7 Lagu Anak Indonesia yang Punya Potensi Mengalahkan ‘Baby Shark’

7 Lagu Anak Indonesia yang Punya Potensi Mengalahkan 'Baby Shark' terminal mojok

Sebelum mudik dilarang, keponakan saya yang tinggal di Jakarta sudah mendahului mudik. Anak usia dua setengah tahun ini lucu dan menik-menik sekali. Dengan kedatangan keponakan ini, bertambah banyaklah anak di rumah yang doyan nyanyi “Baby Shark” sambil teriak-teriak. Tahu nggak sih, keponakan dan anak ragil saya sudah bisa mengubah lirik lagu itu, menambah nama semua orang di rumah dengan nama keluarga Shark. 

Lagu “Baby Shark” memang bagaikan lagu kebangsaan para balita. Lagu ini adalah salah satu lagu kesukaan anak dan keponakan saya, serta miliaran anak lain di dunia. Meski ada versi bahasa Indonesia-nya, jiwa nasionalis saya tetap merasa rindu dengan produk asli nusantara. Mengapa nyaris tak ada lagu anak-anak baru yang bisa melegenda seperti dulu, ya?

Demi mengajak anak menyukai produk asli Indonesia, saya pun sering mencarikan lagu-lagu lawas. Sebenarnya, buat telinga anak, mungkin rasanya bagai dipaksa mendengarkan tembang kenangan, sementara mereka sedang menyukai musik dengan beat asik yang menghentak seperti dalam lagu “Baby Shark”. Akan tetapi, apa boleh buat, lagu baru yang ada tak semenarik yang sudah duluan hadir di blantika musik anak Indonesia. 

Tujuh lagu berikut ini adalah lagu anak Indonesia pilihan saya, andaikata ada musisi dewasa yang ingin membuat album berisi lagu-lagu lawas anak Indonesia. Ya jika susah membuat karya baru yang bisa mengalahkan popularitas “Baby Shark”. Setidaknya lagu-lagu anak yang abadi berikut bisalah dinyanyikan ulang dalam album kompilasi dengan musisi keren seperti Om Ariel Noah kesayangan kita semua, Mas Duta Sheila on 7, atau Kak Nadin Amizah serta Hindia deh yang mewakili Gen Z indie.

#1 Abang Tukang Bakso

Lagu yang pertama kali dibawakan oleh Melisa Trisnadi ini muncul saat harga bakso masih dua ratus perak semangkuk. Hebatnya, harga bakso dalam lagu ini bisa berubah mengikuti kenaikan harga bakso. Dari dua ratus perak menjadi dua ribu perak lalu menjadi lima ribu perak, dan bisa jadi sekarang mencapai lima puluh ribu perak soalnya jajan baksonya di mal. 

#2 Semut-semut Kecil

“Semut-semut Kecil” juga lagunya Melisa Trisnadi, nih. Kalau lagu yang ini biasanya dinyanyikan sekenanya oleh para pengasuh anak meski tak hafal betul liriknya. Pokoknya semut-semut kecil, saya mau tanya, gitu aja terus diulang sampai napas hampir habis. 

Lagu ini abadi karena anak balita selalu suka menyelidiki semut yang sering keluar masuk sarang membawa makanan. Meski gatal saat digigit, anak balita biasanya tetep aja kepo, ngapain sih si semut di dalam sarangnya? Asal semutnya nggak menjawab, “Menanti pacar jawabku…”

#3 Cita-citaku

Susan dan Ria Enes menjadi panutan setiap anak Indonesia untuk mempunyai angan angan berupa cita-cita. Lha, boneka aja bisa punya cita-cita, anak-anak Indonesia juga nggak mau kalah, dong. Hanya saja lagunya mungkin perlu di-update dengan menambahkan YouTuber atau content creator supaya lebih relevan dengan masa kini. 

#4 Du Di Dam

Kaaamyuuu makannya apaaa…  (TEMPE!) 

Saya juru masaknyaaa…  (OKE!) 

Inilah lagu Enno Lerian yang sulit diempaskan dari pikiran. Lagu yang dibawakan dengan gaya kemayu pada zamannya ini, saya curigai di masa lalu trending lantaran memang lauk pauk di hampir semua rumah di Indonesia adalah tempe. 

Kalau sekarang mungkin perlu diganti dengan Indomie, ya, atau yang diaku-aku lebih sehat seperti Lemonilo juga boleh, deh. 

#5 Air

Joshua Suherman membawakan lagu ini saat wajahnya masih culun, lucu, dan menggemaskan. Lagunya sederhana, mudah diingat, gampang pula diplesetkan. Dinyanyikan dengan nada sumbang pun tetap asyik aja didengarkan. Kira-kira kalau Joshua Suherman menyanyikan ulang lagu ini, masih tetap lucu, akan jadi trending, atau malah bikin dibully sama warganet, ya? 

#6 Cicak di Dinding dan semua lagu ciptaan Bapak A.T. Mahmud

Kita semua perlu bersepakat bahwa A.T. Mahmud adalah Bapak Bangsa yang berjasa besar membuat lagu-lagu anak Indonesia dengan lirik sederhana yang akhirnya menjadi kekal. “Cicak di Dinding” menjadi salah satu lagu yang digunakan sebagai tolok ukur capaian kemajuan anak. Lihat saja, betapa bangganya para eyang saat cucunya mulai bisa mengikuti lagu ini pada bagian “HAP!” dan dengan sepenuh jiwa sang eyang akan melanjutkan dengan, “Lalu ditangkap.” Lalu bertepuk tangan bangga atas pencapaian cucunya. Terima kasih, Bapak A.T. Mahmud. 

#7 Naik Kereta Api dan semua lagu ciptaan Ibu Soed (Saridjah Niung)

Sama seperti Bapak A.T. Mahmud, Ibu Soed juga seharusnya kita tahbiskan menjadi Ibu Bangsa. “Naik Kereta Api” pasti diajarkan di saat  anak-anak masuk kelas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Selain menjadi andalan untuk dinyanyikan saat tema pelajarannya adalah tentang transportasi, lagu ini juga sering terdengar di odong-odong yang mangkal di pinggir rel kereta api menemani anak-anak balita menikmati senja sambil disuapi dengan nasi abon. Tapi. sejak ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau musik, gimana ya nasib odong-odong? 

Bukannya sok nasionalis, tapi sesungguhnya saya tak ingin hasrat anak saya terhadap hiburan akhirnya hanya mampu dipenuhi oleh produk-produk hiburan Korea Selatan. Belum adanya lagu dan konten asli Indonesia yang melegenda seperti ketujuh lagu di atas tak mengapa, minimal kan bisa di-cover dulu aja. Bim salabim, insan kreatif nasional, bangkitlah buat anak-anak Indonesia! Merdeka! 

BACA JUGA Orang Batak: Stereotip VS Kenyataan yang Sebenarnya dan tulisan Butet Rachmawati Sailenta Marpaung lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version