Bapak dan Ibu DPR agaknya memang nggak pernah kehabisan akal untuk bikin rakyat geram dan heran. Baru kemarin rakyat dibuat resah karena kabar kenaikan gaji dan tunjangan mereka. Sekarang muncul lagi usulan konyol: menghadirkan gerbong khusus merokok di kereta.
Usulan itu datang dari Anggota DPR RI Komisi VI Fraksi PKB, Nasim Khan. Dalam sebuah video yang beredar, dia nyeletuk tentang pentingnya gerbong khusus merokok, dengan alasan yang juga tak kalah aneh: untuk meningkatkan pendapatan PT KAI.
Dia juga mencontohkan bus yang melayani rute antar kota yang sudah menyediakan area khusus merokok. Menurutnya, PT KAI bisa meniru dan melakukan hal yang sama.
Cara pandang yang keliru
Menghadirkan gerbong khusus merokok untuk meningkatkan pendapatan PT KAI bagi saya hanya alibi. Saya ingin mempertanyakan sejauh mana dia melakukan riset sampai berani membuat usulan di sebuah rapat resmi? Seberapa yakin dia bisa mempertanggung jawabkan usulannya itu?
Kalau Nasim memakai logika bus, maka saya kira dia salah paham bahkan keliru pandang. Bus menyediakan smoking area bukan untuk meraup penghasilan lebih, tapi hanya untuk menyelamatkan penumpang lain dari para perokok yang kebelet ngudud.
Jadi, salah jika kereta api yang sudah lama menghilangkan kebijakan larangan merokok dalam gerbong harus ikut kebiasaan bus. Ini turun kelas namanya. Apalagi beberapa PO bus (salah satunya Damri, setahu saya) sudah mengikuti kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Dalam UU dan beberapa peraturan lain sudah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di angkutan umum; termasuk kereta. Bagaimana bisa seorang DPR bicara tidak sesuai dengan landasan hukum?
Apalagi ini kereta api. Satu rangkaian saja bisa angkut ratusan hingga ribuan penumpang. Kalau ada satu saja gerbong khusus merokok, efeknya bukan cuma ke penumpang yang ada di dalam gerbong, tapi juga ke sirkulasi udara, ke citra layanan, bahkan ke keselamatan.
Ingat! kereta berjalan bisa belasan jam tanpa berhenti lama, terlebih di beberapa kereta dengan rangkaian eksekutif yang tak banyak berhenti di stasiun. Bayangin kalau bau asap merembes ke gerbong sebelah, penumpang yang nggak merokok jadi korban pasif.
DPR mau mundur ke belakang
Memaksakan pola pikir bus ke kereta sama absurdnya dengan bilang “di bus saja boleh memasukkan pedagang asongan, masak di kereta nggak boleh?”. Malah ini pola pikir yang mundur, yang menginginkan era KAI sebelum kepemimpinan Pak Ignasius Jonan. Kita ingat kembali, betapa kumuhnya transportasi kereta api di era sebelum pak Ignasius melakukan upgrading, sebelum tahun 2009. Bahkan sempat mengalami kerugian ratusan miliar rupiah.
Namun berkat upgrading ini, PT KAI akhirnya mulai menemukan titik balik. Kerugian berubah menjadi penghasilan, peningkatan jumlah penumpang, dan pelayanan yang lebih profesional. Transformasi yang patut disyukuri.
Transformasi demikian bukan hanya tentang menghadirkan gerbong yang nyaman, tapi mengubah pola pikir masyarakat dalam menggunakan transportasi publik. Jadi, jangan lagi menghadirkan pola pikir kumuh ke atas modernisasi yang sudah diperjuangkan sejak lama.
Kereta api sudah berhasil naik kelas, meninggalkan wajah kusamnya di masa lalu. Jangan cuma gara-gara usulan nyeleneh, semua pencapaian itu dipaksa mundur lagi.
Sebelum usulan konyol itu disampaikan, saya kira PT KAI sudah memikirkan. Setiap stasiun, disediakan area khusus merokok tanpa mengganggu kenyamanan gerbong dan keselamatan. Kenapa harus bikin gerbong khusus? Buang-buang anggaran saja. Kalaupun mau reaktivasi gerbong yang lama, itu kan juga keluar duit?
Gerbong khusus merokok adalah ide paling konyol
Intinya sangat sederhana: kalau memang mau nambah pendapatan sebagaimana dikatakan Nasim, masih banyak cara lain yang lebih rasional ketimbang bikin gerbong khusus merokok. Misal; meningkatkan layanan digital, memperluas konektivitas, atau membuat gerbong yang bermanfaat bagi umum, yang jelas pasarnya ada, seperti kereta petani pedagang yang baru saja diluncurkan PT KAI kemarin. Jangan malah sibuk melayani segelintir perokok yang kebelet ngudud.
Dan yang paling penting, DPR sebaiknya fokus mengawasi dan mendukung kemajuan transportasi publik, bukan malah ngajak balik ke masa lalu yang kumuh. Karena kalau usulannya cuma begini, maaf-maaf saja, rakyat pasti akan bilang: ini bukan ide modern, ini ide paling konyol.
Penulis: Aqil Husein Almanuri
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Rekomendasi Stasiun untuk Ahli Isap di KA Sri Tanjung
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.














