Akhir-akhir ini, sebagian pekerja sedang dibuat resah akan kehadiran ChatGPT. ChatGPT disebut-sebut bakal membuat banyak profesi sirna. Hal ini digadang-gadang karena teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang dipakainya bakal menggantikan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Buat yang belum tahu apa itu ChatGPT, silakan simak artikel pengenalannya di sini.
ChatGPT ini bikin khawatir orang-orang yang berprofesi sebagai penerjemah, penulis, hingga guru les matematika. Bahkan pekerjaan kreatif dan IT yang katanya nggak akan tergerus oleh perkembangan teknologi nyatanya bisa saja diserobot oleh ChatGPT. Ia bisa menyusun artikel kompleks, membuat puisi, bahkan menuliskan kode pemrograman.
Kalau ChatGPT bikin risau para pekerja, para pelajar dan mahasiswa justru menyambutnya dengan suka cita. Pasalnya aplikasi ini membuat tugas-tugas mereka jadi lebih mudah. ChatGPT bisa mengerjakan soal-soal matematika, menerjemahkan suatu kalimat, menulis teks, dan yang paling penting, dianggap bisa menggantikan Google karena membuat mereka nggak perlu repot-repot searching manual.
Nah, ada desas-desus bahwa aplikasi ini bisa saja mengancam keberadaan Google. Kelebihannya dalam memberikan jawaban yang intuitif dan manusiawi, serta memberikan pengalaman kepraktisan penggunanya, dianggap bakal menyingkirkan Google. ChatGPT ini berwujud seperti roomchat dan kita bisa bertanya berbagai hal yang nantinya akan dijawab sebagaimana sedang mengobrol.
Jujur saja saya akhir-akhir ini juga menggunakan ChatGPT jika sedang malas melakukan pencarian manual di Google. Misalnya saya sedang kepo akan sesuatu tapi malas buka banyak tab buat mencari jawaban dan memuaskan rasa penasaran, saya bakal langsung mengakses ChatGPT. Frekuensi yang cukup sering membuka aplikasi ini lantas membuat saya familier.
Sebagai pengguna aktif Google dan ChatGPT, saya rasa ChatGPT belum bisa menyingkirkan Google dalam waktu dekat. Ia masih punya banyak kekurangan yang harus diperbaiki kalau benar-benar berambisi untuk menyaingi atau bahkan menghilangkan dominasi Google sebagai mesin pencari.
#1 Memerlukan jaringan yang sangat stabil
Kekurangan ChatGPT yang pertama adalah penggunanya membutuhkan jaringan yang sangat stabil jika pengin mengaksesnya. Kalau jaringan internet sedang lemah atau putus-nyambung, dijamin bakal sebal sendiri. Bukannya mendapatkan jawaban dari ChatGPT, kamu cuma akan dapet capeknya.
Sebab, saat jaringan sedang lemah, ChatGPT nggak akan menangkap pertanyaanmu maupun menjawabnya. Aplikasi ini bakal menampilkan chat balasan berupa “An error occurred. If this issue persists please contact us through our help center at help.openai.com.” Kalau sudah seperti ini, jalan yang bisa kita ambil adalah me-refresh page atau regenerate response.
#2 Tidak bisa masuk ke sistem saat demand tinggi
Ada beberapa saat ketika ChatGPT lagi diakses oleh orang banyak. Momen seperti ini jauh lebih ngeselin dibandingkan mengakses aplikasi ini saat jaringan sedang lemah. Soalnya boro-boro bisa mengetikkan pertanyaan, masuk ke dalam sistem room chat-nya saja nggak bisa.
Biasanya kalau sedang high demand, ChatGPT bakal memberikan notifikasi pemberitahuan. Kita juga akan dikasih pilihan untuk mendapatkan reminder ketika sistem sudah lebih longgar atau nggak. Tapi sejauh ini saya belum pernah tuh memperoleh reminder-nya.
#3 Jawaban masih ngawur
Mengingat ChatGPT menggunakan kecerdasan buatan dan bukannya menampilkan hasil pencarian sesuai dengan kata kunci yang kita inginkan sebagaimana Google, ChatGPT masih sering memberikan jawaban yang nggak nyambung. Terkadang aplikasi ini maksa banget buat ngasih jawaban daripada mengirimkan chat balasan bahwa ia belum mengerti, nggak berhasil menemukan, atau nggak memiliki datanya.
Misalnya nih saya pernah bertanya mengenai hewan apa saja yang bisa digunakan sebagai bahan skincare. Tahu nggak aplikasi ini jawab apa? Kucing! Ngawur banget. Mana ada kucing dijadikan ekstrak terus diolah jadi skincare?
Nah, jadinya saya tetap membutuhkan Google untuk melakukan cross check terhadap jawaban ChatGPT. Terutama pada jawaban-jawaban yang ngawur seperti yang saya ceritakan tadi.
#4 Bot Telegram masih perlu perbaikan
Yaps, ChatGPT juga punya bot di Telegram dengan username @OpenAiChat_bot. Kelihatannya lebih praktis ya untuk mengaksesnya lewat Telegram yang sebagian besar orang punya akunnya. Tapi, bot ChatGPT ini masih perlu banyak perbaikan. Sebab, penyediaan jawabannya cenderung lebih lemot, terbatas, dan ngawur dibandingkan versi web.
Selain itu, bertanya di bot Telegram juga perlu bersabar. Nggak ada opsi “regenerate response” sehingga kita perlu copy-paste pertanyaan kita lagi. Selain itu, kita hanya bisa mengajukan pertanyaan per 30 detik sekali. Kalau kamu orang yang nggak sabaran, mending jangan pakai bot Telegram ChatGPT deh.
Bulan Desember lalu, ChatGPT masih memiliki kekurangan berupa pencariannya yang masih terbatas. Dulu, mencari informasi tentang figur publik selalu berakhir dengan balasan bahwa ChatGPT belum bisa memberikan jawaban. Figur publik terkenal sampai underrated nggak bisa ditemukan informasinya lewat aplikasi ini. Tapi sekarang aplikasi ini sudah berbenah. Kita sudah bisa mendapatkan informasi singkat tentang artis yang pengin kita ketahui.
Nah, melihat perkembangan positif ChatGPT yang senantiasa memperbaiki sistemnya mungkin bakal benar-benar membuat Google deg-degan. Memang sih kehadirannya nggak akan menyingkirkan Google dalam waktu dekat. Tapi kalau terus berbenah, bukan nggak mungkin Google bakal hilang dan cuma jadi sejarah buat kita para penggunanya.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Google yang Serba Tahu dan Kemalasan Manusia untuk Berpikir.