Kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia Liga 1 kembali bergulir setelah jeda PPKM Nataru. Memasuki pekan ke-18 Persiraja Banda Aceh semakin terpuruk di dasar klasemen.
Persiraja yang babak belur di putaran pertama melakukan bongkar pasang pemain dengan harapan lolos dari jurang degradasi. Namun nahas, Persiraja yang bersua PSS Sleman Jumat, 7 Januari 2022 kemarin dihajar 1-4. Jika ditilik ke belakang, Persiraja sejak awal kompetisi memang sarat akan kontroversi. Apa saja kontroversinya? Yuk kita bahas satu per satu:
#1 Lisensi pelatih
Pada awal kompetisi Persiraja mendapaktkan keringanan lisensi pelatih. Kok bisa? Dalam peraturan tertulis, tim-tim Liga 1 harus dinahkodai pelatih berlisensi AFC Pro atau yang setara. Sedangkan Persiraja mendaftarkan Hendri Susilo yang mengantongi lisensi A AFC.
Yang lebih tidak masuk akal adalah federasi memberikan keistimewaan untuk Persiraja menggunakan pelatih dengan lisensi yang tidak semestinya. Dalihnya, kursus kepelatihan lisensi AFC Pro ditiadakan karena sedang pandemi.
Hadeh, gimana mau maju kalo yang bikin peraturan malah melanggar sendiri.
#2 Kopi plastik
Persiraja juga sempat kena cibiran dari netizen setelah video pemainnya minum kopi dengan gelas plastik viral di medsos. Dalam video tersebut, juga terlihat pemain asing klub tersebut garuk-garuk kaki. Hal itu wajar, sebab, lapangan tempat Persiraja berlatih terletak di samping kebun dan kandang kambing.
Tak hanya itu, terlihat juga jersey pemain ditaruh di ember besar. Intinya, profesionalitas klub tersebut dipertanyakan. Sampai sekarang, belum ada tanggapan dari pihak klub mengenai video tersebut.
#3 Biaya
Saat Liga 1 memasuki seri pertama, Presiden Persiraja Nazaruddin Dek Gam curhat mengenai banyaknya dana pribadi yang ia gelontorkan untuk operasional. Seperti biaya hotel, tes PCR, dan sewa lapangan. Beliau juga meminta operator liga untuk menanggung biaya lapangan latihan dan konsumsi pemain.
Lah kocak. Siapa bilang kalau mengelola tim sepak bola itu murah?
Sepak bola memang lekat dengan bisnis. Tapi, sebagaimana bisnis pada umumnya, pasti butuh modal dan tak jarang angkanya begitu besar. Sebagai presiden tim, harusnya hal beginian udah paham sedari awal. Sekelas tim-tim Liga Premier saja mengalami rugi kok, itu risiko yang harusnya bisa dimitigasi sejak awal.
Bisa belajar tuh sama Barca. Tapi, ya, jangan diikutin.
#4 Dokter tim
Kejadian luar biasa—untuk tak menyebutnya aneh—terjadi tatkala Persiraja bertemu dengan Persib Bandung di Stadion Maguwoharjo 24 November 2021 silam. Pemain Persiraja, Ramadahan terkapar kehilangan kesadaran di lapangan setelah tendangan keras pemain Persib Esteban Vizcarra mengenai ulu hati Ramadhan. Ramadhan tidak bergarak sama sekali.
Sialnya, tim medis Persiraja terlihat bingung dan hanya menaik-turunkan perut Ramadhan. Akhirnya tim medis Persib datang membantu memberikan pertolongan pertama dan penanganan yang tepat.
Saya benar-benar menyarankan untuk operator liga agar menginvestigasi tim medis tim tersebut. Saya kok ragu mereka paham medis betul, jangan-jangan cuman abal-abal. Jangan lagi ada nyawa melayang percuma di liga kita.
#5 Pemain cadangan tak memadai
Pada pertandingan melawan Borneo FC, Persiraja hanya membawa 15 pemain. Yang berarti, mereka hanya punya empat pemain cadangan. Sebelumnya pun mereka hanya membawa lima pemain cadangan. Idealnya, satu skuat berisikan 23 pemain, seperti liga-liga besar yang kita tonton.
Pelatih tim beralasan bahwa minimnya pemain disebabkan oleh cedera dan sakit. Namun, berembus rumor bahwa pemain enggan masuk skuat disebabkan oleh gaji yang tak kunjung dibayar. Wa iki ngeri.
Dari hal-hal yang saya sebutkan di atas, terlihat bahwa verifikasi terhadap tim masih sangat lemah. Liga sudah kadung berjalan, dan hal ini sudah tak bisa lagi diantisipasi. Untuk tahun depan, seharusnya tim yang didera masalah seperti Persiraja ini harus diberi peringatan atau diminta untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.
Operator liga seharusnya tak memegang prinsip yang penting jalan dulu. Ada pemain yang dikorbankan, dan uang yang terbakar percuma. Verifikasi dan izin harus benar-benar diperketat. Liga yang baik menghasilkan sepak bola yang baik pula. Bagaimana sponsor dan mata dunia akan melirik Indonesia jika liga dijalankan tak lebih baik ketimbang tarkam?
Penulis: Arief Nur Hidayat
Editor: Rizky Prasetya