Dilansir dari Tirto, Indonesia kekurangan 1,3 juta kantong darah setiap tahun. Jumlah pendonor darah sukarela di Indonesia hanya 0,6 persen dari jumlah penduduk. Angka ini lebih rendah dari target World Health Organization (WHO) sebanyak 2 persen penduduk atau setara 4 juta kantong darah tiap tahun.
Tingkat donasi darah di Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain di Asia, sedangkan permintaan darah semakin tinggi. Akibatnya, setiap menit ada pasien yang meninggal karena defisit darah. Mereka terlambat atau tidak mendapatkan stok darah dari Palang Merah Indonesia yang tentu saja juga selalu defisit.
Sejak pandemi Covid-19, jumlah pendonor sukarela makin berkurang karena imbauan bepergian ke luar rumah. Sementara itu, permintaan darah tetap saja berjalan.
Jika melihat sekeliling, rendahnya angka pendonor darah bukan karena orang Indonesia pelit. Alasannya lebih karena masih banyak yang takut serta punya stigma buruk soal donor darah. Jika kalian adalah salah satu dari orang-orang berniat mulia itu, saya hendak menjawab beberapa pertanyaan umum yang mungkin mengendap di pikiran kalian.
FAQ seputar donor darah #1 Donor darah itu sakit ya?
Sebagian besar orang yang saya kenal selalu mengurungkan niatnya untuk donor darah karena satu alasan: takut jarum. Ada yang takut karena trauma masa lalu, ada yang jeri karena jarum donor darah sangat besar dibanding jarum pada umumnya.
Sebagai orang yang sudah lebih dari 50 kali donor darah, saya hanya bisa berkata, ditusuk jarum tidak sesakit itu. Masih lebih sakit cinta kita tidak dibalas si dia.
Tapi serius. Saya pernah kecelakaan motor yang menyebabkan saya kehilangan gigi beserta akar-akarnya. Saya pernah dipukuli maupun ditendangi saat berlatih bela diri dengan teman-teman saat kuliah. Saya pernah terkilir saat naik gunung. Dari bermacam pengalaman itu saya bisa katakan: semuanya jauh lebih sakit daripada sekadar ditusuk jarum donor darah.
Sedikit tips: cobalah memberanikan diri sambil memejamkan mata dan mendengarkan musik kesukaan. Niscaya rasa sakit tidak akan dirasakan manakala jarum menembus kulit. Terkesan menggampangkan? Ini tips yang saya dapat dari teman saya yang psikolog. Tips ini ia berikan untuk mereka yang fobia jarum suntik, namun mau tidak mau harus disuntik. Misal untuk keperluan vaksin atau ketika dirawat di rumah sakit. Jika tidak berhasil, bisa banget konsultasi dan melakukan terapi psikologi ke psikolog.
FAQ seputar donor darah #2 Katanya calon pendonor sering ditolak?
Memang ada orang yang ditolak mendonorkan darah. Biasanya dokter dan tim medis di PMI tak mau meneruskan donor darah karena hemoglobin calon pendonor tidak memenuhi persyaratan. Atau karena tekanan darah terlalu rendah/terlalu tinggi. Ditolak dokter di PMI adalah permasalahan kedua setelah takut jarum yang lumrah ditemui di PMI.
Saya hanya berbagi sebuah tips dan tips ini jauh lebih mudah dan murah dibandingkan dengan konsultasi dan terapi di psikolog tadi. Cukup lakukan pola hidup bersih dan sehat.
Ya, sangat sederhana sekali. Olahragalah secara rutin 3-4 kali per minggu, makan makanan yang mengandung gizi terutama buah-buahan dan sayuran hijau, daging putih, serta kurangi konsumsi junk food. Yang terakhir, tidur malam yang cukup, setidaknya 6-8 jam, jangan terus-menerus begadang.
FAQ seputar donor darah #3 Emang jarumnya aman?
Tentu saja aman! PMI hanya menggunakan jarum sekali pakai yang akan langsung dibuang dalam tempat sampah khusus limbah infeksius. Kamu tidak perlu khawatir jarumnya bekas.
Ada atau tidak ada pandemi, PMI selalu menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Saat pandemi, seluruh gedung PMI secara rutin disterilkan dengan cairan disinfektan. Seluruh petugas PMI, dokter, serta tenaga medis lain yang bertugas menggunakan alat pelindung diri lengkap ketika mengambil darah kita. Selain itu, seluruh pengunjung wajib menggunakan masker dan mencuci tangan sebelum masuk gedung PMI. Di dalam gedung pun diterapkan physical distancing antarpetugas dan seluruh pengunjung.
Sebegitu amannya sih.
FAQ seputar donor darah #4 Yakin darahnya nggak dijual PMI?
Pertanyaan ini mungkin terbetik karena darah dari PMI tak bisa ditebus cuma-cuma. Saya akan jelaskan kenapa kita harus membayar darah ke PMI.
Darah dari pendonor sukarela yang telah selesai diambil harus melalui proses pengolahan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya bermutu, aman, dan terbebas dari berbagai macam penyakit, terutama penyakit yang dapat menular melalui transfusi darah. Proses pengolahan darah tersebut membutuhkan peralatan, seperti bahan antiseptik, kantong darah, bahan pemeriksaan HB, reagensia uji saring darah, dan reagensia uji silang serasi agar darah yang akan ditransfusikan aman. Belum lagi honor para tenaga medis di PMI. Tentu saja itu semua tidak murah.
Berdasarkan Surat Edaran Menkes No. HK/Menkes/31/I/2014, keseluruhan biaya tersebut disebut Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) sebesar Rp360.000. Jadi harus digarisbawahi, darahnya gratis, yang dibayar adalah biaya pengelolaan darahnya.
Banyak sekali manfaat dari donor darah secara sukarela selain membantu sesama manusia. Donor darah bisa mengurangi risiko kanker dan serangan jantung, menurunkan kadar kolesterol, membakar kalori, juga bisa jadi ajang medical check up gratis karena darah yang kita donorkan akan diperiksa di laboratorium. Jika ada apa-apa di darah kita, tentu saja kita akan dihubungi pihak PMI.
Selain itu, jika kita diberikan kesempatan, ketika kita mencapai angka 100 kali donor darah, kita akan diundang ke Istana Presiden untuk diberikan penghargaan oleh presiden. Namanya Penghargaan Satyalencana Kebaktian Sosial Donor Darah Sukarela. Nama kita akan diabadikan di tembok kantor Palang Merah Indonesia tempat kita menyumbangkan darah dan, insya Allah, akan dicatat malaikat sebagai bekal di akhirat.
Mudah-mudahan sehabis membaca ini kamu tak lagi ragu untuk menyisihkan waktu dan tenaga buat datang ke PMI terdekat. Bukan cuma pengetahuan, darah juga seperti api. Tak habis meski dibagi. Asal ngebaginya sesuai aturan tapi.
BACA JUGA Dunia Didominasi Golongan Darah O, dan Ini Menyebalkan dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.