Kali ini saya sepakat dengan Fadli Zon. Ibu kota baru sebaiknya memang di Jonggol. Bukan sebagian Kutai Kartanegara dan Penajam. Karena Jonggol bukan sembarang daerah. Ia menyimpan banyak peristiwa besar. Yang paling mudah kita temui terdapat dalam lagu GnR, Welcome to the Jungle.
Sebenarnya Axl Rose, penulis liriknya, memberi judul Welcome to the Jonggol. Namun, karena orang Amrik si produser yang merilis lagu tersebut terlalu yakin maksud Axl adalah “jungle”, maka begitulah kemudian dia menuliskannya dalam susunan lagu di album Appetite for Destruction. Publik dunia yang selalu kagum dengan segala hal berbau Amrik, pun tak protes. Mereka menyukainya. Seperti halnya orang Israel tak protes Kuil Solomon di Jawa berubah menjadi Sleman, karena mereka tahu “Jawa” sama dengan “Jew” yang berarti Yahudi dan mereka pun menamai ibukota negaranya dengan Tel Aviv of Yava yang tak lain maksudnya adalah Tela Wit Jawa atau ketela dari Jawa. Lokasi yang kini menjadi pusat pemerintahan Israel itu adalah sebuah lembah. Banyak tanaman ketela dari Jawa. Dibawa kerabat jauh para Yahudi Israel. Makanya diberi nama demikian.
Sampai di sini kalian mungkin menganggap saya sudah melantur terlalu jauh dari pokok bahasan, Jonggol. Demi tuhan, Adam, dan Hawa, tidak. Hubungan dekat Israel, Yahudi, dan Jawa harus saya tuliskan di sini karena berkaitan erat dengan Jonggol. Nanti di akhir tulisan ini kalian akan mengerti. Sekarang, biarkan saya lanjutkan cerita di balik lagu Welcome to the Jungle. Lagu ini sebenarnya mengisahkan seorang gadis yang ditemui Axl saat berkunjung, kalau bukan nyasar, ke Jonggol.
Dua bulan sebelum bertemu gadis itu, Axl dalam kondisi kreativitas yang mampet. Beragam cara dicobanya untuk mengembalikan kejernihan pikirnya dan ketajaman hatinya. Mabuk, narkoba, seks, meditasi, menjajal semua agama. Semua gagal. Axl akhirnya memutuskan pelesiran setelah seorang kawannya menyatakan, “pengembaraan memberikan ilham.”
“Kemana aku harus mengembara?”, tanya Axl.
Kawannya menunjuk pada peta yang terpampang di dinding kamar Axl. Tepat di peta Jawa Barat. Axl mengangguk setuju dan pergi ke Jawa Barat tiga hari setelahnya. Setelah lebih kurang dua bulan keliling Jawa Barat, Axl sampai Jonggol.
Gadis itu sedang menunggu angkot saat melihat Axl kebingungan di pinggir jalan. Ia menghampiri Axl. Sambil tersenyum ramah ia mengatakan, “welcome to the Jonggol, Mister.” Sebenarnya dia juga bilang, “can i help you?” Tapi si gadis dan Axl tak pernah mengingat ucapan itu lagi, sebab kemudian mereka saling jatuh cinta dan kalian tahu lah bagaimana sepasang kekasih yang kasmaran menjalani hari. Pengalaman indah dengan si gadis itulah yang tertuang di lirik lagu “Welcome to the Jonggol” atau lebih dikenal dengan “Welcome to the Jungle.” Khusus lirik “nanana knees knees” di refrain lagu, adalah kenangan Axl tentang si gadis yang doyang bilang “dengkulmu” guna mengejek celana robeknya.
Namun, akhirnya mereka berpisah. Sampai akhirnya mereka bertemu lagi saat konser GnR di Jakarta tahun lalu. Makanya diberi tajuk ‘Not In This Lifetime’. Karena Axl belum tentu bisa bertemu gadis itu lagi di kemudian hari. Di belakang panggung, tanpa diketahui wartawan musik manapun termasuk Nuran Wibisono yang sibuk nangis usai mendengar lagu-lagu patah hati GnR, mereka melepas rindu.
