Mendekati hari raya asmara alias valentine, entah kenapa aku malah merasa sedikit melankolis. Hujan setiap hari, bau tanah basah, segenggam kopi dan gula, mulailah aku mengenang-ngenang kembali tentang cerita masa lalu yang sudah rampung sejak lama. Sebelum lebih lanjut ngegibahnya, aku ingin mengatakan bahwa Tuhan adalah sebaik-baiknya zat yang menutup aibmu. Namun, ada juga sosok yang terbiasa menutupi aibmu, yaitu mantan, dia merupakan sosok gaib nan mistis di hidupmu tapi dia nyata. Ya tapi sosok ini kadang bongkar aibmu yang penuh kisah amburadul. Maklum, namanya juga manusia yang penuh khilafnya, canda khilaf hehehe. Ketika aku menulis artikel ini, tanganku gemetaran, pikiranku ke mana-mana, takut mantan murka dan ngambek. Eh, tapi, kangen juga sih ngadepin dia yang ngambek kayak dulu. Belum lagi kalau mengingat bagaimana kami bersinggungan dengan mitos candi prambanan.
Tidak ada cara melupakan yang sempurna, apalagi tentang orang yang sudah lama menemani, memahami, dan menerima kita yang random. Semisal menemani nonton Doraemon di usiamu yang sudah senja, memahami kenapa chat telat dibalas karena kamu sibuk nge-game, atau menemanimu sarapan bubur, tapi diaduk padahal dia golongan bubur nggak diaduk hmmm sabar banget nggak tuh.
Terkadang aku berpikir, “Dulu kami berusaha untuk saling membahagiakan, tapi sekarang kami berusaha untuk saling melupakan. Maka untuk apa sih pertemuan kami terjadi?” Tuhkan malah jadi melankolis.
Serius sih, LDR itu susah-susah gampang dijalani, tapi lebih banyak suuzannya sih. Bayangin saja, semisal habis maghrib pacarmu lihat teman-temannya pergi nyari makan bareng pasangannya, sedangkan pacarmu membatin, “Yaaah andai kamu deket,” sambil garuk-garuk kepala. Atau ketika dia sakit, kamu mungkin cuma bisa ngucapin, “Cepat sembuh yah.” Mungkin di sana ada orang yang nemenin, ngecek panas tubuhnya dengan menempelkan telapak tangan di keningnya, nyuapin dia makan. Tuh kan aku malah suuzan ke mantanku.
Tapi, di antara cerita-cerita itu, yang paling berkesan adalah ketika dua insan bisa menaklukkan rindu dengan temu, aseeek. Rindu juga pernah membuat mantanku menjadi sosok yang nekat. Tubuhnya yang kecil dan dia yang masih nangisan saat itu, mengabari kalau akan ke Jogja dengan teman-temannya untuk beberapa hari. Jogja-Semarang memang dekat sih, tapi kesibukan yang membuat kami tidak bertemu berbulan lamanya.
Aku pernah mendengar mitos Candi Prambanan, “Barang siapa yang pergi dengan pasangan ke Candi Prambanan, kemungkinan hubungan tersebut akan putus.” Sebenarnya aku agak percaya nggak percaya soal mitos ini sih. Tapi, saat aku iseng nyari testimoni tentang mitos Candi Prambanan, aku malah jadi ngeri sendiri.
Ya mosok hubungan yang sudah bertahun-tahun kandas karena Candi Prambanan?! Jadi ketika pacarku minta rekomendasi tempat mana saja yang bagus di Yogyakarta, aku menyebutkan tempat-tempat lain tanpa menyebutkan candi Prambanan. Buat jaga-jaga aja, Bos.
Singkatnya kami bertemu, seperti biasa aku memiliki ritual menjitak kepalanya. Selain tanda sayang, juga untuk memastikan bahwa aku tidak berpacaran dengan kuntilanak, takutnya ada paku di balik kerudungnya hiii. Malam itu berlangsung lancar, kami yhang-yhangan seperti anak bau kencur pada umumnya. Yaaa ngopi, yaaa ngobrol, yaaa menanyakan apakah di rantau nan jauh di sana ada yang mencoba merebut hatinya dariku, ceileeeh.
Pagi harinya rencanaku amburadul. Memang sih ya Candi Prambanan tuh ikonik banget di Yogyakarta. Aku nggak tega bilang “Jangan ke Candi Prambanan ya, aku nggak mau kita putus.” Tapi aku nggak mau ngerusak qtime mbak mantan dengan teman-temannya. Jadi ya madhep mantep ora bakal dadi tatu aaamin. Kami pun memutuskan pergi ke Prambanan.
Teman-temannya lebih dahulu ke Candi Prambanan, mereka mah enak cewek semua jadi nggak kepikiran soal mitos Candi Prambanan yang melegenda ini. Tapi, aku di atas motor yang boncengin dia masih saja kepikiran, “Bener nggak ya, bener nggak ya?”
Setelah puas muter-muter Jogja dan nyoto bathok di Sambisari, akhirnya dengan penuh tekad, mental kuat, wirid dan zikir, aku bawa dia ke candi Prambanan. Tapi, kami hanya berputar-putar tanpa memasuki kompleks candi. Aku yakin banget dia membatin, “Nih anak nggak punya duit kali ya sampai aku nggak diajak masuk. Padahal di dalam, teman-temanku pada foto-foto. Ini malah diajak muter-muter di luar doang.”
Tentu saja aku punya uang lah, aku hanya berikhtiar menjaga hubungan kita, Kekasih. Ceileeeh. Untung saja dia mau mengerti tanpa aku jelasin fafifu fafifu, tapi sebagai gantinya aku ajak dia keliling lagi, ya yang pasti dengan hatinya yang nggerundel jauh-jauh ke Yogyakarta, tapi nggak masuk ke Prambanan. Padahal tinggal beli tiket doang, hehehe seandainya kamu tahu.
Setelah rencanaku menjadi amburadul, sempat saja aku membatin, “Kalau cuma ‘di luar’ biasanya mitos Candi Prambanan nggak bisa manjur deh.” Maksudnya, kan kami nggak masuk ke dalam area candi, kemungkinan mitosnya nggak mempan, gitu. Jangan mikir macam-macam lho. Tapi, ya yang namanya garis hidup sudah dirancang oleh Tuhan. Kami tetap saja tuh putus. Aku sih mikirnya ini bukan tentang mitos Candi Prambanan, tapi karena aku yang sudah membosankan.
Sejenak pernah aku membatin, “Ketika aku dan dia berpisah, itu tandanya Tuhan sedang mempersiapkan jodoh yang lebih baik, untuknya.” Semoga kamu dan pacarmu yang sekarang main ke Candi Prambanan dan sampai masuk ya, aaamin.
*Kencan Amburadul adalah segmen khusus, kisah nyata, momen asmara paling amburadul yang dialami penulis Terminal Mojok dan dibagikan dalam edisi khusus Valentine 2021.
Photo by Florian Hahn via Unsplash
BACA JUGA Selain Weton Tak Cocok, Mitos Mbangkèl Juga Bisa Menggagalkan Pernikahan Orang Jawa dan tulisan Imam Rosyadi Araiyyi lainnya.