Berperan sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang menangani data statistk, Badan Pusat Statistik (BPS) kerap kali mengadakan kegiatan survei ataupun sensus. Survei dengan metode sampling untuk menangkap potret sebuah populasi. Sedangkan sensus dilakukan secara menyeluruh dan dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Sumber informasi adalah orang yang diwawancarai, atau disebut dengan responden. Bisa berasal dari rumah tangga, pelaku usaha, maupun dari kantor-kantor pemerintahan.
Sebagai insan BPS, sudah menjadi tugas dan kewajiban saya melaksanakan survei di lapangan. Apalagi, data statistik selalu dinantikan oleh pihak-pihak pengguna data, tak terkecuali Presiden Jokowi. Saat menyampaikan sasaran pembangunan RAPBN 2021 di depan sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR-DPD, presiden menggunakan data BPS sebagai acuannya. Nah, dalam interaksi dan pergelutan survei tersebut, banyak pengalaman yang saya dapat. Berikut macam-macam responden lucu dan nyeleneh yang ditemui surveyor saat di lapangan.
#1 Responden yang takut dan galau
Ada kenangan lucu saat berkunjung wawancara responden ke sebuah desa. Wuuus… Kilas balik 10 tahun yang silam, menuju rumah tangga sasaran dengan kendaraan dinas. Tak semewah motor dinas sekarang, tunggangan Honda Win menjadi andalan saat itu. Kalau sekarang motor ini dikagumi pencinta modifikasi, saat saya survei dulu, kedatangan motor ini mengundang rasa curiga di hati.
Betapa tidak, tongkrongan ini membawa aura petugas penagih utang lantaran banyak yang pakai motor ini. Tak pelak, ada responden yang merasa canggung dibuatnya. Apalagi bagi yang mempunyai masalah keuangan kredit, pasti langsung ngacir deh karenanya. Takut ditagih utang. Duh, kasihan ditinggal lari responden. Pengejaran pun sampai di kandang belakang, dengan susah payah saya menjelaskan maksud hati dan tujuan. Si bapak responden pun akhirnya luluh dan mengerti, kemudian mempersilakan untuk wawancara.
Seorang petugas survei memang dituntut cermat memberikan penjelasan sehingga responden mudah mengerti. Meyakinkan bahwa kerahasiaan data terjamin, gratis, dan tidak ada hubungannya dengan kenaikan pajak. Sehingga mereka tidak perlu takut menemui surveyor dan secara ikhlas dan sukarela memberikan jawaban yang benar dan apa adanya. Mantap…
#2 Responden yang sengaja berbohong
Sudah tahu perbuatan bohong itu dilarang agama maupun norma masyarakat, tetap saja banyak yang melakukan dengan berbagai alasan. Termasuk responden saya yang satu ini. Meskipun dengan berbagai alasan dan pembenaran, tetap saja tak baik untuk ditiru dan dijadikan teladan untuk semua kalangan umur.
Ceritanya begini, saat hendak akan menemui responden pemilik usaha penggilingan padi, tiba-tiba saya dihadang lelaki yang mengaku karyawan. Dia mengatakan kalau bosnya sedang tidak ditempat, “Kalau mau sensus nanti ya abis magrib ke sini lagi.” Saya langsung mengiakan dan terpaksa melakukan kunjungan ulang setelah magrib. Setelah dirasa pas waktunya, saya meluncur kembali menuju rumah responden tersebut.
Singkat cerita, eh faktanya oh ternyata, si bos yang menemui saya ya karyawan yang tadi siang. “Lho, Pak, kok bohong sama saya?” protes saya seketika. Sambil nyengir si bapak menjelaskan, ”Lha saya nggak mau diganggu kalau pas kerja, kalau mau sensus ya sekarang.” Oalah, Pak, ngomong kek dari tadi. Tapi ya sudahlah… Meski mendongkol dalam hati, daripada tidak mendapatkan hasil, saya putuskan untuk tetap melanjutkan wawancara. Sambil berdoa dan berharap semoga bapak ini tidak berbohong dalam memberikan jawaban data.
#3 Responden yang unik saat marah-marah
Selanjutnya menuju pak dalang untuk survei usaha yang bergerak di bidang jasa hiburan. Awalnya biasa saja, lama-lama jadi tak nyaman. Intonasi bicara semakin tinggi, akhirnya bapak dalang ini ngomel-ngomel tak karuan sebabnya. Parahnya lagi, blio marah-marah pakai bahasa Jawa kromo alus. Saya auto blangkemen (terdiam) lantaran tidak fasih berbahasa Jawa yang halus. “Ampun, Pak, meskipun asli Jawa, saya tidak njawani,” jerit saya dalam hati. Dengan terbata-bata, saya tetap menjelaskan pada blio dengan bahasa Indonesia campur ngoko sebisanya tentang sebab musabab hal ikhwal survei ini.
Setelah situasi mereda, usut punya cerita, ternyata pak dalang ini kecewa dengan salah satu kantor Pemda. “Uwis tanggapane murah, aku usung-usung dewe, gamelanku enek sing ilang pisan. Walah-walah (Sudah mbayarnya murah, masih nanggung transport, gamelanku ada yang hilang juga),” omel beliau di ujung wawancara. Sebelum pamit, dengan segala simpati dan empati saya haturkan keprihatinan. Semoga tak terulang lagi ya, Pak…
#4 Responden yang suka curhat
Menemui responden semacam ini sebenarnya cukup menyenangkan. Blio dengan rela dan cukup welcome terhadap kedatangan surveyor. Membuka pintu rumah, mempersilakan kita duduk, dan senang hati menjawab pertanyaan sesuai permintaan kuisioner. Pencacahan survei akan cenderung lancar bila menghadapi responden ini.
Dengan terjalinnya keakraban, surveyor harus sabar mendengarkan curhatan responden. Mereka menyampaikan unek-unek mulai dari masalah rumahtangga, ekonomi hingga problem pekerjaan. Ada pula curhat orang tua yang hidup sendiri, sakit-sakitan, nelangsa karena tidak ada anak atau cucu yang menemani. Ada pula cerita mengharukan karena barusan ditinggal mati suami atau istrinya.
Tak kalah baper curhatan tentang kesulitan hidup, menceritakan ketimpangan ekonomi yang terjadi di lingkungan sekitar. Ujung-ujungnya, mereka berharap mendapat bantuan pemerintah karena menganggap surveyor adalah petugas yang mengatur bantuan . Menanggapi itu semua, perlu bijak dalam menyikapi masalah. Memberikan edukasi bahwa data statistik tidak selalu berakhir pada bantuan. Tetapi yang lebih penting lagi, data digunakan untuk acuan dalam perencanaan dan evaluasi program pemerintah.
Menghadapi macam-macam responden tersebut, surveyor perlu mengantisipasi sebelum turun ke lapangan. Jangan lupa sarapan pagi, berpamitan anak istri di rumah, serta tak lupa berdoa sebelum berangkat. Selain itu, menyiapkan dokumen dan surat tugas dengan baik agar terhindar dari dugaan penipuan maupun tagihan dari debt collector.
BACA JUGA Perhatikan 5 Hal Ini Kalau Nggak Mau Ditolak Responden Penelitian.