”Rasanya masih eman, Mbak. Belum legowo.” Itulah pesan yang saya terima sewaktu saya mengabarkan saya nggak lolos beasiswa LPDP Tahap 2 tahun ini kepada mentor saya. Dia saja menyayangkan hasilnya, apalagi saya yang mengalaminya.
Daftar Isi
Tentang beasiswa LPDP
LPDP atau Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan adalah salah satu beasiswa prestisius di Indonesia bagi yang ingin melanjutkan studi S2 atau S3. Beasiswa yang dibiayai oleh pemerintah dengan memanfaatkan dana pengembangan pendidikan nasional atau DPPN ini berhasil mencuri perhatian para pendaftar dari seluruh wilayah Indonesia.
Tidak tanggung-tanggung. Komponen biaya yang dibiayai tidak hanya seputar dana pendidikannya saja, juga biaya pendukungnya. Dari kurang lebih 30.000 pendaftar, saya adalah salah satunya.
Persiapan dan proses beasiswa LPDP
Sebagai ibu dari satu anak balita yang tinggal sendiri di rumah, tentunya mengumpulkan semangat untuk bersekolah memiliki tantangan tersediri. Kesempatan untuk fokus belajar tanpa gangguan menjadi salah satu tantangan terberat yang saya alami. Rencana saya di awal untuk mendaftar beasiswa LPDP adalah dengan mengantongi surat pernyataan diterima di sebuah perguruan tinggi (biasa disebut dengan LoA atau Letter of Acceptance). Sehingga apabila saya berhasil lolos seleksi administratif, saya langsung diwawancara di tahap akhir. Saya tidak perlu mengerjakan Tes Bakat Skolastik di mana tes ini wajib dikerjakan pendaftar jalur non-LoA.
Mulai dari mengerjakan tes kemampuan bahasa Inggris, psikotes sampai menyusun rencana penelitian. Akhirnya saya berhasil diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta di mana salah satu alumninya adalah orang yang saya kagumi karyanya: Sapardi Djoko Damono. Anak saya yang saat itu masih berusia kurang dari 2 tahun pun saya ajak ke kampus, dosen, dan kegiatan lainnya. Hingga saat proses wawancara tiba, saya pun merasa semuanya berjalan lancar. Beberapa respons positif juga dilontarkan panelis saat itu yang membuat harapan saya semakin membuncah.
Sayangnya, tepat di hari pengumuman tanggal 7 November kemarin, saya dinyatakan tidak lolos.
Tahapan kesedihan hingga mulai bisa menerima
Malam itu, seperti di drama Korea, saya menangis semalaman seperti orang yang sedang patah hati. Saya teringat semua proses dan perjalanan yang telah saya lalui. Hanya tinggal selangkah lagi saya bisa melanjutkan studi di Kampus Biru. Seperti teori yang dikemukakan oleh seorang psikiater asal Swiss bernama Elisabeth Kübler-Ross, saya mengalami semua tahapan yang ada di The Five Stages of Grief atau lima tahapan kesedihan.
Setelah saya mencoba move on, saya membuka satu grup di Telegram di mana anggotanya adalah ibu-ibu yang mendaftar LPDP. Dari situ, saya mulai mendapatkan suntikan semangat setelah membaca berbagai macam pesan mereka. Namun, ada tiga pesan yang melekat dan cocok dengan kondisi saya.
Baca halaman selanjutnya
Gagal sekali atau dua kali itu masih biasa…
Ada salah satu pesan yang membuat saya salut dengan mental ibu yang satu ini. Bagaimana tidak, dia mengabarkan bahwa malam itu dia akhirnya lolos beasiswa LPDP setelah lima kali mencoba dan akhirnya berhasil di percobaan ke-6. Akhirnya saya sadar, ternyata kesempatan saya untuk mencoba masih sedikit dibandingkan yang lain.
Rezeki di kondisi yang tepat!
Ibu yang satu ini bercerita bahwa setelah sempat gagal, dia mencoba lagi dan berhasil. Kali ini, dia merasa bahwa waktunya sangat tepat dengan kondisi keluarganya. Seperti kata Gus Baha yang mengatakan bahwa tugas kita hanya berdoa dan berusaha. Terserah Tuhan mau mengabulkan yang mana.
Sudah mencoba beasiswa yang lain?
Ada satu ibu yang menceritakan pengalamannya berhasil melanjutkan studi di luar negeri dari beasiswa yang diberikan oleh pemerintah negara tersebut. Dari pesan ini saya pun menyadari bahwa LPDP mungkin bukan satu-satunya tujuan beasiswa yang patut saya coba. Sudah saatnya saya melirik beasiswa lain yang mungkin bisa mengantarkan saya menggapai mimpi melanjutkan pendidikan. Mari kita coba!
Untuk ibu-ibu di luar sana yang ingin melanjutkan studi, namun masih berpikir bahwa sulit mendapatkan kesempatan tersebut, entah karena repot mengurus keluarga atau trauma gagal, kalian ngga sendirian, kok. Ada saya, yang sudah gagal LPDP, dan pasti masih ada yang lainnya. Mari kita saling menguatkan. United we stand!
Penulis: Dhian Zhafarina Cahyo A.
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kalau Lulus Beasiswa LPDP, Emang Berapa Duit yang Kamu Dapat?