Popularitas wafer Tango mulai digeser Nabati…
Dulu jajanan wafer di rumah yang dianggap elite adalah Tango. Tango tulisannya, “tenggo” orang menyebutnya. Anak-anak era 2000-an pasti tahu betul perasaan senang ketika orang tuanya membeli Tango. Biasanya dulu ada dua rasa, cokelat dan susu vanila. Belakangan ini muncul varian rasa lainnya.
Bentuk wafernya ada dua macam, persegi panjang dan segi empat. Rasa wafer ini enak banget, manis, dan sulit dijeda kalau sudah kadung dimakan.
Akan tetapi sekarang kamu ke mana, Tango? Kok sulit dijangkau akhir-akhir ini. Di warung-warung kelontong yang ada di tempat tinggal saya, Sumenep, wafer Tango hampir sulit ditemukan. Sekalipun ada, sekarang ia hampir tak dilirik anak-anak. Anak-anak sekarang lebih memilih wafer Nabati yang menjadi kompetitor.
Wafer Nabati, diam-diam menggeser popularitas Tango
Awalnya, Nabati datang perlahan. Tapi entah kapan, sekarang dia mulai menguasai pasar. Di warung, minimarket, toko kelontong, wafer Nabati mulai menggantikan posisi Tango.
Kadang kalau melihat Tango sekarang, saya merasa kasihan. Soalnya wafer ini dulu begitu dibanggakan. Kayaknya kalau ada kaleng Tango di rumah kesannya “wah” gitu. Jajanan elite yang didambakan banyak orang.
Akan tetapi sekarang orang lebih memilih membeli Nabati. Selain rasanya yang bisa mengimbangi Tango, ya karena Nabati memiliki varian rasa lebih banyak dan unik. Selain itu harganya juga lebih terjangkau.
Coba saja lihat, wafer Nabati berani berinovasi dengan mengeluarkan varian rasa kekinian. Misalnya saja rasa pink lava, Korean goguma (ubi ungu), butter caramel, hingga cocopan. Mereka berani mengeluarkan rasa-rasa tersebut untuk mengikuti perkembangan zaman.
Strategi yang berhasil memikat pembeli
Selain varian rasa yang ditawarkan lebih bervariasi, wafer Nabati juga mengungguli Tango dari segi kemasan. Saya melihat kemasan Tango dari dulu hingga sekarang gitu-gitu saja. Bungkusnya nggak di-upgrade, sehingga kesannya kaku dan kuno.
Sementara Nabati hadir dengan bungkus lebih kecil, lebih praktis, dan gampang dibagi. Desain bungkusnya juga tampak lebih fresh, lebih berwarna-warni sehingga lebih mewakili warna kehidupan saat ini.
Tak hanya itu, wafer Nabati juga memainkan psikologis pembeli. Dengan mengeluarkan produk Rp2.000 yang bisa dibeli di warung kelontong, orang cenderung memilih wafer satu ini karena harganya lebih murah. Padahal kalau bicara harga, wafer Tango pun nggak jauh beda. Memang sedikit lebih mahal, tapi sebenarnya kualitasnya juga lebih baik. Lapisan krim wafernya lebih tebal dan padat.
Tapi mungkin justru karena ukuran Nabati yang pas, orang jadi tertarik. Soalnya ukurannya nggak terlalu besar dan tebal sampai bikin mahal, tapi juga nggak terlalu kecil. Dan membeli Nabati sudah bikin kita merasa cukup. Kalau beli wafer Tango biasanya nanggung, kadang malah sayang buat dimakan langsung.
Seperti yang saya sampaikan di atas, dari segi rasa Nabati tak membosankan. Selain punya banyak varian rasa, Nabati bisa beradaptasi dengan masa kini. Istilahnya, wafer Tango sibuk menjaga citra, sementara Nabati fokus menyesuaikan diri.
Bukan berarti wafer Tango nggak enak dan jelek ya. Tapi di era sekarang, kecepatan dan kepraktisan itu penting. Orang lebih menghargai sesuatu yang bisa dibawa ke mana-mana dan langsung habis dalam sekali duduk. Nabati berhasil menjawab itu. Wafer satu ini kecil, ringan, nggak bikin berantakan, dan bisa dibagi.
Perubahan wajar
Kalau dipikir-pikir, perubahan selera pembeli ini sebenarnya wajar. Dulu, wafer Tango hadir di masa di mana jajanan masih dianggap sesuatu yang istimewa. Anak-anak jajan wafer bukan tiap hari. Mereka makan wafer kalau ada acara keluarga atau Lebaran, atau kalau beruntung dapat dari oleh-oleh.
Sementara sekarang, jajan sudah jadi bagian dari keseharian. Orang ingin yang cepat, gampang di dapat, dan murah. Di situlah Nabati menang telak.
Saya sering melihat di warung-warung dekat rumah, anak-anak sekolah mampir sambil pegang uang dua ribuan. Hampir semuanya jajan wafer Nabati. Mereka nggak banyak mikir karena tertarik dengan bungkusnya yang cerah menarik dan rasanya sudah pasti enak. Wafer Tango yang ukurannya lebih besar dan harga sedikit mahal jadi jarang dipilih anak-anak.
Jangankan anak-anak, saya pun begitu. Saya lebih memilih mengambil Nabati di rak warung ketimbang wafer Tango. Alasannya karena tertarik dengan warna-warni bungkusnya yang berbagai rasa itu.
Jadi menurut saya kenapa wafer Tango sekarang popularitasnya kalah dibanding Nabati, ya karena sudah tak menarik lagi. Kenapa nggak menarik? Karena format dan rasanya nggak berubah. Kalau rasanya gitu-gitu saja dan kemasannya nggak diperbarui, orang cenderung akan memilih yang baru.
Penulis: Thoha Abil Qasim
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kasta Wafer Indomaret dari yang Paling Recommended sampai Mending Skip Aja
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















