Sudah dua tahun lamanya kakak saya mendirikan laundry yang terbilang masih sederhana. Di ruko yang tidak lebar juga tidak sempit itu sesekali saya datang untuk membantu. Walaupun masih terbilang usaha baru, pelayanan yang kami berikan sudah level profesional karena sudah menggunakan mesin cuci ala-ala orang kaya yang pintunya bulat itu dan juga menggunakan setrika uap yang nggak bakal bikin baju gosong.
Setiap usaha tentu ada momen pahit manisnya. Selama dua tahun ini, saya memperhatikan para pelanggan yang memiliki berbagai macam watak, dari yang baik hati hingga yang merugikan. Tentu hal ini biasa, lagi pula tidak semua orang itu sama kan. Tapi, menarik juga memperhatikan tipe-tipe manusia seperti ini.
Pertama, tipe yang nggak kenal waktu. Tipe orang yang begini itu ngeselin banget. Biasanya kalau laundry masih buka, dia nggak kunjung datang. Padahal kami sudah menanti dia mengambil pakaiannya. Tidak jarang kakak saya harus menunda setengah jam untuk tutup karena menanti kedatangan pelanggan ini.
Tapi, udah ditunggu lama pun tetap tak kunjung datang. Setelah laundry tutup kami pulang ke rumah dan beristirahat dengan nyamannya, tiba-tiba pelanggan ini menghubungi kami melalui Whatsapp menanyakan apakah laundry masih buka atau nggak. Ya lu pikir aja, Bambang. Laundry mana yang buka di tengah malam begini? Lagi pula kenapa nggak mengambil pakaian dari tadi, atau kalau nggak mau ribet, sekalian besok saja.
Nggak jarang juga saya atau kakak saya harus datang membuka laundry sebentar kalau pelanggannya ngeyel minta ambil pakaian detik itu juga. Ya Allah, berilah hamba kesabaran.
Kedua, tipe manusia normal. Saya bersyukur sekali kalau kebetulan saya sedang membantu di laundry dan mendapat pelanggan yang normal. Tipe begini itu nggak ribet, datang mengantar pakaian kotor, dengan tenang menunggu saya menimbang pakaian dan menuliskan nota, kemudian membayar sesuai biaya yang tertera. Hal sesederhana itu membuat saya lega saat bekerja karena nggak membuat saya mengeluarkan tenaga lebih untuk ngebatin.
Beda cerita kalau saya menghadapi tipe pelanggan pertama tadi, saya harus menahan diri supaya nggak ngomel di hadapan pelanggan. Bisa kabur para pelanggan kalau tahu saya itu sebenarnya judes, hahaha.
Ketiga, tipe yang pergi dan tak kembali. Inilah tipe kurang ajar yang pernah saya temui dan saya berdoa supaya nggak pernah bertemu dengan tipe yang begini lagi. Ceritanya begini, waktu itu hari Minggu, kebetulan kakak saya sedang arisan dan saya yang bertugas menjaga laundry. Datang seorang bapak paruh baya bersama anak laki-lakinya yang sepertinya masih SMP, membawa buntelan kain. Saya nggak bercanda, beliau benar-benar membawa buntelan.
Sialannya, buntelan berisi baju kotor itu gueeede banget dan berat sampai saya nggak kuat untuk mengangkat buntelan tersebut untuk ditimbang. Setelah saya berusaha keras untuk menimbang, ternyata beratnya sekitar 12 kg. Saya pun mencatat data diri beliau beserta berat pakaian dan biaya di nota, seperti biasa. Dan seperti biasanya pula, bayar nanti setelah pakaian sudah bersih juga nggak apa-apa, dan beliau memilih cara pembayaran ini.
Setelah saya buka buntelan berisi baju kotor seberat 12 kg itu, baunya… bangsat, busuk banget. Sialan, ini baju sudah berapa hari dibiarkan membusuk begini. Dalam buntelan tersebut, kondisi baju dalam keadaan basah. Ini istri si bapak tadi tidak bisa mencuci atau bagaimana ya. Ya sudah, lagi pula saya dan kakak saya sudah terbiasa memegang baju kotor beserta baunya masing-masing.
Setelah kami cuci dan jemur seperti biasa, tentu kami lipat dan masukkan dalam plastik. Tidak lupa kami harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menghadapi bau yang saya bilang busuk tadi selama mencucinya. Waktu si bapak ini mengambil pakaiannya beberapa hari kemudian, posisi saya tidak sedang standby di laundry. Setelah beberapa hari kemudian saat saya datang ke laundry seperti biasa, kakak saya bilang bapak tersebut kabur dan tidak membayar.
Katanya, si bapak bernegosiasi dengan kakak saya untuk mengambil pakaiannya dulu, nanti sore beliau akan datang lagi untuk membayar karena saat itu beliau nggak punya uang karena uangnya baru saja dipakai untuk membeli susu anaknya. Entah kena angin apa, kakak saya mengiyakan saja permintaan beliau dan membiarkan beliau membawa 12 kg baju yang sudah bersih serta harum tanpa membayar. Sampai hari dimana saya datang, bapak tersebut nggak pernah datang lagi.
Oalah Pak, mbok yo ngerti, itu baju sampeyan baunya sampai membuat saya lemas tak berdaya, terus berat banget. Bapak pikir berapa banyak detergen dan parfum yang harus kami pakai demi menjadikan pakaian Bapak itu bersih dan harum? Kok tega benar Bapak kabur tanpa membayar. Silakan Anda, para jamaah Mojokiyah yang budiman, membayangkan bagaimana rasanya jadi saya yang harus menghadapi buntelan raksasa berbau busuk dan malah nggak dibayar.
Padahal, di nota yang saya tulis itu ada alamat dan nomor kontak beliau. Tapi, kakak saya menolak untuk menghubungi beliau. Ikhlaskan saja, kata kakak saya. Ya sudah, saya ikhlaskan saja dan berdoa supaya nggak pernah kedatangan pelanggan macam begitu lagi.
BACA JUGA Pengalaman Saya Bersahabat dengan Orang dengan Kecenderungan Bunuh Diri dan tulisan Vivi Wasriani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.