Bulan Ramadan dapat dikatakan sudah setengah jalan—mendekati hari lebaran—ada beberapa pertanyaan template yang muncul dan harus dihindari karena harus diakui bukan lagi menjadi momok, tapi juga menyebalkan. Bosan rasanya mendengar pertanyaan yang terus diulang—bukan hanya saat lebaran, bahkan hari lain pun masih seringkali ditanya.
Biasanya ada tiga pertanyaan utama yang bagi saya pribadi membosankan—pertama, kapan lulus atau wisuda, kedua, kerja di mana sekarang, ketiga, pacarnya mana kok nggak dibawa. Memang semuanya mungkin hanya basa-basi semata sebelum memulai obrolan lebih jauh dan akrab. Tapi harusnya kebiasaan ini bisa diredam dengan berbincang hal lain—diskusi tentang apa fungsi Puskesmas dan Posyandu dalam masyarakat dan bagaimana dampaknya jika tidak ada support dari karang taruna setempat, misalnya.
Dikarenakan model pertanyaan yang template dan itu-itu saja, jawaban dari saya pun—sewaktu masih jomblo dan pengangguran—ya itu-itu saja. Untuk pertanyaan kapan lulus, jawaban dari saya biasanya, “iya, ini lagi skripsi, dosennya susah ditemui”.
Ketika sudah lulus dan belum kerja, jawaban andalan saya adalah, “iya, belum ada panggilan lagi padahal udah kirim lamaran kerja”. Ya, walaupun yang saya kirim hanya dua lamaran, sih, tentu peluang dapat panggilan wawancara sangat minim.
Untuk pertanyaan ketiga soal pacar yang tidak dibawa saat lebaran, awalnya saya dengan polos menjawab, “belum punya pacar”. Lambat laun, saya mulai berpikir, kalaupun saat itu saya punya pacar, pastinya punya agenda kumpul dengan keluarga juga, jadi kecil kemungkinan untuk sekadar datang—apalagi hanya untuk dipamerkan.
Setelah saya memikiran jawaban apa yang sebaiknya diberi mengenai kapan punya pacar atau kenapa pacarnya tidak dibawa saat lebaran, akhirnya ada istilah yang pas untuk diberitahu kepada sanak keluarga, orang tua, juga saudara yang lain. Quirkyalone, istilah yang merujuk kepada seseorang yang nyaman dengan kesendiriannya, karena lebih memilih fokus dengan apa yang dikerjakan atau ada hal lain yang lebih penting dibanding hanya sekadar memikirkan kesendirian—pacar.
Yah, semacam jargon “I am single and very happy”, tapi lebih asing bagi orang lain. Jika istilah itu diinfokan kepada para orang tua—paling tidak bisa disampaikan secara diplomatis—agar tidak ada pertanyaan lanjutan yang membingungkan. Paling istilahnya (quirkyalone) saja yang agak membuat bingung. Setidaknya pertanyaan soal jodoh bisa diredam.
Seseorang yang menobatkan diri sebagai quirkyalone tidak ingin sembarang dalam memilih pasangan alias selektif untuk meminimalisir rasa sakit hati yang tidak perlu dirasakan. Jadi, tidak ada istilah yang penting punya pacar. Justru, tidak apa-apa jomblo yang penting bahagia—masih bisa kumpul dengan teman-teman yang lain dan melakukan hal yang berguna bagi diri sendiri pun orang lain.
Bila diantara kalian adalah pembaca setia Mojok, ada satu tulisan dari Cepi Sabre yang menegaskan bahwa, “setiap orang boleh jadi bajingan, tapi habiskan jatah bajinganmu ketika kamu masih jomblo supaya di masa depan nggak nyusah-nyusahin anak dan istrimu”, pada artikel yang berjudul “Habiskan Jatah Bajinganmu Selagi Jomblo”. Tulisan dan beberapa quote-nya tentu bisa menjadi rujukan bagi kalian yang masih belum tahu harus menjawab apa dengan pertanyaan soal kejombloanmu. Mudah-mudahan dengan alasan itu, tidak ada lagi yang mempertanyakan tentang status hubunganmu.
Jika sudah bingung dengan alasan duniawi yang ada, sekalian saja diinfokan bahwa kita adalah bagian dari komunitas Indonesia Tanpa Pacaran. Jangan lupa juga untuk tetap stay membuka laman akun Instagramnya, sebab jika mentok dan tidak tahu apa alasan selanjutnya yang harus dibeberkan, tinggal mengutip saja caption yang ada di sana. Sekaligus berdakwah dalam diam. Atau, bisa juga disampaikan bahwa gelar jomblo yang didapat terinspirasi dari tagar yang diramaikan oleh Felix Siauw di akun medsosnya, yakni #UdahPutusinAja. Sehingga status berpacaran pun lenyap seiring dengan ramainya tagar tersebut dan kalian lebih memilih untuk memutuskan hubungan dengan pacar lalu mencoba untuk berhijrah.
Bagi saya—yang sejujurnya—tidak tahan jika harus berlama-lama sendiri, rasanya tidak layak mengklaim diri sebagai quirkyalone, mengaku ikut komunitas Indonesia Tanpa Pacaran, atau pengikut cermah dari Felix Siauw. Apalagi dahulu sempat berpacaran dengan seseorang 17 bulan lamanya dan akhirnya putus, lalu satu bulan kemudian sudah memulai kembali hubungan yang baru dengan orang lain. Bukan karena sok playboy dan tamvan—lebih kepada, saya menghayati dan mengaplikasikan sebuah lagu dari band asal Massachusetts, Boys Like Girls – Two is Better Than One dalam kehidupan sehari-hari.