Purwokerto semakin dilirik sebagai salah satu daerah yang “katanya” nyaman dan cocok dijadikan sebagai tempat tinggal. Bahkan, Tempo memasukkan Purwokerto sebagai salah satu dari enam kota yang nyaman untuk pensiunan. Popularitasnya semakin meningkat setelah beberapa public figure berpendapat serupa. Salah satu yang paling viral ketika Pandji Pragiwaksono yang menilai bahwa Purwokerto setara dengan Jogja, tapi versi yang lebih nyaman.
Klaim ini tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar juga. Purwokerto tidak semenarik itu kalau hal-hal ini masih saja terjadi dan tidak diatasi. Berikut adalah alasan mengapa pilihan untuk hidup di Purwokerto perlu dipertimbangkan lagi sebelum menyesal.
Daftar Isi
Upah kecil, biaya hidup tidak lagi murah
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/45 Tahun 2024, per Desember kemarin Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Jawa Tengah mengalami kenaikan, termasuk juga UMK di Banyumas. Meski begitu, kenaikan ini tidak begitu berarti jika harga barang juga turut mengalami peningkatan.
Meskipun Purwokerto tidak semahal kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, harga barang dan jasa di kota ini tidak bisa dibilang murah. Produk-produk tertentu, terutama yang berasal dari luar kota, sering kali memiliki harga yang tinggi karena biaya distribusi. Selain itu, untuk layanan tertentu seperti kuliner modern atau hiburan, harga di Purwokerto sering kali hampir sama dengan kota besar. Jika tren ini terus berlanjut, Purwokerto bisa kehilangan daya tariknya sebagai kota yang dianggap “murah” oleh banyak pendatang.
Minimnya peluang kerja untuk kaum muda di Purwokerto
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Banyumas pada bulan Agustus 2024 sebesar 6,18 persen atau sebanyak 60.940 orang. Angka ini menurun sebesar 0,17 persen dibanding tahun 2024. TPT merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja dan menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja.
Meskipun lebih sedikit dari sebelumnya, bukan berarti masalah ini selesai begitu saja. Jika dibanding dengan TPT di Kabupaten/Kota lainnya di Jawa Tengah, TPT Banyumas tergolong tinggi mengingat rata-rata TPT di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah untuk tahun 2024 hanya sebesar 4,78 persen.
Kesempatan kerja di Purwokerto juga masih sangat terbatas. Kota ini tidak memiliki banyak perusahaan besar atau industri manufaktur seperti tetangganya, Cilacap atau Purbalingga. Dilihat dari data Tingkat Kesempatan Kerja (TKK), Banyumas memiliki kecenderungan tren menurun sejak 2019 sampai 2023. Peningkatan baru sedikit terjadi di 2024.
Sebagian besar lapangan kerja di Purwokerto berada di sektor usaha kecil dan menengah yang menawarkan gaji tidak begitu kompetitif, terutama bagi generasi muda. Hal ini memaksa banyak lulusan baru untuk merantau ke kota besar demi mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih layak. Kurangnya variasi dalam pilihan karier juga membuat banyak anak muda Purwokerto merasa kurang termotivasi untuk mengembangkan potensi mereka di kampung halaman sendiri.
Tukang parkir di mana-mana
Salah satu masalah yang masih menjadi keresahan warga Purwokerto sampai saat ini adalah maraknya parkir liar. Selain populasi orang berbahasa ngapak yang tersebar di mana-mana, tukang parkir di Purwokerto juga ada di mana-mana. Pungutan terkait parkir tersebut tersebar di berbagai lokasi, mulai dari minimarket, toko kelontong, tempat makan, hingga ATM tak luput dari keberadaan tukang parkir. Bahkan, tukang parkir juga ada pada gerobak-gerobak jajanan kecil seperti es teh di pinggir jalan.
Praktik pungutan liar ini tidak hanya mengganggu, tetapi juga menjadi beban tambahan bagi masyarakat. Jika tidak segera diatasi, masalah ini dapat merusak citra Purwokerto sebagai kota yang nyaman dan ramah bagi semua lapisan masyarakat.
Macet di jam sibuk, “slow living” di Purwokerto adalah fana
Seiring berkembangnya Purwokerto, konsep slow living mulai menjadi mitos yang sepertinya tidak akan terjadi. Pembangunan infrastruktur yang pesat membuat aktivitas kota semakin sibuk. Alhasil, kemacetan di jam-jam sibuk sudah mulai menjadi hal yang akrab terjadi di Purwokerto.
Kemacetan ini membuat perjalanan menjadi tidak efisien dan membuang waktu. Meskipun masalah ini mungkin tidak sebesar yang terjadi di kota besar, bagi penduduk atau pengunjung yang terburu-buru, ini bisa menjadi hal yang cukup mengganggu.
Masalah-masalah ini akan semakin parah jika tidak diatasi. Untuk itu, pemerintah setempat perlu mengambil langkah nyata segera agar Purwokerto benar-benar “nyaman” sebagai tempat tinggal dan ramah bagi semua masyarakat.
Tidak dimungkiri Purwokerto memang memiliki pesonanya tersendiri. Namun, layaknya daerah-daerah lain, Purwokerto juga memiliki kekurangan yang tidak bisa terus menerus diabaikan. Masalah-masalah seperti upah kerja yang kecil, lapangan kerja sedikit, pungli, juga kemacetan menjadi tantangan yang perlu diatasi.
Dengan perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat yang mendukung perubahan, Purwokerto memiliki potensi untuk menjadi kota kecil yang tidak hanya nyaman, tetapi juga ideal sebagai tempat tinggal. Semoga berbagai masalah yang ada bisa segera diperbaiki sehingga Purwokerto bisa menjadi rumah yang lebih baik bagi semua warganya.
Penulis: Aprilia Ani Fatimah
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.