Awalnya saya tidak peduli dengan kisah para mahasiswa yang berlalu lalang di media sosial. Ada yang bilang teringat selendang mbaknya, tempatnya serem, nggak mau kalau KKN di sana lah dan hal lainnya yang tiba-tiba mengubah semua orang menjadi pendongeng.
Saya mati gaya ketika teman sekantor tiba-tiba mengobrolkan tentang cerita KKN di desa penari tersebut. Blank alias nggak tau harus menjawab apa. Lha wong saya lebih suka melihat komen para netizen dibandingkan membaca ceritanya.
Nggak mau dong saya nyerah gitu aja. Mau ditaruh mana muka saya? Ditaruh di hati mantan calon gebetan aja mereka jijik setengah mati kok. Saya bergegas menyambar telepon pintar dan membuka facebook. Teringat akan postingan teman saya yang memiliki link cerita yang konon horor tersebut.
“Wohhh, kalau ini ngeri tenan. Horor tenan bro, puoooll,” jawaban sekenanya saya luncurkan kepada teman saya. Padahal baru saya judulnya saja.
“Iyo, kalo ini ngeri tenan. Nggak wani membaca sendirian,” teman saya merespon. Perasaan lega saya muncul, muka tidak jadi hilang. Dia percaya dengan ucapan saya. Hanya saja kuota yang hilang. Syemmmm…
Mau tidak mau saya yang seharusnya serius bekerja menjadi teralihkan. Demi menuntaskan cerita horor tersebut. Kalimat demi kalimat saya baca dengan detail. Dan ternyata memang ini benar-benar cerita horor.
Setelah menuntaskan membaca petualangan Widya, Nur, Bima, Ayu dan teman-teman lainnya saya memiliki beberapa kesimpulan mengenai cerita horor yang sedang banyak dibicarakan tersebut. Berikut akan saya simpulkan beberapa di antaranya. Mohon maap ini bukan spoiler ya, silakan disimak :
- Penulisnya ini suka mainan rahasia-rahasiaan, suka deh
Cerita KKN ini memang sengaja dirahasiakan tempatnya. Sebuah treatment buat kalian yang hobi kepo maka cerita ini cocok kalian baca. Bayangkan saja inisial tempat hanya J atau B saja, semuanya disensor. Setidaknya traffic Google Maps dan Google meningkat tajam. Mereka mencoba menerka kota dan tempat yang dimaksud. Tetapi penulis ini juga hobi gantungin kita-kita para pembaca. Yang terjadi sekarang ini malah saling ngeyel antara sesama pembaca, mereka beradu argumen dengan temuan yang didapati. Yasudahlah, terus-terusno ae.
- Ketika typo malah menjadi hobi
Poin kedua ini berkaitan erat dengan poin sebelumnya. Penulis menggunakan alasan typo alias salah ketik untuk menyamarkan tempat dan kejadian yang sesungguhnya terjadi. Jelas ini sebuah anomali! Ketika penulis cerita lainnya berusaha menghindari salah ketik, si penulis ini malah menjadikan typo sebagai hobi dan strategi. Tetapi ya, ada juga nilai positifnya. Ketika minat baca bangsa ini sedang lesu, cerita ini setidaknya membuat orang-orang menjadi suka membaca. Kalau misalnya saat ini disurvei tentang minat literasi mungkin bisa menyodok ke papan atas. Ya gimana nggak semuanya menjadi mendadak membaca. Mungkin lho ya, sekali lagi mungkin.
- Mengangkat nilai lokalitas
Penulis cerita ini juga lihai dalam memainkan nilai lokalitas. Mirip kayak film Yowes Ben yang menggunakan bahasa Jawa Timuran. Melalui narasi yang dibangun oleh penulis dengan nuansa Jawa Timur, penulis mampu menembus batas-batas yang ada. Pembaca “dipaksa” untuk masuk ke dalam dunia cerita yang sedang dibangunnya. Kalau nggak nyambung dengan penafsiran kita ya wajar saja. Sebagai sesama orang Jawa saja saya juga mengalami kesulitan memahami bahasa yang disajikan. Apresiasi kepada sang penulis yang telah berani mengangkat lokalitas. Ciamik! Siapa tau ke depannya tempat KKN misteri tersebut malah menjadi destinasi wisata, kan nggak ada yang tau juga kan?
- Mempersatukan bangsa ini
Ini dia salah satu hal yang saya demen. Lewat cerita horor KKN di desa penari ini, para netizen bisa akur dan saling berbagi link. Ya setidaknya link yang dibagikan bukan link video. Biasanya bangsa ini akan kompak ketika ada link video yang kayak gitu deh. Ini bisa diliat dari obrolan yang sering saya dengar di sekitar. Hampir semuanya membicarakan KKN di desa mistis tersebut. Tetapi sebenarnya ini menjadi mudah tersebar karena bertepatan dengan waktu KKN di univeritas-univeritas. Setidaknya ada kedekatan dengan kisah tersebut. Entah mereka sedang di tempat KKN atau sudah penarikan kembali ke kampus. Hal ini dikarenakan karena mereka pernah atau sedang ngalami.
- Janganlah “nganu” di sembarang tempat
Sebuah cerita tentunya memiliki pesan moral yang disampaikan. Cerita KKN di desa penari ini memberikan sebuah pesan yang sangat kuat dan selalu menjadi pengingat. Bahwa ketika ingin “nganu” jangan asal-asalan menuruti nafsu semata. Lihat yang terjadi antara Bima dan Ayu. Mungkin di tengah-tengah kegabutan mengerjakan proker mereka kepikiran melakukan hal kayak gituan. Mereka jugalah yang menanggung risikonya. Jadi teringat akan pepatah Jawa yang mengatakan empan papan yang artinya adalah semua tindakan itu ada tempatnya masing-masing. Itulah kenapa ada baiknya kita semua mengetahui etika dan budaya yang berlaku di masyarakat. Setiap masyarakat pasti dan akan selalu memiliki budaya yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Akhir kata melalui tulisan ini saya hanya ingin mengatakan bahwa sebuah cerita horor itu bisa dipercaya atau tidak bergantung sudut pandang masing-masing. Janganlah memaksakan pendapat kepada orang lain. Mereka juga punya hak untuk mengembangkan imajinasinya masing-masing. Bagi saya yang lebih mengerikan adalah ketika sudah memperjuangkan cinta selama bertahun-tahun tetapi berakhir dengan mendapati dirinya menikah dengan lelaki lain. Horor kan? (*)
BACA JUGA KKN di Desa Penari Versi Ketiga atau tulisan Diaz Radityo lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.