Orang Kediri dan Malang sepertinya tahu hal ini. Ketika melakukan perjalanan dari Kediri ke Malang melalui Kasembon, tentu saja akan melewati daerah Ngantang dan Pujon melalui jalur Payung. Dua daerah tersebut terkenal dengan jalurnya yang berkelok-kelok dan dipenuhi oleh tikungan tajam khas pegunungan. Sayangnya, jalanan tersebut tidak didukung oleh penerangan yang memadai.
Sebagai pelajar yang hampir setiap minggu pulang ke kampung halaman melalui jalur tersebut, susah sekali rasanya untuk tetap diam kala melintasi jalanan yang gelap gulita—jalur Ngantang dan Payung. Bukannya tidak ada niatan untuk pulang kala matahari masih terang, namun ada beberapa kondisi mendesak yang membuat saya dan beberapa teman untuk pulang kala hari sudah gelap.
Bahkan penyuka kegelapan seperti saya tidak bisa menikmati apa yang dipersembahkan oleh Pemerintah Kabupaten Malang melalui jalanannya. Secercah cahaya baru muncul ketika ada warung-warung milik warga sekitar yang masih buka di malam hari. Itu pun kalau memang benar-benar “manusia” yang membuka warungnya.
Mencari alasan dari minimnya penerangan di area Ngantang dan Payung
Entah apa maksud Pemerintah Kabupaten Malang yang tetap membiarkan jalanan area Ngantang dan Payung tetap gelap. Apakah mungkin stakeholders terkait ingin mengadakan uji nyali di tepian jurang bagi pengendara yang melintas di malam hari? Ide yang bagus, tapi tidak diiringi dengan eksekusi yang matang.
Wos howos-howos, bablas nyowone!
Tindakan membiarkan jalannya gelap gulita oleh Pemerintah Kabupaten Malang merupakan tindakan yang perlu diapresiasi oleh para pengguna jalan yang melewati daerah Ngantang dan jalur Payung. Bagaimana tidak, Pemerintah Kabupaten Malang telah membantu pengendara untuk melakukan senam jantung setiap melewati tikungan yang ada. Tindakan yang sungguh mulia dari Pemerintah Kabupaten Malang.
Baca halaman selanjutnya: Habis gelap terbitlah terang…