkan yang baru-baru ini. Hal demikianlah yang sejatinya lebih kejam dari pelaku pembunuhan. Beberapa kasus kekerasan bukan sekedar isu namun kasus itu faktual dan aktual. Tetapi, dari kita yang bukan korban justru abai dengan kasus-kasus yang sedang terjadi.

Rasa simpati anti-kekerasan yang dilimpahkan pada kasus pembantaian dan kekerasan yang sudah terjadi di masa lalu, tidak terlihat dan tumbuh pada kasus-kasus yang terjadi sekarang. Seharusnya kita  berpikir bahwa kemungkinan peristiwa yang lalu dan yang sekarang sedang terjadi merupakan rangkaian peristiwa yang bertalian.

Jangan-jangan kampanye anti-kekerasan yang terlihat dan digaungkan hanya sebatas mengikuti tren yang sejalan dengan lingkungan yang sedang digandrungi. Sikap demikian sungguh disayangkan. Atau bahkan kita juga lupa terhadap lingkungan kita sendiri: keluarga, pendidikan, dan lain sebagainya. Bahwa memungkinkan masih terjadi praktik-praktik kekerasan di dalamnya. Contohnya perploncoan dalam dunia pendidikan. Bayangkan, hari bersejarah mereka harus dinodai kekerasan yang dilakukan oleh oknum penghuni instansi pendidikan dengan dalih yang dibuat-buat.

Baca Juga:

Desa Nglopang Magetan, Desa yang Menyimpan Sejarah Kelam Indonesia

Menonton Film Eksil sebagai Cucu Jenderal Zaman Orde Baru Bikin Hati Saya Remuk Tak Berbentuk

Dalam lingkungan kita tidak sedikit ditemukan sebuah kerancuan dalam berpikir maupun bertindak. Seperti di lingkup pendidikan, seiring dengan proses belajar sering terlihat upaya menggiring pelajar atau mahasiswa memasuki tujuan-tujuan problematis demi memenuhi kestabilan ekonomi dan industrialisasi negara, sehingga menimbulkan sebuah tujuan yang meminggirkan tujuan kemanusiaan. Padahal belajar bukan sekadar untuk menjadi ahli dalam berbagai hal, tetapi lebih utama ialah membimbing manusia lebih manusiawi.

Jika kita tidak segera menyadari dan peka terhadap kekerasan yang terjadi di sekitar kita, yang terjadi dalam waktu yang dekat, kita tidak lebih baik dari orang yang kita anggap paling kejam.

Tabir tentang PKI dan apa yang terjadi pada 1965 memang belum dan mungkin tidak akan terungkap. Kita tetap harus mengawal dan mendiskusikan sejarah dan kemungkinan-kemungkinan yang muncul dari diskusi tersebut. Namun, di saat yang sama, kita tidak boleh abai dengan kekerasan yang terjadi di dekat kita.

BACA JUGA Seni Menghadapi Harta Dunia Melalui Peribahasa Madura Asel Ta’ Adina Asal dan artikel Terminal Mojok lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 2 Oktober 2020 oleh

Tags: KekerasanKorbanpkisimpati
Nikma Al Kafi

Nikma Al Kafi

Lahir di Gunungkidul. Nggak bisa berenang dan memanjat pohon. Mahasiswa Sastra Indonesia di UAD, 2019.

ArtikelTerkait

perpeloncoan

Apa Alasan Utama Perpeloncoan? Melatih Mental atau Balas Dendam?

3 September 2019
Desa Nglopang Magetan Menyimpan Sejarah Kelam Indonesia (Unsplash)

Desa Nglopang Magetan, Desa yang Menyimpan Sejarah Kelam Indonesia

20 Desember 2024
Konten “Pinjam Dulu Seratus” Nggak Bikin Tukang Ngutang Minggat, Malah Bikin Kasus Pinjol Meningkat

Dear Orang-orang Mahasuci, Tak Semua Korban Pinjol Adalah Penjudi Slot, Banyak dari Mereka yang Dihantam Keadaan, Terhimpit Nasib

6 Oktober 2023
PKI Oktober 65 mojok

Jas Merah, Baju Putih, dan Romantisisasi Kengerian PKI

30 September 2021
5 Drama Korea 21+ yang Boleh Ditonton kalau Mentalmu Kuat Terminal Mojok.co

5 Drama Korea 21+ yang Boleh Ditonton kalau Mentalmu Kuat

7 April 2022
kekerasan pada perempuan di internet definisi pengertian jenis macam mojok.co

Panduan Mengenal Kekerasan pada Perempuan di Internet

10 Agustus 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Suzuki S-Presso, Mobil "Aneh" yang Justru Jadi Pilihan Terbaik setelah Karimun Wagon R Hilang

Suzuki S-Presso, Mobil “Aneh” yang Justru Jadi Pilihan Terbaik setelah Karimun Wagon R Hilang

13 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Perbaikan Jalan di Lamongan Selatan Memang Layak Diapresiasi, tapi Jangan Selebrasi Dulu, Wahai Pemerintah Daerah!

Perbaikan Jalan di Lamongan Selatan Memang Layak Diapresiasi, tapi Jangan Selebrasi Dulu, Wahai Pemerintah Daerah!

13 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas Mojok.co

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

13 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.