“Percaya kan Jonggol akan selalu mempertemukan kita?”, tanya si Gadis.
Axl menjawabnya dengan anggukan kepala. Tapi, pikirannya mengingat kembali ucapan si gadis bertahun-tahun sebelumnya tentang keistimewaan Jonggol. Begini kata si gadis:
Jonggol berasal dari kata Jong Gold. Artinya pemuda emas. Karena dulu di Jonggol banyak pemuda bertalenta. Bahkan, sebenarnya inisiator utama Kongres Pemuda 1928 yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Sumpah Pemuda, adalah para Jong Gold. Hanya saja mereka lebih suka bekerja di balik layar. Mereka yakin pada pepatah: diletakkan di tumpukan tai pun, emas tetaplah emas. Jadi, tanpa perlu menonjolkan diri mereka tetap menjadi pemuda bertalenta emas. Keyakinan yang bodoh sekali, sebab mereka lupa hanya nama-nama besar dan mau menonjolkan diri lah yang tertulis dalam buku sejarah. Hasilnya mereka mesti ikhlas tak tertulis dalam sejarah bangsa ini, melainkan Sugondo Djoyopuspito, Yamin, Supratman, dll yang perannya tak penting-penting amat.
Salah satu anggota dan pentolan Jong Gold adalah keluarga Netanyahu. Benar, keluarga perdana menteri Israel saat ini, Benjamin Netanyahu. Tak jelas siapa saja keluarga Netanyahu yang aktif di Jong Gold saat itu. Namun, masyhur cerita bahwa Netanyahu bukan sekadar nama keluarga, melainkan juga julukan.
Konon, moyang keluarga Netanyahu benar-benar tak menguasai bahasa Sunda saat pertama menginjakkan kaki di Jonggol. Mereka hanya menguasai bahasa Ibrani. Orang-orang pun menjulukinya “nteu nyaho” yang artinya “tak tahu” atas ketidaktahuannya atas apapun. Lama kelamaan julukan itu menjadi nama belakang tak resmi keluarga mereka. Misalnya, si x dari keluarga Netanyahu akan mendapat julukan “X nteu nyaho”. Hingga akhirnya mereka, kurang jelas turunan ke berapa, meresmikan sendiri julukannya sebagai nama keluarga dengan sedikit penyesuaian menjadi Netanyahu.
Sebab keluarga Netanyahu pada dasarnya ulet, salah satu di antara mereka sukses berbisnis ketela Jawa hingga ke negeri asalnya: Palestina. Ketika terjadi Deklarasi Balfour pada 1917, sebagian keluarga Netanyahu yang sudah berada di Palestina merasa perlu mengambil keuntungan. Mereka menjadi penyokong perjuangan Zionis mendirikan negara Yahudi dan mendapat pengakuan politik. Saat proklamasi Israel pada 1948, keluarga Netanyahu sudah memiliki posisi politik penting. Bahkan, tanah yang mereka diami dihibahkan menjadi lokasi ibukota negara: Tel Aviv of Yava. Sampai akhirnya turunan mereka menjadi perdana menteri.
Bagi mereka yang mengerti cerita itu, pasti mudah memahami kenapa hubungan dagang Indonesia-Israel baik-baik saja meskipun tak memiliki hubungan diplomatik. Alias, di luar nampak bermusuhan, di dalam saling berbagi cuan.
Kini, setelah mempertemukan si gadis dan Axl, Jonggol menunggu menjadi ibukota baru negeri ini seperti usul Fadli Zon yang tak lain adalah kawan seperjuangan si gadis: Neno Warisman.
Begitulah kiranya usul Fadli Zon patut didukung dan dipertimbangkan.(*)
BACA JUGA Wacana Pindah Ibu Kota di Tengah Tekanan Bisnis Sawit dan Batu Bara atau tulisan Ahsan Ridhoi lainnya. Follow Facebook Ahsan Ridhoi.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.