Barbershop memiliki sejarah yang panjang baik di Indonesia maupun di dunia. Barbershop cukup dekat kaitannya dengan potong atau pangkas rambut. Menurut beberapa sumber, potong rambut disebut sudah muncul sejak zaman purba, bahkan sebelum Robert Hincliffe menemukan gunting pada 1761 di Inggris.
Di Indonesia, tapak tilas tukang pangkas rambut bisa ditemukan dalam dokumentasi foto tempo dulu milik Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV) yang berada di Leiden, Belanda. Pada periode 1911-1930, ada foto orang Madura di Surabaya yang menjadi tukang cukur. Serta, ada foto tukang cukur asal Tiongkok di Medan.
Selain itu, tukang cukur rambut tempo dulu di Indonesia selalu mangkal di bawah pohon. Tidak ada atap, tidak ada bangunan, bahkan jangan berharap ada rebonding dan keramas. Namun, biasanya harganya lebih terjangkau dan pas buat orang-orang berkantong tipis.
Kalau dibahas semua mungkin sejarah potong rambut akan sangat panjang. Tapi, bagaimana dengan barbershop? Kata barbershop sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu Barba yang berarti janggut. Zaman dulu, janggut identik dengan simbol kekuatan serta kecerdasan sehingga harus dirawat secara teratur.
Barbershop berkembang pada abad pertengahan di Eropa. Saat itu, para tukang cukur yang memang sudah memiliki barbershop nggak cuma memotong rambut. Tetapi, menyediakan jasa cabut gigi, operasi, pembedahan, sampai sedot darah dengan lintah. Menurut beberapa literatur, orang pertama yang sukses menjadi tukang cukur adalah seorang ahli bedah asal Prancis bernama Ambroise Pare yang hidup pada 1510-1590.
Pemerintah Prancis yang melihat potensi para tukang cukur ini pun langsung memberlakukan izin kepada para mereka untuk mendirikan serikat pekerja. Bahkan, sampai memberikan izin untuk mendalami ilmu bedah profesional di sebuah fakultas kedokteran di Paris University. Sehingga, para tukang cukur yang sebelumnya amatir pun menjadi ahli bedah yang kalau sekarang biasa disebut dokter bedah.
Menurut sumber yang lain, sejarah barbershop bermula pada revolusi industri abad ke-18 yang telah memunculkan kelas pekerja di Eropa. Pada periode ini, pegawai pabrik dilarang memiliki rambut gondrong. Alasannya sebelas-duabelas dengan guru BK kita zaman sekolah, yaitu identik dengan gelandangan dan kaum kriminal.
Makanya, para orang kaya di Eropa selalu menampilkan diri sebagai sosok terhormat dengan cara memotong pendek rambutnya. Hingga akhirnya, mencukur rambut menjadi kebutuhan di masyarakat sampai sekarang. Bahkan, di Indonesia tempo dulu sempat ada razia rambut di jalanan.
Seiring berkembangnya zaman, barbershop pun semakin besar. Dalam sisi bisnis, barbershop jelas memiliki perbedaan yang kontras dengan tukang cukur tradisional. Barbershop punya fasilitas dan pelayanan yang lebih beragam dan baik. Mulai dari keramas, sampai pijat kepala.
Nggak cuma itu, barbershop pun ikut serta dalam perkembangan fashion dari zaman ke zaman. Mungkin sebagian dari kamu pernah meminta tukang cukur untuk memotong rambut seperti David Beckham dengan gaya mohawk-nya pada tahun 2000-an.
Hal itu pun memunculkan profesi lain yaitu kapster atau penata rambut. Kapster ini tugasnya cukup krusial dalam dunia barbershop. Mulai dari konsultasi rambut, perawatan rambut, merekomendasikan produk rambut, sampai menganalisis gaya rambut yang cocok berdasarkan bentuk kepala.
Dengan demikian, para kapster pun perlu mengasah keahliannya dalam dunia hairstyling. Sehingga, beberapa di antara mereka pun perlu mengikuti kursus dan mendapatkan sertifikat tanda memiliki keahlian sebagai kapster. Meskipun demikian, nggak semua barbershop memiliki kapster. Biasanya kapster bertugas di salon kecantikan, sehingga barberman yang biasa menggantikan tugas kapster di barbershop.
Jadi, tukang cukur itu bukan pekerjaan yang biasa-biasa saja. Dari sejarahnya pun mereka berasal dari orang yang ahli bedah juga. Selain itu, barbershop pun bukan berarti keren-isasi tukang cukur biasa. Mereka yang naik kelas menjadi barberman memiliki keahlian yang lebih baik. Mereka bisa bikin rambut kamu mirip sama Cristiano Ronaldo walaupun wajah kamu tidak mendukung.
Rambutnya lho, bukan wajah.
Penulis: Muhammad Afsal Fauzan S
Editor: Rizky Prasetya