Pagi di awal bulan Desember, ada pesan dari grup WA yang menanyakan tentang rekomendasi jasa penerjemahan untuk jurnal ilmiah. Sebagai seorang penerjemah saya pun melihat ini sebagai kabar baik dan tentu merekomendasikan jasa penerjemahan milik saya sendiri. Saya langsung balas pesan tersebut “Ada mas. Di sini” dan melampirkan poster promosi jasa penerjemahan saya. Tak lama kemudian beberapa orang di grup yang sama menyahut dengan isi pesan agar si masnya itu memakai mesin penerjemah saja.
“Pakai Google Translate bisa”
“Pakai Google Translate bisa dan hasilnya sama”
“Betul”
Dan yang paling nyelekit.
“Sayang banget duit Lu dikasih ke penerjemah. Mereka juga belum tentu paham dan benar”
“Betul tuh. Kalau ada yang gratis ngapain bayar.”
Sebenarnya seketika itu juga saya mau bilang “Eh. Sok tau” tapi saya pikir lagi itu cukup diucapkan dalam hati. Daripada bikin ribut dan akhirnya saya yang rugi sendiri lebih baik saya tulis argumen saya tentang mengapa keahlian penerjemah tidak bisa digantikan oleh mesin penerjemah menjadi sebuah artikel untuk dimuat di Mojok. Jadi begini alasannya.
Di zaman yang serba canggih ini banyak pekerjaan yang dulunya dikerjakan oleh manusia sekarang dikerjakan oleh mesin seperti tugas teller bank yang digantikan oleh mesin ATM, tugas kasir yang digantikan oleh mesin khusus untuk layanan mandiri para pembelinya, dan lain-lain. Termasuk juga katanya pekerjaan sebagai penerjemah yang bisa digantikan oleh mesin penerjemah. Banyak orang menganggap bahwa pekerjaan sebagai penerjemah bisa digantikan oleh mesin penerjemah. Bahkan lebih parahnya lagi ada yang beranggapan bahwa mesin penerjemah lebih recommended dari penerjemah manusia seperti penuturan teman-teman grup WA saya di atas.
Memang mesin penerjemah memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh penerjemah manusia, yaitu bisa mengetahui semua arti kosakata bahasa sumber ke bahasa sasaran dan sebaliknya, bisa menerjemahkan banyak bahasa, bisa menerjemahkan teks yang panjang dalam hitungan detik, dan tentu saja yang paling penting layanannya gratis. Namun, kualitas penerjemah tidak dipandang dari seberapa banyak kosakata yang dihafal, seberapa banyak bahasa asing yang dikuasai, dan seberapa cepat teks terjemahan bisa dihasilkan.
Nababan dkk. dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan Model Penilaian Kualitas Terjemahan tahun 2012 mengungkapkan bahwa terdapat tiga parameter terjemahan yang berkualitas, yaitu aspek keakuratan, aspek keberterimaan, dan aspek keterbacaan. Itu artinya penerjemah yang baik adalah penerjemah yang bisa menghasilkan teks terjemahan yang akurat, natural, dan mudah dibaca. Maka, berikut adalah perbandingan kualitas terjemahan antara mesin penerjemah dan penerjemah manusia dilihat dari ketiga aspek tersebut.
Aspek keakuratan
Keakuratan dalam penerjemahan adalah apakah pesan dari teks bahasa sumber dan pesan dari teks bahasa sasaran sudah sama atau belum. Penerjemah dilarang untuk mengurangi atau menambahi pesan dari teks bahasa sumber ke teks bahasa sasaran.
Mesin penerjemah bisa menghasilkan teks terjemahan yang tidak akurat seperti dalam penerjemahan teks yang bermakna idiomatis. Contohnya, saya mencoba menerjemahkan teks “Kill two birds with one stone.” menggunakan mesin penerjemah dan hasilnya adalah “Membunuh dua burung dengan satu batu.” Ini merupakan hasil terjemahan yang tidak akurat karena pesan dari teks bahasa sumber dan pesan dari teks bahasa sasaran tidak sama. Terjemahan yang lebih tepat adalah “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui”. Dari contoh ini kita bisa menyimpulkan bahwa mesin penerjemah tidak bisa menerjemahkan teks yang bermakna idiomatis sehingga menghasilkan terjemahan yang kurang akurat.
Aspek keberterimaan
Keberterimaan dalam penerjemahan adalah apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa sasaran, atau budaya yang berlaku di daerah di mana bahasa sasaran tersebut digunakan atau belum. Budaya di mana bahasa sumber digunakan tentu saja berbeda dengan budaya dimana bahasa sasaran digunakan.
Mesin penerjemah bisa menghasilkan teks terjemahan yang tidak natural seperti dalam penerjemahan teks bahasa sehari-hari. Contoh, saya mencoba menerjemahkan teks “Can I help you?” menggunakan mesin penerjemah dan hasilnya adalah “Dapatkah saya membantu Anda?” Ini merupakan hasil terjemahan yang tidak natural karena terjemahan tidak diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Terjemahan yang lebih tepat adalah “Ada yang bisa dibantu?” Dari contoh ini kita bisa menyimpulkan bahwa mesin penerjemah tidak bisa memahami konteks budaya bahasa sasaran sehingga menghasilkan terjemahan yang kurang natural.
