Belajar gitar itu susah-susah mudah. Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar gitar. Niat dan tujuannya juga beraneka ragam. Ada yang belajar serius dan memang ingin jadi musisi. Sebaliknya, banyak juga yang sekedar pengin bisa, sekedar untuk genjrang genjreng sendiri. Apa pun itu, semua sah-sah saja.
Belajar gitar banyak tahapannya. Kecuali belajar di tongkrongan tanpa pelatih yang profesional. Biasanya cukup belajar dan menghafal chord, kemudian belajar lagu di website yang menyediakan lirik dan chord. Atau seperti masa SMP saya dulu, beli buku chord gitar. Namun, belajar secara otodidak inilah yang kerap menciptakan banyak mitos. Mitos yang kerap kali aneh dan ngawur, tapi masih banyak dipercaya oleh khalayak umum. Metode-metode nirfaedah, teori-teori semrawut, semua harus diluruskan dengan sebaik-baiknya. Mari kita tinjau mitos-mitos tersebut.
#1 Senar yang tinggi bikin cepat jago
Ada yang bilang bahwa jarak senar yang tinggi bikin jari cepat kuat. Itu bisa saja terjadi, dan memang benar. Tapi, semakin enak dan nyaman sebuah gitar, latihan jadi lebih optimal. Bahkan, kalau gitarnya enak bakalan lebih cepat bisa. Neck action yang ngeri-ngeri sedap memang memaksa jari bekerja lebih keras dan giat, namun alangkah lebih baik jika menggunakan gitar dengan neck yang normal. Soal kekuatan jari, nanti sudah ada latihannya sendiri.
#2 Minyakin jari
Ini mitos yang aneh banget. Mana minyaknya pakai minyak goreng. Katanya biar pindahnya lebih gampang dan cepat. Tapi, yang sebenarnya terjadi malah mlusut karena licin. Alhasil latihan kurang optimal. Mitos satu ini pernah saya yakini saat kecil dulu, untuk kemudian menyadari bahwa itu ide yang buruk. Gitar juga jadi belepotan minyak dan kotor. Lagian kayak mau ngapain aja, tangan, kok, dikasih minyak.
#3 Jangan pakai senar nilon buat belajar
Sebenarnya mau pakai senar nilon atau steel string alias senar dari besi atau baja, sebenarnya sama saja. Steel string maupun nilon memang berbeda bahan dan karakternya. Tapi, senar yang baik dan gitar yang bagus itu yang lebih menentukan. Tentu kemampuan dan kegigihan juga berperan besar. Namun, soal jenis senar ini tak terlalu berpengaruh sebenarnya.
#4 Nggak boleh tuning gitar dengan tuner
Tak semua orang punya kuping seperti milik Mozart, dan tak semudah itu tuning atau bahasa populernya nyetem gitar tanpa alat. Tuner dibutuhkan untuk mendapatkan nada-nada yang pas dan sesuai kaidah yang benar. Memang niatnya bagus, agar berlatih kepekaan nada. Tapi, soal ini bisa dilatih sambil jalan. Yang lebih penting adalah punya gitar dengan nada yang pas dan standar.
Ini berguna untuk belajar tangga nada yang benar, atau saat jaming dengan video di YouTube. Kalau tuning sembarangan dan nadanya awur-awuran, justru bikin latihan tambah ngawur. Tapi, kalau ternyata gitarnya tak bisa tuning standar, berarti sudah waktunya beralih ke gitar yang lebih baik.
#5 Gitaris digilai perempuan
Mitos paling nggak bener. Ini semacam faktor penyemangat yang tak logis. Beberapa memang ada yang belajar gitar untuk menarik lawan jenis, dan berhasil. Tapi, tak semua orang adalah Justin Bieber, yang main tiga chord namun tetap dipuja. Atau seperti John Mayer, yang bending dikit digilai perempuan seluruh dunia.
Saat sampai di panggung, apalagi main musik cadas, di depan kalian hanya ada mas-mas gondrong berkaos hitam dan kepalanya goyang naik turun. Vokalis lah yang biasanya punya fans cewek banyak, yang menggilai sampai kayak orang gila beneran. Sebagai gitaris, cukup kalian nrimo ing pandum. Lagian nasib gitaris masih lumayan dibanding basis.
Saran nih, hidup lewat jalur musik itu nggak mudah, lebih enak jadi tukang maido saja, ra risiko.
Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Rizky Prasetya