Euforia diresmikannya Masjid Raya Al-Jabbar di Kota Bandung beberapa waktu lalu ternyata berbuntut panjang. Setelah diketahui bahwa pembangunan masjid raya kebanggaan masyarakat Jawa Barat itu menggunakan dana dari APBD, netizen di dunia maya pun bereaksi. Mereka mempertanyakan urgensi pembangunan Masjid Raya Al-Jabbar bagi masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Kota Bandung.
Mereka juga berpendapat kalau anggaran satu triliun rupiah yang digunakan dalam pembangunan masjid raya itu akan lebih bermanfaat kalau digunakan untuk memperbaiki sarana transportasi publik, infrastruktur jalan, dan fasilitas publik lainnya.
Tapi ya sudahlah, lha wong masjidnya sudah jadi, kok. Bahkan, sudah banyak wisatawan dari dalam dan luar daerah yang berkunjung ke masjid yang terletak di Kelurahan Cimincrang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung tersebut. Nah, daripada ikut-ikutan mengomentari apalagi menghujat sesuatu yang sudah terjadi, mending kita cari tahu hal-hal apa saja yang jarang orang ketahui tentang Masjid Raya Al-Jabbar ini. Yuk, kita simak satu per satu.
Pertama, nama masjid. Nama masjid raya ini diambil dari salah satu Asmaul Husna (nama-nama Allah yang baik), yaitu Al-Jabbar, yang artinya Maha Memaksa. Mungkin secara filosofis, dengan adanya masjid ini bisa “memaksa” masyarakat sekitar–atau masyarakat Jawa Barat secara umum–untuk selalu salat berjemaah di masjid. Pemilihan nama Al-Jabbar pun sangat relate dengan kata “Jabar” yang merupakan akronim dari nama Provinsi Jawa Barat.
Kedua, desain masjid. Desain Masjid Raya Al-Jabbar ini memang unik dan beda dari desain masjid pada umumnya. Sesuai dengan namanya, desain bangunan masjid ini mengadopsi perhitungan aljabar. Fyi, aljabar adalah salah satu cabang ilmu Matematika yang menggunakan simbol dan operasi matematika, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Kalau dicermati, bentuk kurva bertingkat pada bangunan masjid itu adalah hasil penjumlahan dari tingkat di bawahnya. Penjumlahan itu terus berulang sampai ke posisi puncak masjid.
Ketiga, lokasi masjid. Masjid Raya Al-Jabbar ini berdiri megah di areal persawahan yang luas. Makanya jangan heran kalau lingkungan sekitaran masjid ini terkesan gersang karena jarang dijumpai pepohonan rimbun. Nah, buat kamu yang berniat berkunjung ke Masjid Raya Al-Jabbar ini harus prepare dengan segala sesuatunya, khususnya ketika siang hari saat sedang terik-teriknya atau ketika sedang turun hujan lebat. Pokoknya harus ekstra hati-hati, deh.
Keempat, akses menuju masjid. Masjid Raya Al-Jabbar ini dibangun di pinggiran Kota Bandung, tepatnya di Kecamatan Gedebage, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bandung. Setahu saya, ada dua jalur jalan yang bisa ditempuh untuk menuju masjid raya tersebut, yaitu Jl. Cimincrang dan Jl. Gedebage (via Summarecon). Asal tahu ya, Gaes. Kedua jalan itu dikenal sebagai jalur yang sempit dan berbelok-belok. Potensi macet sangat besar mengingat ada juga perlintasan kereta api yang melalui di kedua jalur jalan itu. Jadi kalau kamu mau berkunjung ke situ, mendingan pakai sepeda motor saja biar lebih sat set sat set.
Kelima, danau di sekitar masjid. Masjid Raya Al-Jabbar ini juga disebut sebagai masjid terapung karena terletak di tengah-tengah danau buatan yang cukup luas. Danau ini dibuat sebagai penampung air banjir yang kerap terjadi di Kecamatan Gedebage. Sampai artikel ini ditulis, saya masih belum tahu apakah danau itu sudah berfungsi atau belum karena banjir di Kecamatan Gedebage masih sering terjadi ketika musim hujan tiba, bahkan banjirnya lebih parah.
Itulah lima hal yang jarang orang ketahui tentang Masjid Raya Al-Jabbar. Semoga bisa menambah wawasan dan insight baru tentang masjid raya kebanggaan masyarakat Jawa Barat ini. Untuk urusan penggunaan dana APBD tadi, lebih baik serahkan saja kepada pihak yang berwajib, eh, maksudnya pihak-pihak yang kompeten di bidangnya. Iya nggak, sih?
Sumber gambar: Akun Twitter Ridwan Kamil
Penulis: Andri Saleh
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Menunggu Jakarta Menjadi Atlantis di Bawah Ridwan Kamil dan Fahira Idris