Beberapa minggu lalu, saya menulis tentang peninggalan kolonial Belanda yang ada di Jember. Sebab, sebagaimana kita tahu kalau pemerintahan Belanda di Indonesia sangat lama, “350 tahun,” katanya. Dari lamanya Belanda di Indonesia, pastinya Belanda telah meninggalkan banyak hal, mulai dari infrastruktur, budaya, dan gaya hidup.
Namun, secara historis, selain Belanda, keberadaan koloni Jepang juga pernah menduduki bangsa kita. Walaupun kependudukan Jepang hanya seumur jagung di Indonesia, nyatanya Jepang juga memberikan beberapa peninggalan. Tak terkecuali peninggalannya di Kabupaten Jember.
Di masa kependudukannya yang singkat itu, peran Jepang memang nggak seintim kolonial Belanda di Jember. Jika kolonial Belanda lebih menekankan pada aspek infrastruktur, seperti stasiun, terowongan, menara air, dan kantor perkebunan, Jepang lebih menekankan pada aspek pertahanan.
Setelah saya mencoba menggalinya lebih dalam, saya akhirnya tahu peninggalan Jepang di Jember setelah beberapa kali meminta bantuan ke teman saya yang kebetulan kuliah di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Jember (Unej). Setidaknya saya menemukan tiga peninggalan Jepang di Jember. Sayangnya, peninggalan ini jarang sekali diketahui oleh orang Jember sendiri. Maka dari itu, untuk lebih lengkapnya silakan simak penjelasannya berikut ini.
#1 Goa Jepang di kawasan pantai selatan
Di Jember, bentuk peninggalan Jepang biasa ditandai dengan tempat-tempat untuk bertahan. Tempat pertahanannya berbentuk seperti goa yang konon dibangun oleh romusha. Salah satu goa peninggalan Jepang yang bisa kita temui berlokasi di kawasan pantai selatan Jember, tepatnya di Kecamatan Ambulu dan Kecamatan Wuluhan.
Dari hasil penggalian data, terdapat lima goa Jepang yang ada di sana. Empat di antaranya ada di kawasan Pantai Payangan (Ambulu), yakni dua goa ada di bukit Suroyo, dua goa di bukit Seruni, dan satunya lagi ada di kawasan Pantai Papuma (Wuluhan). Fungsi goa ini adalah sebagai tempat pengintaian tentara Jepang, mengingat lokasinya memang ada di atas bukit. Dipilihnya goa di dekat pantai agar tentara Jepang lebih mudah mendeteksi musuh, baik musuh dari jalur darat maupun dari jalur laut.
Namun, meski begitu, banyak wisatawan yang tidak tahu lokasi tempat bersejarah ini. Lantaran akses yang dituju harus naik bukit, apalagi goa Jepang di kawasan Pantai Papuma, harus lewat hutan jati dulu. Selain itu, para wisatawan juga lebih memilih menikmati pantai yang ada di sekitarnya.
#2 Goa Jepang di kawasan Taman Nasional Meru Betiri
Sama halnya dengan goa Jepang yang ada di Kecamatan Ambulu dan Wuluhan, goa Jepang di Taman Nasional Meru Betiri juga terletak di kawasan pantai. Lokasinya ada di Kecamatan Tempurejo, yakni di tebing barat Pantai Bandealit yang memiliki ketinggian kurang lebih 200 mdpl. Fungsinya pun sama, yakni sebagai media pengintaian dan pertahanan. Sebab waktu itu, para musuh Jepang terkadang memasuki Jember melalui jalur laut.
Goa Jepang di Taman Nasional Meru Betiri ini jarang diketahui lantaran akses menuju ke Pantai Bandealit sendiri sangat sulit. Belum lagi ke goa Jepang-nya, setidaknya para pengunjung harus berjalan selama dua jam untuk tiba. Waduh.
#3 Bunker Jepang di Kecamatan Kencong
Keberadaan Jepang di Indonesia memang identik meninggalkan bangunan-bangunan pertahanan (Pillbox). Sebagian orang menyebutnya goa, ada juga yang menyebutnya bunker. Salah satu bunker Jepang yang ada di Jember berlokasi di Kecamatan Kencong, yang nota bene juga sama-sama berlokasi di daerah Jember bagian selatan seperti Ambulu, Wuluhan, dan Tempurejo tadi.
Di Kecamatan Kencong sendiri setidaknya memiliki sepuluh lebih bunker peninggalan Jepang yang tersebar di desa-desa sekitar. Mulai dari Desa Cakru, Wonorejo, hingga Desa Paseban. Beberapa goa atau bunker yang dibuat Jepang seolah terlihat sederhana, tapi sangat kokoh. Meski begitu, sekokoh apa pun bangunan, jika nggak dirawat, ya, bakalan rusak. Seperti beberapa bunker di Kencong yang kini sudah hancur karena nggak dirawat dengan baik. Duh, sayang banget.
Akibat dari rusaknya bangunan bersejarah ini masyarakat Jember juga jarang mengetahuinya. Soalnya, memang sudah nggak terawat dan bukan jadi tempat wisata juga. Coba dari dari dulu peninggalan ini mendapat perhatian pemerintah dan adanya kesadaran oleh warga sekitar untuk mengelola, bakalan rame oleh wisatawan, tuh.
Kependudukan Jepang di Indonesia memang nggak terlalu lama, dan sebab itulah peninggalan-peninggalannya terbatas. Di Jember sendiri pun setidaknya yang saya tahu cuma ada pada tiga lokasi di atas. Meski begitu, entah peninggalannya banyak atau sedikit, kita harus tetap melestarikannya. Sebab, itu pun pasti punya nilai sejarah yang tinggi bagi warga Jember maupun bangsa Indonesia.
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Audian Laili