3 Hal yang Membuat Saya Kurang Nyaman Tinggal di Karanganyar

3 Hal yang Membuat Saya Kurang Nyaman Tinggal di Karanganyar

3 Hal yang Membuat Saya Kurang Nyaman Tinggal di Karanganyar (Unsplash.com)

Hidup selama 23 tahun di Karanganyar membuat saya harus legowo dan lapang dada. Gimana ya, setelah sekian lama tinggal di sini, entah kenapa saya merasa kurang nyaman. Bahkan niatan untuk pindah rumah tak jarang menghampiri. Maklum, semua orang pasti mendambakan tempat tinggal yang membuat penghuninya betah berlama-lama menetap, kan?

Supaya lebih jelas, daerah yang saya tinggali adalah Kabupaten Karanganyar. Ini Karanganyar timur Solo lho ya, yang punya Gunung Lawu, bukan Karanganyar lainnya. Saya tegaskan demikian soalnya nama daerah Karanganyar di Jawa Tengah itu nggak cuma satu.

Kalian mungkin bertanya-tanya dalam hati, kenapa saya merasa kurang nyaman tinggal di Karanganyar, padahal kan di sini ada beberapa tempat yang indah dan bikin nyaman, sebut saja salah satunya Tawangmangu. Ya betul juga sih, tapi saya punya alasan kuat mengapa saya merasa kurang nyaman tinggal di Bumi Intanpari.

Makin banyak pabrik

Hal pertama yang perlu kalian ketahui adalah di balik keindahan panorama alamnya, Karanganyar memiliki pemandangan yang kurang sedap. Bagi saya, sekarang kabupaten ini adalah perwujudan kota industri seperti daerah tetangga satu provinsi; Semarang, Kudus, dan Kendal.

Jika kita mengamati dari kecamatan-kecamatan yang berada jauh di bawah kaki Gunung Lawu, cerobong asap dari pabrik-pabrik terlihat kemebul. Terutama di daerah tempat tinggal saya, Kecamatan Kebakkramat.

Dulu waktu saya masih kecil, tempat-tempat yang biasa saya jadikan sebagai tempat bermain bola atau bermain layangan adalah kebun-kebun tebu di sekitaran rumah. Dulunya tempat itu merupakan tanah milik seorang peternak sapi di desa saya. Namun kini, tempat-tempat yang dulu biasa saya jadikan tempat bermain telah berubah menjadi kawasan industri pabrik asing.

Udara yang menurut saya dulunya terasa segar, kini terasa nylekit, garai sesek pas ambegan. Hampir di setiap desa sekarang berdiri pabrik-pabrik besar. Mayoritas adalah pabrik tekstil. Jika musim panas tiba, udara di kamar saya bahkan bisa dua kali lipat lebih panas daripada hari-hari biasa. Jadi, siap-siap aja boros listrik. Gimana nggak boros, lha wong satu kipas angin nggak cukup bikin adem, Gaes. Minimal saya harus menyalakan tiga kipas angin di kamar, baru terasa nyes.

Baca halaman selanjutnya

Destinasi wisata yang gitu-gitu aja…

Destinasi wisata yang gitu-gitu aja

Hal kedua yang bikin saya lambat laun merasa kurang nyaman tinggal di Karanganyar adalah destinasi wisatanya. Fyi, luas Kabupaten Karanganyar tercatat seluas 773,8 kilometer persegi dengan populasi penduduk lebih dari 800.000 jiwa. Dengan luas sekian kilometer persegi tersebut, menurut saya destinasi wisata yang dimiliki Bumi Intanpari itu-itu aja. Nggak ada lagi yang bisa diandalkan selain Tawangmangu.

Yah, mungkin ada juga tempat wisata lain seperti Grojogan Sewu yang terkenal dengan mitos larangan yang-yangan di sana, kebun teh Kemuning, dan Candi Cetho. Tapi ya tempatnya cuma di sekitaran sana aja dan spotnya membosankan.

Di pusat kota saja nggak ada destinasi wisata yang bisa dibanggakan. Oh ya, pusat kota Karanganyar itu panas, Gaes, nggak kayak di Tawangmangu yang adem. Padahal kalau misalnya bisa dikelola dengan baik, Karanganyar punya destinasi wisata yang nggak cuma untuk tujuan senang-senang, tapi juga wisata edukasi. Sebab, Karanganyar ini punya beberapa tempat bersejarah lho seperti makam Giribangun, Situs Perjanjian Giyanti, dan masih banyak lagi.

Zaman sekarang itu kan destinasi wisata harus ada nilai edukatifnya. Misalnya kayak Kota Solo itu lho, tiap minggu di sana pasti ada agenda seni budaya. Hampir setiap hari tempat-tempat bersejarah di sana dikunjungi wisatawan yang datang. Eh, maaf, nggak bermaksud membandingkan lho, cuma sekadar contoh.

Jarang ada event yang menghibur warga

Hal terakhir yang bikin saya kurang nyaman tinggal di Karanganyar adalah jarang ada event. Sebagai masyarakat yang butuh hiburan, tentu saya—dan mungkin juga warga Karanganyar lainnya—mendambakan beragam event yang bisa diselenggarakan di daerah kami, baik itu acara berbayar maupun gratisan.

Menurut saya, kemeriahan event besar seperti konser, festival, atau pertunjukan seni budaya adalah momentum yang dinantikan masyarakat. Seingat saya, terakhir kali Karanganyar mengadakan event besar pada 23 November tahun lalu. Saat itu Denny Caknan hadir sebagai bintang tamu dalam acara peringatan hari jadi Karanganyar yang ke-105.

Coba kalau beberapa event bisa terselenggara nggak cuma setahun sekali. Misalnya seminggu sekali gitu. Ya nggak usah gede-gedean banget. Setidaknya bikin warga jadi sedikit terhibur gitu. Oh ya, saya baru ingat, sebenernya tiap malam minggu ada event yang jadi primadona warga, sih, yakni malem mingguan di Alun-alun Karanganyar.

Begitulah kenyataannya, Kabupaten Karanganyar yang dikenal aduhai mempesona ternyata punya beberapa kekurangan. Semoga ketiga hal yang bikin saya kurang nyaman di atas bisa menjadi perhatian pemerintah setempat sehingga warga tetap betah dan nyaman menetap di Bumi Intapari.

Kalau butuh bantuan, sebagai warga, saya siap kok membantu menjadikan Kabupaten Karanganyar sebagai tempat ternyaman di Karesidenan Solo Raya. Kalau tempat tinggalnya nyaman, warga bakal merasa tentram. Cocok sama slogannya, Karanganyar Tentram.

Penulis: Yoga Tamtama
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Rekomendasi Wisata Tersembunyi di Karanganyar biar Nggak Itu-itu Terus Tujuannya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version