Beberapa hari yang lalu publik dihebohkan dengan beredarnya video yang diketahui berasal dari akun Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pontianak. Di dalam video tersebut terdapat satu orang bapak Satpol PP sedang mematahkan ukulele yang diduga milik seniman jalanan di sana. Barang-barang tersebut diduga dirampas oleh para pengamen lalu dilakukan pemusnahan dan direkam. Sudah kayak babang ai lop yu so much aja main rekam posting.
Sontak hal ini memancing amarah netijen Indonesia. Wooo sudah jelas kami nggak bisa nengok yang kayak gini. Sudah jelas akun tersebut banjir hujatan. Ada yang bilang itu tidak pantas lah, tidak beretika lah, tak paham caranya susah mencari duit lah, sampai cacian ala atlet lempar lembing pun beterbangan ala perang di Game of Thrones. Dalam hatiku mbok ya ngapain lah mereka ini komen-komen kayak begitu. Bikin capek aku ngelike-nya.
Kalau menurut pribadi saya sendiri, saya sependapat dengan beberapa komentar netijen. Bagi kita mungkin berapalah harga sebuah ukulele, apalagi cuman sekadar ngamen. Malah beberapa pengamen di terminal-terminal besar (bukan Terminal Mojok ya) itu hanya memainkan satu senar saja dan itupun masih enak-enak saja didengar. Saya saja belajar genjrengan ala ukulele yang biasa disebut kentrung saja nggak mahir-mahir setahun. Lalu tetiba ada orang yang merampas alat musik itu yang notabene menjadi mata pencaharian mereka dan dipatahkan begitu saja tanpa ada rasa bersalah. Dah begitu direkam lagi. Mereka saja beli itu mungkin tidak tunai atau kontan. Malah ada yang kredit ataupun hutang. Pendapatan mereka ngamen juga berapalah. Ya mohon maaf nih pak, maaf banget. Mereka masih belum dijamin negara. Penghasilan mereka boro-boro nyentuh UMR, buat makan saja susah, Pak Satpol PP.
Jadi, karena saya sosok yang sangat berpikiran positif dan mengedepankan prasangka baik, saya melihat video itu sebagai seseorang yang sedang mengeluarkan “bakat terpendam”. Jadi mungkin saya ada beberapa saran nih pak barang-barang yang mungkin bisa Bapak Satpol PP “patahkan” daripada ukulelenya pengamen.
Pertama, kayu bakar
Nah kalau misal keluarga Bapak di kampung masih pakai tungku dan kayu bakar untuk masak, daripada bapak capek-capek matahin itu leher ukulele, nah bisa Bapak patahkan saja kayu bakar yang log-log gede itu jadi lebih kecil biar mudah terbakar pak. Itung-itung bantu orang tua atau nostalgia masa kecil kan, Pak. Atau kalau bapak Satpol PP nggak ada nih, ya cari tetangga yang masih pakai tungku kayu bakar gitu. Orang kampung yo mosok nggak ada, Pak?
Kedua, Papan Kyukpa
Papan yang selalu jadi media demonstrasi para atlet beladiri baik karate, pencak silat, taekwondo, dan semacamnya bisa juga nih sebagai saran biar menyalurkan “bakat terpendam” bapak. Siapa tau bapak sudah lama kan keluar dari perguruan beladiri aliran bapak lalu kangen sama demonstrasi kekuatan yang matah-matahin kayu gitu. Bisalah dicoba.
Ketiga, argumen netijen
Ini sih sudah bapak terapkan tadi. Setelah rame diserang netijen perkara tadi, bapak takedown videonya lalu ganti caption kan. Nah bapak Satpol PP bisa ngeles sambil matahin argumen netijen. Tau kok bapak agak kurang luwes tadi pas remake captionnya. Makanya belajar lagi ya, Pak. Xixixi.
Keempat, leher koruptor
Yang terakhir ini yang paling epic nih, Pak Satpol PP. Saya yakin yang pro dan kontra di kolom komentar pas denger ide saya yang terakhir langsung setuju. Percaya deh, Pak Satpol PP. Skill Bapak jika disalurkan dengan tepat mending dibuat patahin lehernya koruptor saja. Kami mah ikhlas pak lahir batin sumpah dah, Pak. Jangankan dibuat videonya di IG TV, dibuat livestreaming pun saya jabanin buat nonton.
Nah itu empat benda yang mungkin Bapak Satpol PP bisa pertimbangkan untuk “dipatahkan”. Saya maksud nulis gini bukan apa-apa. Cuman mau memberi saran agar besok cukup jelas dalam memberikan edukasi ke masyarakat. Berikan fasilitas yang baik untuk seniman-seniman jalanan. Siapa tahu pak dari ukulele itu ia bisa harumkan nama Indonesia sampai dunia. Mungkin bisa jadi pelajaran untuk Bapak dan kita semua ya. Nuhun.
BACA JUGA Pengalaman Jadi Satpol PP: Dianggap Penindas Rakyat Sampai Diancam Dibunuh dan tulisan Mohammad Indar Malik Ibrahim lainnya.