Bagi sebagian orang mungkin mengetahui Jepara karena tempat lahir RA Kartini dan daerah kekuasaan Ratu Sima yang bijaksana bertahta. Sebuah pengetahuan umum yang sejak SD sudah dipelajari. Terlebih, kisah RA Kartini diangkat menjadi film, membuat nama Jepara ikut terangkat.
Karena saya orangnya ini nggak suka nonton film dan udah lupa sama pelajaran SD, saya mengenal Jepara lewat grup WhatsApp Bursa Kerja Kursus milik sekolahku. Dalam grup itu memberikan beberapa informasi lowongan kerja dari berbagai perusahaan. Ada lowongan perusahaan ternama yang berada di Jabodetabek, ada juga perusahaan baru yang berada di Jepara.
Sebagai angkatan Corona season 2 di tahun 2021, saya sangat tertarik dengan lowongan kerja perusahaan yang ada di Jepara. Karena di grup WhatsApp loker tersebut diberikan embel-embel, “Langsung penempatan kerja, kos sudah dicarikan.” Saat itu saya sadar betul bahwa Corona mempersempit peluang kerja, jadi saya kerja di situ saja dulu.
Loker itu memang benar-benar ajaib. Saya langsung bekerja dengan jarak tak lebih dari seminggu dari psikotes dan interview. Saya yang fresh graduate sangat senang karena tidak sia-sia memutuskan jauh dari rumah ketika kasus pandemi yang kian meningkat.
Selama di Jepara saya pernah bekerja di dua pabrik dengan industri yang berbeda. Jika diakumulasikan, saya bekerja selama 2 tahun 5 bulan. Terakhir bekerja di bulan Juni 2024 dengan alasan resign yang cukup keren. Meskipun saat ini saya sudah bekerja di tempat yang lebih baik, ada beberapa hal yang bikin saya kangen Jepara.
Pakai bahasa Jawa campuran biar dianggap melokal di Jepara
Hal yang paling dikangenin tentunya interaksi dengan teman-teman. Memakai Bahasa Jawa campuran, bukan dicampur dengan Bahasa Indonesia atau Inggris, melainkan Bahasa Jawa campuran dari daerah Kudus, Pati, Jepara dan Ngapak. Maklum, terlalu banyak orang dari berbagai daerah membuat bahasa sehari-hari jadi tabrakan.
Yang paling saya kangenin adalah ngomong “He’e” ketika saya sepakat dengan omongan orang lain. Kosakata ini berasal dari Jepara, kata ini jika diartikan ke Bahasa Indonesia berarti iya. Saya juga kangen menggunakan embel-embel “nem” yang diartikan sebagai punyamu, kalau dalam bahasa Inggris berarti your. Kata ini berasal dari Pati, contohnya ketika bertanya kepemilikan pulpen seperti ini, “Iki pulpenem?”
Saya yang orang Banyumas jarang ngomong Ngapak di Jepara karena takut kena bully. Saat saya menggunakan Bahasa Ngapak, lawan bicara tidak langsung menjawab pertanyaanku. Mereka malah ketawa karena logatku yang katanya lucu.
Horok-horok, makanan yang lahir dari sejarah
Saya yakin banyak orang yang tidak tahu apa itu horok-horok karena makanan satu ini hanya ada di Jepara. Makanan ini merupakan sumber karbohidrat pengganti nasi pada saat penjajahan Jepang. Terbuat dari tepung pohon aren atau sagu dengan tampilan putih pucat dan berbentuk butiran kecil-kecil yang kenyal.
Horok-horok sendiri rasanya hambar, baru akan terasa enak jika dimakan bersama lauk seperti bakso, pecel atau sate kikil.
Makanan Jepara yang serba murah
Di Jepara banyak sekali makanan yang dijual dengan harga murah. Seperti sate kikil sapi yang dijual Rp500 rupiah saja per tusuknya. Nasi kuning Rp3000 yang bisa dijadikan pilihan untuk sarapan. Serta pilihan ayam geprek yang penjualannya begitu sengit. Bagaimana nggak sengit, jarak antar pedagang geprek yang satu dengan lainnya paling berjarak cuma 200 meter saja. Membuat saya nggak pernah kebingungan mau makan apa.
Pulau Panjang, tempat terbaik untuk menikmati sunrise dan sunset
Jepara merupakan kabupaten yang terletak di ujung selatan Jawa Tengah berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Jepara memiliki beberapa pantai dengan ombak yang menenangkan. Serta memiliki beberapa pulau kecil yang dijadikan sebagai tempat wisata, yaitu Pulau Panjang dan Pulau Karimun Jawa.
Meskipun Pulau Karimun Jawa sudah pasti apik, tapi saya lebih kangen sama Pulau Panjang. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena saya baru pernah ke Pulau Panjang saja. Saya kangen camping di sana, menonton sunset dan sunrise dengan menikmati terpaan angin laut. Saya sudah pernah membahas tentang Pulau Panjang Jepara di artikel sebelumnya.
Jepara memang ngangenin, tapi bukan berarti harus balik merantau lagi ke sana. Padahal ya nggak salah juga kalau mau balik ke sana, karena banyak perusahaan yang menjadikan pekerjanya karyawan tetap setelah melewati training 3 bulan. Tapi, yang enggan buat saya merantau di sana adalah upah yang saya dapatkan.
Meskipun sekarang banyak pabrik di Jepara yang menggunakan UMSK sebagai pembayaran gaji pokok. Hal ini berarti gaji yang didapatkan karyawan lebih tinggi dari UMK Jepara yang berlaku. Namun tetap saja, Jepara itu bagian dari Jawa Tengah yang memiliki UMK paling rendah dari daerah di Jawa yang lainnya. Sangat sayang jika masa mudaku dibayar dengan upah yang sedikit. Itulah sebabnya saya enggan balik ke sana, meskipun teramat kangen.
Penulis: Ratih Yuningsih
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jepara Ketinggalan Zaman, tapi Warganya Tetap Bahagia
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.


















