3 Hal yang Biasa Saja di Toraja, tetapi Tidak Lumrah di Makassar

3 Hal yang Biasa Saja di Toraja, tetapi Tidak Lumrah di Makassar

3 Hal yang Biasa Saja di Toraja, tetapi Tidak Lumrah di Makassar (unsplash.com)

Faktanya, Makassar dan Toraja memiliki banyak sekali perbadaan meski sama-sama merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai seseorang yang berdomisili di Makassar dan berkampung halaman di Toraja, saya sadar betul bahwa tidak sedikit hal-hal yang biasa terjadi di Toraja, tetapi tidak lumrah di Makassar atau bagi orang Makassar.

Satu hal yang paling umum diketahui banyak orang tentu saja adalah perihal upacara pemakaman di Toraja yang unik dan khas. Upacara pemakaman dengan sederet prosesi yang pada akhirnya memantik rasa penasaran orang-orang untuk berkunjung ke Toraja.

Selain upacara pemakaman, berikut ini setidaknya tiga hal yang biasa terjadi di Toraja, tetapi tidak lumrah di Makassar.

#1 Ngobrol pakai “aku-kamu”

Penggunaan “aku-kamu” dalam percakapan sehari-hari sebenarnya adalah hal yang umum terjadi di banyak daerah di Indonesia, termasuk di Toraja. Namun hal tersebut menjadi sesuatu yang tidak lumrah di Makassar.

Ketika orang Toraja ngobrol pakai bahasa Toraja, mereka lebih sering menggunakan kata “aku” saat menyebut diri sendiri. Sementara kata “kamu”, diposisikan sebagai kata sapaan yang bernada sopan untuk diucapkan kepada lawan bicara, utamanya orang yang lebih tua. Jika dipadankan, posisinya sama dengan kata “kita” bagi orang-orang di Makassar.

Di Toraja, sudah menjadi hal yang biasa saat ngobrol menggunakan kata “aku-kamu”. Berbeda dengan di Makassar yang jika seseorang menggunakan kata aku-kamu, biasanya akan dianggap berlebihan atau sok Jakarta.

Baca halaman selanjutnya: Di Toraja, kata “iyo” bisa digunakan untuk…

#2 Di Toraja, kata “iyo” bisa digunakan untuk orang yang lebih tua

Selain “aku-kamu”, penggunaan kata “iyo” juga menjadi satu hal yang membuat saya merasa punya semacam saklar on-off di kepala. Fungsinya tentu saja mengatur, kapan saya harus menggunakan kata “iyo” dan kapan saya harus menahan agar kata tersebut tidak sampai keluar dari mulut saya.

Pasalnya, kata “iyo” dalam dialek Toraja dan dialek Makassar, punya kedudukan yang sangat jauh berbeda. Dalam dialek Toraja, adalah hal yang lumrah apabila ngobrol dengan orang tua dan mengucapkan kata “iyo”. Berkebalikan dengan dialek Makassar yang memposisikan kata “iyo” sebagai kata yang tidak sopan jika diucapkan saat ngobrol dengan orang tua.

Dalam dialek Makassar, kata “iyo” hanya digunakan saat ngobrol dengan teman sebaya yang sudah akrab. Jika ada anak-anak menggunakan kata “iyo” (alih-alih iye’) saat ngobrol dengan orang yang lebih tua, bisa-bisa mulut akan disentil atau digeplak.

Hal ini juga menjadi culture shock bagi anak saya yang berusia tujuh tahun. Saat pulang kampung ke Toraja, dia sangat terkejut ketika mendengar orang-orang bisa menggunakan kata “iyo” dengan sebebas-bebasnya. Berbeda dengan saat dia di Makassar yang bahkan dengan teman sebaya pun, sudah kami ajarkan untuk memakai kata “iye’”.

Dalam bahasa Indonesia, “iyo” dan “iye’” artinya sama saja, yaitu “iya”.

#3 Mobil pribadi dijadikan angkot

Poin nomor tiga ini juga menjadi culture shock teman-teman saya dan bisa jadi warga Makassar lainnya ketika berkunjung ke Toraja. Di sana, yang namanya angkot tidak selalu berupa mobil angkot yang umumnya ada di banyak daerah lainnya. Tidak sedikit mobil pribadi yang kemudian dimodifikasi untuk dijadikan angkot di sana.

Untuk membedakan mana mobil pribadi dan angkot, cukup dengan melihat warna plat kendaraan. Kalau platnya berwarna kuning, berarti mobil pribadi yang teman-teman lihat, sudah bertransformasi menjadi angkot.

Itulah tiga hal yang biasa saja di Toraja, tetapi tidak lumrah di Makassar ataupun bagi orang Makassar. Perbedaan tersebut tentu saja bukan untuk diperdebatkan tetapi sebagai wujud dari beragamnya kebiasaan orang-orang di daerah masing yang membuat dunia ini lebih berwarna.

Kalau dilihat lebih luas, sebenarnya masih banyak hal lainnya yang biasa saja di Toraja, tetapi tidak lumrah di Makassar atau bahkan di tempat lainnya. Tetapi biarlah hal lainnya menjadi pemantik bagi teman-teman untuk datang ke Toraja dan merasakannya secara langsung. Ayo, ke Toraja!

Penulis: Utamy Ningsih
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 3 Salah Paham terkait Toraja yang Perlu Diluruskan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version