Kemarin saya melihat story IG Habib Jafar. Beliau mengunggah ulang konten tentang bansos yang dipakai judol. Captionnya: “Tolol”Â
Kok bisa, uang bansos untuk hidup setidaknya beberapa hari ke depan malah dipakai judol. Ya benar, tolol.
Mungkin dia awalnya mikir. Ini bansos kalau diputerin siapa tahu bakal balik 5 kali lipat. Nah ini kalau secara permainan, udah kalah di awal.
Saya bicara seperti ini karena di lingkungan saya banyak penerima bansos. Tapi, alhamdulillah, pada nggak ikut judol. Makanya saya heran, kok kepikiran sejauh itu. Bahkan saya yakin pemain judol asli pun nggak nyangka sama kelakuan tolol kayak gini.
Bansos untuk judol: Emang nggak cocok pegang banyak uang
Bansos adalah kebijakan bantuan pemerintah yang sasarannya orang miskin. Walaupun kadang ada orang yang mampu dapat juga. Nah orang kaya gini nih yang layak jadi musuh bersama. Gayanya hedon eh dari duit bansos.
Saya tidak mau mengeneralisir, tapi data temuan 571 ribu NIK penerima bansos main judol adalah jumlah besar. Nah, yang layak jadi musuh bersama juga adalah orang yang beneran miskin, dapat bansos, malah dipakai judol.Â
Dapat uang banyak eh malah nggak pake mikir, dicemplungin ke lubang neraka. Udah tuh bener kata orang, main judi yang kaya tambah kaya, yang miskin makin miskin.
Orang kaya gini mungkin kaget pegang banyak uang. Jadinya pas dapet bansos bingung muterinnya gimana, nggak tahu buat usaha apa. Taunya cuma biar cepat kaya. Padahal ini yang salah.Â
Mikir gimana cepet kaya adalah fana. Karena kaya nggak ada yang cepat. Makanya mungkin orang yang pakai duit bansos buat judol orientasinya kekayaan. Ini yang bikin mereka buta, karena udah nggak betah dengan belenggu kemiskinan. Padahal yang perlu diubah adalah pola pikir yang salah ini.
Mungkin mereka nggak cocok dikasih bantuang uang. Tapi lebih ke pekerjaan, kan katanya bakal ada 19 juta lapangan pekerjaan. Itu kalau jadi. Atau nggak dikasih bantuan moral dan psikiater. Biar mindsetnya lebih jalan.
Pemerintah salah sasaran
Yang patut disoroti juga di sini adalah pemerintah. Saya tahu pemerintah sedang dalam kondisi maju kena mundur kena. Nggak ngasih bantuan dibilang nggak berpihak rakyat kecil. Ngasih bantuan malah salah sasaran.Â
Di sini, pemerintah salah sasaran 2 kali. Pertama bansos untuk orang (beneran) miskin ada yang nggak sampai ke yang layak. Kedua bansos yang untuk orang (beneran) miskin malah sampe ke pemain judol.
Persoalan penyaluran emang jadi masalah sejak dulu. Terbukti adanya temuan temuan tidak sesuai dengan kondisi lapangan.Â
Makanya, pemerintah perlu yang namanya evaluasi. Karena kalau data salah sasarannya lebih banyak, kasihan yang asli. Kasihan yang emang beneran membutuhkan. Yang berharap dapat bansos untuk menyambung hidup beberapa hari kedepan. Belum lagi mereka yang tinggal di jalan dan nggak masuk data kependudukan.
Jangan gegabah, ada yang belum valid
Yang perlu disorot juga adalah kevalidan data tersebut. Karena saya percaya masih banyak orang miskin yang beneran menggunakan bansos sebagaimana mestinya. Dan bisa saja orang orang seperti ini yang jadi korban.
Temuan yang ada adalah adanya penggunaan NIK penerima bansos untuk judol. Yang jadi pertanyaan adalah apakah benar yang main adalah orang itu?Â
Indonesia adalah negara yang masalahnya lebih kompleks dari yang dibayangkan. Bisa saja data penerima bansos tersebut digunakan orang yang tidak bertanggung jawab untuk judol dan ini jadi persoalan yang berbeda. Mengingat, kepedulian terhadap data bagi orang kurang mampu tidak sepenting itu. Jangankan mikirin data, mikirin besok makan apa aja bingung.
Bansos untuk judi itu Lebih tolol dari pemain judol murni
Tapi yang jelas, menggunakan bansos untuk judol, entah ada kesalahan data atau nggak, ya tetap tolol. Ini adalah perilaku yang melebihi tololnya pemain judi online asli. Itu kalau ada penerima bansos lalu dipakai judol, dijejerin sama pemain asli, pemain judol murni yang salim.
Mungkin ini jadi bahan pertimbangan pemerintah untuk evaluasi sistem. Mumpung masih belum ada bom yang lebih besar. Kemensos evaluasi bansosnya, Komdigi hapus judolnya.
Penulis: Arrayyan Mukti Rahardian
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Rencana Pemberantasan Judi Online Belum Terdengar, kok Nggak Belajar sama Pemerintahan yang Dulu?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















