Sebelum saya menceritakan serba-serbi tentang Ilmu Perpustakaan, saya akan bercerita sedikit. Mario Vargas Llosa, pemenang Nobel Sastra 2010, menceritakan pengalaman menyenangkannya saat berada di beberapa perpustakaan. Sejak kuliah, ia kerap merancang pekerjaan di perpustakaan. Saking seringnya bekerja di perpustakaan, ia menuliskan kenangannya akan kota dan negara sebagiannya ditentukan oleh gambaran tetang perpustakaannya. Kenangan-kenangan manis di perpustakaan itu ia tuangkan dalam sebuah esai berjudul “Epitaf untuk Sebuah Perpustakaan”.
Mario cuma secuil contoh bagaimana tokoh-tokoh besar amat menggemari perpustakaan. Dari labirin bibliografis itu mereka mengenal dan memamah berbagai ide, gagasan, serta fantasi-fantasi liar yang kerapkali mempengaruhi dunia.
Namun, peran penting perpustakaan tak berbanding lurus dengan ilmu yang mempelajarinya. Di Indonesia Jurusan Ilmu Perpustakaan masih menjadi semacam benda asing yang sukar dikenali. Ringkasnya, masyarakat mengenal perpustakaan tapi tak tahu menahu mengenai ilmu yang mempelajarinya.
Ini dia reaksi orang ketika mengetahui kalau saya adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan. Hati-hati, isinya sambat semua!.
Reaksi orang Ketika Tahu Saya Mahasiswa Jurusan perpustakaan #1 Dianggap pernah baca semua buku
Udah jadi pengetahuan umum kalau buku merupakan salah satu elemen dalam perpustakaan. Pandangan ini tentu saja berdampak kepada mahasiswa jurusan ilmu Perpustakan. Orang akan dengan mudah menempelkan cap “kutu buku” kepada anak perpustakaan. Hal ini sebenarnya biasa aja. Bukan sesuatu yang mangkeli atau bikin berhasrat buat nonjok.
Yang menyebalkan adalah kalau si penanya bertanya kepada kita, “Pernah baca buku ini nggak?”. Lalu misal kita bilang belum pernah, mereka langsung menimpali, “katanya anak Perpus” lengkap dengan senyuman sinis ala jokernya Jared Leto. Opo ra nyebai kui?!.
Fyi aja nih, pengetahuan itu berkembang dan bercabang, myluf. Begitu pula dengan buku. Jumlah buku akan bertambah seiring Pengetahuan yang beranak pinak. Manusia nggak akan mampu membaca seluruh buku dengan semua detail pengetahuan di dalamnya.
Jenius paling ultimat macam Novel Bamukmin Albert Einstein sekalipun saya jamin nggak akan bisa melahap semua buku di dunia. Apalagi kita-kita yang cuma debu kosmik alam semesta.
Oiya, agar nggak terjadi kesalahpahaman, saya bisikin satu rahasia kecil ya man teman. Nggak semua anak perpustakaan suka baca buku. Bahkan ada yang sama sekali nggak pernah menyentuh buku. Kita ini sebenarnya cuma…
… salah jurusan~
Masa depannya cuma jadi penjaga perpustakaan
Suatu hari saya makan siang bersama teman. Ketika sedang khusyuk menyeruput kuah soto, teman saya tetiba nyeletuk begini, “Enak ya kamu Zak, pekerjaanmu setelah lulus cuma jaga perpustakaan”.
Saya, tentu saja hampir keselek. Enteng banget dia ngomong gitu. Namun, saya juga sadar di luar sana pasti masih banyak orang yang berpikiran seperti itu. Makanya saya akan coba membantah pemikiran cupet itu dengan 3 alasan.
Pertama, lulusan jurusan Ilmu perpustakaan itu bisa menjadi apa aja coy. Kita, anak perpustakaan, bisa kerja di museum dan bidang pengarsipan. Bidang-bidang lain yang mencakup Informasi Teknologi maupun analisa data adalah arena bermain lulusan jurusan Ilmu perpustakaan.
Kedua, nama profesi kita pustakawan yhaaa. Bukan penjaga perpustakaan.
Ketiga, menjaga perpustakaan bukan sebuah perkara mudah yang bisa disederhanakan dengan kata “cuma”. Mejaga berarti meliputi kegiatan klasifikasi, katalogisasi, digitasi dan hal-hal lain yang masih dianggap “cuma” padahal bikin mumet setengah modar.
Belum lagi pustakawan kan bertanggung jawab terhadap referensi bacaan bermutu yang dibutuhkan pemustaka (pengguna perpustakaan). Emangnya siapa coba yang membuka wawasan Soekarno mengenai ideologi anarkisme? kan seorang pustakawan hebat bernama Marcel Koch.
Sampai sini apakah masih ada yang nganggap pekerjaan anak perpustakaan “cuma” menjaga perpustakaan? Kalau masih, ah sudahlah.
“Oh ada?”
Meskipun perpustakaan telah ada sejak jaman baheula, gokilnya otoritas keilmuan yang mempelajari perpustakaan masih belum banyak dikenal orang awam. Adalah hal yang menyebalkan sekaligus kocak ketika Saya memperkenalkan diri sebagai mahasiswa jurusan perpustakaan lalu reaksi lawan bicara, “Oh ada ya?”.
Laaah, kalau nggak ada, selama ini saya belajar di mana woyyy. Apa menurut ngana saya belajar di dunia ghaib?! Yang lebih parahnya lagi, fenomena ini juga terjadi di lingkungan kampus saya sendiri.
Ceritanya begini, sekali waktu saya pernah ingin meminjam sound system kampus untuk sebuah kegiatan. Saat mengenalkan diri sebagai mahasiswa jurusan Ilmu perpustakaan kepada petugas yang berwenang, seketika blio bertanya, “Lho ada ya, fakultas apa?”.
Yang lebih lucu lagi adalah pengalaman kakak tingkat saya. Waktu semester 3, blio iseng bertanya kepada salah satu Official Account (OA) mahasiswa kampus saya yang bertujuan menyodorkan informasi kepada calon mahasiswa baru. Blio bertanya begini, “Kak, kalau jurusan Ilmu Perpustakan itu kayak gimana?”. Dengan kocaknya sang admin malah balik bertanya, “Oh emang ada ya”. Astaga…
Sebenarnya masih banyak reaksi lain yang tak kalah menyebalkannya. Namun, cukup 3 aja yang saya paparkan. Kalau penasaran dan mau tau lebih lanjut, jadilah mahasiswa ilmu perpustakaan. Rasakan suka dukanya ~.
BACA JUGA Cerita Horor Pakdhe Saya yang Diseruduk Siluman Manusia Berkepala Kuda dan tulisan Zaki Annasyath lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.