Aspek keterbacaan
Keterbacaan dalam penerjemahan adalah apakah suatu terjemahan mudah dipahami atau tidak. Hal ini berkaitan dengan kompleksitas gramatika bahasa sasaran dan jumlah kata-kata baru.
Mesin penerjemah bisa menghasilkan teks terjemahan yang tidak mudah dipahami. Contoh, saya mencoba menerjemahkan teks “I like to eat churro” menggunakan mesin penerjemah dan hasilnya adalah “Saya suka makan churro” Ini merupakan hasil terjemahan yang tidak mudah dipahami karena tidak semua orang Indonesia mengerti apa itu “churro”. Untuk meningkatkan aspek keterbacaan teks ini, penerjemah manusia biasanya menambahkan deskripsi di catatan kaki atau setelah kata yg dideskripsikan. Terjemahan yang lebih baik tingkat keterbacaan adalah “Saya suka makan churro (camilan yang populer di Spanyol dan Amerika Latin yang terdiri dari adonan yang dibuat memanjang, digoreng, ditaburi gula dan sering dimakan dengan saus cokelat).
Memang terkadang terdapat beberapa kata di bahasa sumber yang tidak memiliki padanan yang benar-benar tepat di bahasa sasaran. Seperti contoh di atas, walaupun “churro” adalah makanan yang mirip donat, kita tidak bisa menerjemahkan “churro” menjadi donat karena donat dalam budaya Indonesia adalah kue yang berbentuk bundar, berlubang di tengahnya, dan ditaburi gula halus, meses, keju, dan lain-lain. Jika tetap diterjemahkan menjadi donat, itu malah akan mengurangi tingkat keakuratan terjemahan. Dari contoh ini kita bisa menyimpulkan bahwa masalah ketiadaan sebuah kata yang sepadan di bahasa sasaran tidak bisa diatasi oleh penerjemah mesin.
Selain kekurangan mesin penerjemah dalam ketiga aspek di atas, ada alasan lain dari mengapa keahlian penerjemah tidak bisa digantikan oleh mesin penerjemah. Selama menjadi penerjemah saya sering sekali mendapati teks bahasa Indonesia (bahasa sumber) yang gramatikanya tidak beraturan atau pemilihan katanya tidak tepat sehingga teks tersebut susah untuk dipahami. Di bawah ini adalah contoh dari pemilihan kata yang tidak tepat di bahasa sumber (bahasa Indonesia) dari teks yg pernah saya terjemahkan.
“Memberdayakan sikap peduli lingkungan melalui pendekatan teologis”
Kata “memberdayakan” dalam bahasa Indonesia artinya tindakan seseorang untuk memberi orang lain kekuatan atau otoritas untuk melakukan sesuatu. Itu berarti objek dari kata “memberdayakan” harus berupa manusia, sedangkan objek dari kata “memberdayakan” di rangkaian kata di atas berupa kata benda abstrak. Oleh karena itu, kata “memberdayakan” di rangkaian kata di atas itu salah. Jika tetap diterjemahkan oleh mesin penerjemah hasilnya akan terasa kurang pas. Seperti di bawah ini.
“Empowering environmental care through a theological approach”
Penerjemah manusia bisa mendeteksi jika teks bahasa sumber terdapat kesalahan dan bisa memperbaiki kesalahan tersebut. Tidak seperti penerjemah mesin yang menerjemahkan teks bahasa sumber apa adanya. Kata “memberdayakan” di atas bisa diganti dengan kata “meningkatkan” atau “menumbuhkan” sehingga terjemahannya seperti di bawah ini.
“Improving/encouraging environmental care attitude through a theological approach”
Itulah tadi alasan mengapa keahlian penerjemah tidak bisa digantikan oleh mesin penerjemah. Ternyata mesin penerjemah memiliki kekurangan dalam aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Selain itu, penerjemah seringkali mendapati teks bahasa sumber yang gramatikanya tidak beraturan atau pemilihan katanya tidak tepat sehingga teks tersebut susah untuk dipahami.. Penerjemah manusia memiliki keahlian untuk mengidentifikasi kesalahan di teks bahasa sumber dan melakukan penyuntingan sebelum teks bahasa sumber tersebut dialihbahasakan ke bahasa sasaran.
Tulisan ini tidak mengatakan bahwa mesin penerjemah adalah benda yang tidak berguna tetapi justru mesin penerjemah adalah penemuan di dunia modern yang sangat membantu penerjemah manusia untuk lebih efektif dalam melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, mesin penerjemah bukanlah sebuah kompetitor bagi penerjemah manusia tetapi mesin penerjemah adalah teman kerja yang sangat membantu.
BACA JUGA Pesan Positif dalam Lagu BTS Jadi Tren Baik untuk Generasi Muda.