Kabar terbakarnya bangunan Glodok Plaza di Jakarta Barat menghentak penduduk Jakarta di awal tahun 2025. Apalagi begitu mendengar jumlah korban yang tewas di bangunan mall yang termasuk lawas ini. Bagi penduduk Jakarta, termasuk saya, Glodok Plaza bukan mall yang biasa-biasa saja. Banyak cerita yang terekam di mall yang pernah dinobatkan sebagai pusat elektronik terbesar di Asia Tenggara ini.
Menilik sejarahnya, pusat perbelanjaan ini sudah berdiri sejak tahun 1977. Waktu itu Glodok Plaza menjadi pusat perbelanjaan yang bisa dibilang paling megah di Indonesia dengan 6 lantainya. Dibangun oleh 3 konglomerat Indonesia pada saat itu, yaitu Ciputra, Sudono Salim, dan Suryadjaja, Glodok Plaza memang dipersiapkan sebagai pusat pengembangan kawasan Glodok sebagai sentra perdagangan dan bisnis yang modern.
Awal mula Glodok Plaza
Glodok, yang lokasinya dekat dengan kawasan Kota Tua Jakarta, memang sudah menjadi pusat perdagangan sejak zaman kolonial. Waktu itu, Belanda yang menguasai Batavia membangun benteng yang lokasinya di pinggir teluk Jakarta. Dekat dengan pusat pemerintahan VOC.
Glodok yang menjadi bagian dari kawasan tersebut pun dikembangkan sebagai pusat perdagangan dan industri, khususnya untuk komoditas tekstil dan kulit. Saat itu, kawasan Glodok memang banyak ditinggali oleh etnis Tionghoa dan Arab yang memang dikenal sebagai kaum pedagang sukses. Hingga di awal abad ke-20, Glodok pun menjadi salah satu pusat bisnis dan perdagangan terbesar di Batavia.
Setelah merdeka dari penjajah, di tahun 1950-an, Pemerintah Indonesia semakin giat membangun infrastruktur dan fasilitas umum di Glodok. Tak hanya Glodok Plaza, di kawasan ini juga berdiri Pasar Glodok dan Orion Plaza yang dihubungkan dengan sebuah jembatan. Jembatan ini sekaligus berfungsi sebagai pusat pertokoan. Bahkan, Jembatan Metro—begitu dulu sebutannya—menjadi pusat pertokoan melayang pertama di Indonesia.
Kawasan Glodok yang semakin berkembang di tahun 90-an pun turut diramaikan oleh kehadiran beberapa hotel dan pusat hiburan malam. Etnis Tionghoa masih menjadi populasi terbesar di sini, hingga kawasan Glodok dinobatkan juga sebagai China town-nya Jakarta.
Kebakaran yang berulang
Ternyata Glodok Plaza yang ikonik bukan baru kali ini mengalami kebakaran hebat. Sejarah mencatat, pusat perbelanjaan ini pertama kali mengalami kebakaran pada tahun 1983 atau 6 tahun setelah peresmiannya. Kebakaran tersebut membuat bangunan Glodok Plaza rusak parah dan harus dibongkar total.
Akan tetapi mengingat masih pentingnya Glodok Plaza sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, di tahun 1985, mall ini dibangun kembali dan selesai pada tahun 1987. Saat itu, Glodok Plaza tumbuh menjadi pusat perbelanjaan yang sanggup memenuhi kebutuhan warga Jakarta. Bukan sekadar menjadi pusat perdagangan elektronik, di dalamnya dulu juga ada department store, supermarket, gerai fast food ternama, bioskop, dan juga diskotek Dinasty yang menjadi pusat hiburan malam terbesar saat itu.
Pada akhir pekan pun tempat ini selalu ramai dikunjungi. Bahkan hingga menimbulkan kemacetan di Jalan Pinangsia Raya, tempat berdirinya Glodok Plaza.
Sayangnya, peristiwa kelam kembali menghantam pada tahun 1998. Tepatnya pada tanggal 14 Mei 1998, saat terjadi peristiwa kerusuhan imbas krisis moneter berkepanjangan di negeri ini, Glodok Plaza menjadi salah satu korbannya. Saat itu bangunannya ditimpuki oleh massa yang beringas, dijarah, hingga dibakar. Peristiwa ini menjadi catatan terburuk yang terjadi di rezim Orde Baru, sekaligus mendatangkan trauma mendalam bagi etnis Tionghoa yang tinggal di kawasan itu.
Kembali dibangun dengan seremoni besar
Ibarat burung phoenix yang pernah mati dua kali, saat kondisi negara ini mulai stabil, pembangunan Glodok Plaza kembali dilakukan pada tahun 2000. Pusat perbelanjaan ini pun diresmikan dengan seremoni besar pada tahun 2001. Acara seremoni dihadiri Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri, dan Gubernur DKI Sutiyoso, serta disiarkan di televisi nasional.
Kembalinya Glodok Plaza kala itu tentu diharapkan bisa membangkitkan kembali kawasan Glodok yang sempat terpuruk. Serta diharapkan bisa membawa perubahan besar sebagai pusat perdagangan elektronik dan industri teknologi terbesar di Asia Tenggara. Sayangnya, seiring mulai berkembangnya tren bisnis daring, Glodok Plaza secara perlahan mulai sepi dari aktivitas perdagangan. Banyak toko di dalamnya yang tutup, jumlah pengunjung di setiap lantainya pun bisa dihitung.
Dengan semakin banyaknya mall baru di Jakarta dengan konsep lebih modern dan megah, keberadaan Glodok Plaza seakan terlupakan. Barulah setelah terjadi peristiwa kebakaran hebat lagi di awal tahun 2025 ini, warga Jakarta seperti diingatkan kembali, bahwa tempat ini masih berusaha bertahan di tengah denyut napasnya yang mulai kepayahan. Hingga akhirnya, pusat perbelanjaan ini dipaksa tumbang lagi dengan peristiwa kebakaran yang terjadi untuk kesekian kalinya.
Saya nggak tahu, apakah setelah kebakaran ini, nantinya Glodok Plaza akan dihidupkan kembali, atau malah dialihfungsikan menjadi bangunan lain. Yang jelas, sebagai warga Jakarta yang punya banyak kenangan di Glodok Plaza, saya merasa berduka dengan musibah yang terjadi di sini. Saya juga turut menghaturkan belasungkawa bagi seluruh korban. Dan saya berharap, semoga Glodok Plaza bisa segera “hidup” kembali.
Penulis: Fajar Ferdiansyah
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mal Jakarta Timur seperti dari “Planet yang Lain” Dibanding Mal Jakarta Selatan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.