4 Dosa Bimbel terhadap Dunia Pendidikan: Kesejahteraan Guru Diabaikan, Esensi Belajar Dilupakan

Ikut Bimbel buat Membantu Lulus Ujian Nasional Itu Efektif Banget, kok, Asalkan Cuma Itu Tujuannya guru bimbel

Ikut Bimbel buat Membantu Lulus Ujian Nasional Itu Efektif Banget, kok, Asalkan Cuma Itu Tujuannya

Menjadi guru di negeri ini memang tidak pernah mudah. Upah yang rata dengan tanah sering kali membuat guru terpaksa untuk mengambil kerja sampingan agar bisa tetap menyambung hidup. Kebanyakan, guru memilih untuk mengajar di lembaga bimbel sepulang seharian mengajar di sekolah.

Ya, menjadi guru bimbel adalah alternatif tepat untuk mencari penghasilan tambahan. Selain masih relevan dengan profesi utama mereka, lowongan guru bimbel juga tidak sulit untuk ditemukan. Tingginya minat guru untuk bekerja di bimbel selaras dengan tren pertumbuhan lembaga itu sendiri.

Sekarang, lembaga bimbel banyak bermunculan bak jamur di musim hujan. Begitu pula dengan kebutuhan guru bimbel sebagai pengajar yang meningkat pesat. Hal ini sejalan dengan banyaknya orang tua yang memilih bimbel sebagai sarana peningkatan performa akademik siswa. Sebab, bimbel memungkinkan jam belajar yang fleksibel dan pembelajaran yang didesain lebih personal. 

Sayangnya, di tengah pertumbuhan bimbel yang pesat ini, tidak semuanya dikelola dengan profesional. Setidaknya, ada empat dosa lembaga bimbel yang jarang diketahui oleh publik. Tentu saja, guru bimbel dan siswa adalah pihak yang paling merasakan dampaknya.

Manajemen internal bimbel yang amburadul

Peminat yang melonjak membuat banyak orang justru melihat ini sebagai peluang bisnis. Tidak sedikit yang mulai berani membuka lembaga dengan persiapan yang kurang matang. Fokusnya cuma bagaimana murid tambah banyak dan cuan, tapi manajemen lembaga dikesampingkan.

Sebagai guru bimbel, saya salah satu korbannya. Manajemen yang berantakan berpengaruh pada jadwal yang kerap berubah mendadak. Satu waktu, saya pernah tiba-tiba diberi jadwal mengajar kurang dari 1 jam sebelum mulai. Karena dadakan, tentu saya tolak dengan sopan. Dikira mengajar tuh cuma asal datang dan nggak perlu persiapan? Apalagi saat dikabari, saya juga sedang mengajar siswa lainnya. Jatuhnya, malah mengganggu dan bikin nggak fokus. 

Selain itu, pernah juga pihak lembaga salah menjadwalkan pertemuan. Harusnya anak les di hari itu, tapi guru nggak dikabarin. Alhasil, di pertemuan selanjutnya, gurunya yang kena semprot orang tua. Padahal, kami nggak tahu apa-apa. Saat disampaikan ke pihak bimbel, mereka malah memilih diam dan terkesan nggak mau disalahkan. Nyebelin, pokoknya!

Gaji di sekolah sudah rata dengan tanah, honor bimbel juga rendah

Dosa lembaga yang kedua adalah memberi honor rendah untuk para guru pengajar. Ditambah, banyak pihak bimbel yang tidak mau transparan soal tarif dan potongan yang harus dialokasikan ke bimbel.

Banyak lho, lembaga yang pasang tarif tinggi, tapi gaji gurunya nggak manusiawi. Terlebih, kadang guru bimbel harus mau mengajar ke rumah siswa, tapi alokasi uang transport buat beli bensin 1 liter aja nggak cukup. Kalau begini, guru ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Gaji di sekolah sudah rata dengan tanah, honor ngeles juga rendah. Bukannya dapat penghasilan tambahan, tapi malah dapat masalah tambahan. Parah, memang.

Tuntutan tinggi, minim apresiasi

Saya heran, apa profesi guru memang cocok untuk dibebani tanggung jawab sebanyak ini, ya? Saya nggak mau bahas soal beban guru di sekolah, karena kita semua sudah tahu ngenesnya seperti apa. Ironisnya, di bimbel pun guru masih diperas habis-habisan tenaga dan pikirannya.

Seperti yang saya jelaskan di awal, guru bimbel biasanya mulai bekerja selepas mengajar di sekolah, sekitar sore hingga malam hari. Dalam rentang waktu itu, mereka bisa saja mengajar lebih dari satu kelompok siswa. Belum lagi kalau mereka juga harus pindah dari rumah ke rumah untuk ngajar privat. Bayangkan betapa lelahnya.

Selain itu, lembaga sering menuntut guru bimbel untuk “ready” kapan pun. Kalau ada jadwal yang mendadak berubah atau guru lain berhalangan mengajar, mereka harus siap jadi “pengganti dadakan.” Kalau menolak, siap-siap saja kena omel lembaga.

Yang bikin tambah miris, dengan tuntutan sebanyak itu, guru bimbel kadang masih dibebani tugas promosi dan mencari siswa. Sudah begitu, apresiasi pun jarang diberikan. Boro-boro apresiasi dalam bentuk materi, pujian atau ucapan terima kasih aja nggak ada. Kataku sih: gila, tak masuk logika!

Pokoknya cuan, esensi belajar nomor sekian

Satu dosa lain yang menurut saya benar-benar fatal adalah: beberapa bimbel sering jualan kunci jawaban ujian. Ya, kalian nggak salah baca. Memang ada oknum yang sebegitu nakalnya demi siswa dapat nilai ujian yang memuaskan. 

Praktik tersebut juga serupa dengan orang tua yang minta guru bimbel untuk mengerjakan semua latihan soal siswa di LKS. Katanya sih, biar anaknya tinggal menyalin jawaban ketika di sekolah dan dapat nilai bagus. 

Bener sih dapat nilai bagus, tapi esensi belajarnya di mana? Padahal belajar itu bukan cuma fokus di hasil, melainkan prosesnya. Seperti bagaimana siswa belajar menalar, menyusun argumen, menghubungkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata, bahkan mengembangkan sikap disiplin, empatik, dan jujur. Semua ini nggak akan berkembang kalau bimbel terus-terusan fokus sama hasil akhir dan menjadikan cuan sebagai prioritas utama.

Pada titik tertentu, dosa-dosa bimbel tersebut juga merupakan cerminan bagaimana sistem pendidikan kita bekerja: guru dituntut banyak, tapi diberi sesedikit mungkin. Sementara itu, siswa dijejali dengan kemudahan yang perlahan-lahan mengaburkan esensi belajar. Yang penting hasil bagus, soal proses yang sering kali nggak jujur dipikir belakangan.

Pertanyaannya, harus sampai kapan guru bimbel menanggung imbas keserakahan lembaganya? Karena pada akhirnya, bukan cuma guru yang dirugikan, tapi juga siswa yang tumbuh dalam sistem belajar yang serba instan dan tidak ada maknanya.

Penulis: Titah Gusti Prasasti
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Guru Bimbel, Profesi Paling Pengertian di Dunia

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version