4 Kebiasaan Buruk yang Bikin Toko Kelontong Bangkrut

Kesaktian dan Keunikan Warung Madura di Tengah Gemerlapnya Ibu Kota

Kesaktian dan Keunikan Warung Madura di Tengah Gemerlapnya Ibu Kota (Onyengradar via Shutterstock.com)

Belanja di toko kelontong bagi sebagian besar masyarakat kita masih menjadi primadona. Meski swalayan serta minimarket yang bertaburan di mana-mana, nyatanya toko kelontong masih memiliki ruang tersendiri di hati sebagian orang. Hanya saja, toko kelontong ini merupakan tempat usaha yang masuk nominasi sebagai usaha yang rawan mengalami kebangkrutan alias gulung tikar.

Jika kita perhatikan sejenak, ada banyak toko kelontong di sekitar kita yang akhirnya tutup. Berdasarkan pengamatan serta riset kecil-kecilan setelah melakukan sesi wawancara dengan beberapa pemilik toko kelontong yang bangkrut, akhirnya saya merumuskan bahwa ada beberapa kebiasaan yang akhirnya membuat usaha toko kelontong ini gulung tikar.

Berikut beberapa kebiasaan tersebut:

#1 Jam operasional tak konsisten

Banyak orang yang mengira kalau menjalankan usaha pribadi kayak gini tuh enak, waktunya fleksibel dan bisa buka tutup semaunya sendiri. Tidak seperti halnya para karyawan yang jam kerjanya sudah ditentukan. Kadang hari ini buka, besok tutup. Hari buka jam tujuh, besok buka jam sembilan. Hari ini tutup enam sore, besok tutup jam tiga sore. Mereka menganggap hal seperti itu lumrah.

Dan ternyata, anggapan tersebut salah besar.

Jadwal buka-tutup warung yang konsisten ini ternyata berefek besar bagi keberlangsungan sebuah warung. Tanpa jadwal yang pasti, para konsumen tentu akan sering mengalami kekecewaan jika sudah jauh-jauh pergi ke warung tersebut, eh tapi malah tutup tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu. Jika sekali dua kali tentu bukan masalah, hanya saja jika kerap inkonsisten, akan banyak konsumen yang bakalan berpaling setelah dikecewakan berkali-kali.

Oleh karena itu, konsistensi adalah hal pertama yang kudu banget dijaga. Jika ada rencana tutup pun, ada baiknya untuk membuat pemberitahuan terlebih dahulu.

#2 Menyepelekan utang

Banyak toko kelontong yang suka nggak sabaran membesarkan usahanya, sehingga ia mengajukan pinjaman dalam jumlah yang besar untuk membesarkan warungnya. Hal seperti ini sebetulnya tidak masalah, jika memang perputaran warung itu sehat dan penghasilannya di atas cicilan utang tersebut. Nah, yang sering terjadi itu, pendapatan warung tidak menentu, tapi si pemilik ini memiliki cicilan utang dalam jumlah yang besar. Akhirnya yang sering terjadi, uang modal justru terpakai untuk membayar cicilan utang.

Selain itu memberikan pinjaman utang ke pembeli juga amat sangat dihindari. Lebih baik menggunakan prinsip ada uang ada barang, tak peduli itu teman, saudara, ataupun tetangga sekalipun. Memang hal seperti ini seolah menentang hukum “tidak enakan”, tapi demi keselamatan semuanya ada baiknya katakan tidak untuk memberikan utang.

#3 Uang usaha tercampur usaha pribadi

Dalam membuka warung ada baiknya manajemen keuangan itu diatur dengan sedemikian rupa. Sehingga tidak terjadi percampuran antara uang warung dengan uang pribadi. Harus ada batasan yang jelas, mana uang pribadi dan mana uang warung.

Bercampurnya dua uang ini, akan berakibat rancunya pengeluaran dan rawan terpakai uang warung untuk kebutuhan sehari-hari. Tahunya uang selalu ada saja, eh, endingnya ternyata barang dagangan warung habis gitu aja tanpa disadari. Sehingga pengelolaan manajemen keuangan ini sangat penting sekali.

#4 Tidak mau belajar membaca situasi pasar

Meski dirasa berjualan warung itu merupakan pekerjaan sepele, nyatanya dibutuhkan analisis yang mendalam. Sebagai seorang penjual kita harus aktif dalam memantau pergerakan pasar. Membuka toko kelontong ini tak ubahnya bermain saham, karena pada praktiknya harga kebutuhan pokok—khususnya sembako—itu bisa mengalami perubahan harga setiap saatnya.

Oleh karena itu, pemilik warung sudah seharusnya menyimak tentang update harga terkini agar warungnya ini bisa terus menyelaraskan harga sekarang.

Kemampuan dalam membaca pasar ini merupakan komponen penting dari usaha warung. Seperti yang kita tahu, kebutuhan dan selera pasar itu terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Makanya orang-orang yang sudah merasa puas biasanya sangat sulit untuk berkembang.

Itulah 4 “dosa” yang bikin toko kelontong bangkrut atau susah berkembang. Sebelum kalian pengin buka warung serupa, perhatikan hal-hal ini agar kalian nggak berakhir bangkrut.

Penulis: Reni Soengkunie
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Rahasia Sukses Bisnis Toko Kelontong ala Orang Cina

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version