Harus diakui, Pemalang adalah daerah yang kurang terkenal. Setidaknya, tidak seterkenal kota lain. Bagi orang yang kerap melewati daerah Pantura, mungkin familiar. Tapi bagi orang yang lewat Pantura bisa satu siklus kehidupan sekali, beda cerita. Denger namanya aja belum tentu.
Tapi, meski tak terkenal, jangan anggap Pemalang itu nggak indah. Kabupaten ini punya pesonanya sendiri, dan meski tak sebanyak kota lain, Pemalang juga didatangi banyak wisatawan.
Makin hari, makin banyak daerah-daerah di Indonesia yang akhirnya “membuka diri” dan jadi jujugan wisata. Tak heran jika kini banyak orang yang mengunjungi kabupaten yang tak begitu terkenal. Makanya, saya menulis ini, karena saya tahu, nantinya kota ini akan ramai wisatawan dan jadi kota yang lebih hidup.
Seperti daerah lain, Pemalang punya ciri khasnya sendiri. Entah kotanya, kehidupan orangnya, atau suasana hidupnya. Dan dalam artikel ini, saya akan menjelaskan apa yang bikin Pemalang begitu khas.
Beda desa, beda bahasa
Bahasa yang biasa digunakan di Pemalang sehari-hari adalah ngapak. Tapi ada yang unik, dalam satu kabupaten, bahkan yang ekstrem beda desa saja, logatnya sudah beda. Jadi nggak heran kalau sesama orang Pemalang bisa saling bingung kalau cerita.
Perbedaan logat bahasa ini saat terlihat jelas antara Pemalang Timur dan Kota, serta Selatan. Warga Timur dominan berlogat “O”, contohnya “ Lagi opo” “ Ono piro”. Berbeda dengan warga kota dan selatan dominan, berlogat “A” seperti saat berbicara “lagi apa” dan “ana pira”.
Perbedaan ini mungkin terjadi karena daerah Timur seperti Petarukan, Comal, Ulujami, dekat dengan daerah Pekalongan yang berlogat lebih halus. Berbeda dengan Kota dan Selatan yang lebih dekat dengan Purbalingga ataupun Tegal yang bahasa ngapaknya saat kental.
Jadi saat menemukan orang Pemalang berbicara tapi nggak ngapak kemungkinan besar adalah warga Timur. Jadi untuk siapa pun yang berkunjung nggak usah bingung kalo mengdengar logat bahasa yang berbeda antarwilayah.
Baca halaman selanjutnya