3 Fakta Menyebalkan dari Jalan Ditutup karena Hajatan

3 Fakta Menyebalkan dari Jalan Ditutup karena Hajatan Terminal Mojok

3 Fakta Menyebalkan dari Jalan Ditutup karena Hajatan (Ester Lia/Shutterstock.com)

Musim hajatan telah tiba. Entah itu hajatan pernikahan atau hajatan sunatan (khitanan) akhir-akhir ini ramai dilaksanakan. Cukup mudah melihat tanda-tandanya, biasanya dilihat dari banyaknya tamu undangan yang datang ke sebuah rumah hingga akses jalan ditutup lantaran menggelar hajatan di rumah. 

Meski sekarang sudah banyak gedung dan hotel yang disewakan sebagai tempat hajatan, kebanyakan orang masih memilih menggelar hajatan di rumah. Akhirnya, tutup dalan buka terop adalah cara yang dilakukan sebagian orang, tak terkecuali di Surabaya, tempat asal saya. Menggelar acara dengan memasang terop (tenda hajatan), sound system, dan kuade di jalan masih jadi idola lantaran waktu pelaksanaan acara bisa fleksibel nggak seperti menyewa gedung yang terikat dengan keterbatasan waktu.

Hajatan memang identik dengan acara yang membahagiakan. Makan-makan, orkes, haha-hihi, dan hokya-hokye. Namun, terdapat beberapa fakta menyebalkan dari jalan yang ditutup karena hajatan.

#1 Pengguna jalan harus rela muter-muter

“Aduh, ndadak muter adoh iki,” begitu kira-kira sambatan mas ojol yang sepeda motornya terhenti akibat jalan yang hendak dia lalui ditutup. Daerah itu masih asing baginya. Peta digital yang selalu menuntun arah jalannya pun nggak punya update terkini yang memuat informasi “jalan ini ditutup”.

Begitu juga yang dirasakan beberapa warga yang harus berangkat kerja. Namanya jalan umum ya, yang lewat kan nggak cuma tetangga kanan kiri yang punya hajatan. Wajar saja kalau warga dari gang lain atau bahkan RT/RW lain nggak tahu kalau jalan yang biasa mereka lewati ditutup. Warga yang kecelek jadi harus putar balik mencari jalan lain.

Biar hajatan tetap berlangsung dan pengendara jalan atau warga sekitar masih bisa mengakses jalan, coba yang empunya acara menyisakan satu atau dua meter jalan biar warga tetap bisa lewat. Atau yang empunya acara bisa juga menyiapkan rancangan rekayasa arus lalu lintas alternatif lengkap dengan tim keamanan yang bisa membantu pengendara lewat. 

#2 Speaker bombastis bikin kuping menangis

Selain keberadaan tenda yang biasanya menghalangi jalan umum, hajatan yang dilangsungkan di jalan identik dengan speaker bombastis yang punya suara dan dentuman keras. Belum lagi kalau si empunya hajatan menyewa orkes atau electone lengkap dengan efek suara “hoobah”, “yak e yak e”, “asek asek”, dkk. beuh, saya jamin warga sekitar nggak bisa tidur dan nggak bisa kerja dengan leluasa.

Coba bayangkan kalau di sekitar rumah yang menyelenggarakan hajatan dengan speaker bombastis itu ada pekerja yang harus meeting dadakan di rumah. Selama meeting berlangsung, bukan suara bosnya yang terdengar, melainkan suara para biduan yang menyanyikan lagu “Pecah Telur”. 

Biar hajatan tetap berlangsung dan warga sekitar nggak terganggu, empunya acara bisa menggunakan speaker di dalam saja, nggak perlu diarahkan ke jalanan. Selain itu, pastikan acara selesai tepat waktu supaya nggak mengganggu jam tidur warga sekitar.

#3 Pedagang sekitar nggak bisa jualan

Di dekat rumah saya pernah ada pedagang lontong pecel yang harus rela nggak berjualan selama dua hari lantaran ada tetangga yang melaksanakan hajatan. Blio menutup lapaknya ya karena memang jalanan utama ditutup dari ujung utara hingga selatan. Akses jalan yang ditutup dan diberi tenda itu tentu membuat calon pembeli nggak bisa mengakses jalan secara leluasa. Ketimbang memaksakan diri untuk tetap buka tapi nggak ada yang beli, akhirnya blio memilih untuk menutup lapaknya sementara.

Nggak adanya aturan jelas perihal penyelenggaraan atau jadwal penyelenggaraan acara yang menggunakan jalan umum membuat hajatan kadang terlaksana dengan asas sak karepe seng nduwe gawe (terserah yang punya acara). Pokoknya asal sudah izin dan bayar uang keamanan ya sudah beres. Padahal hajatan yang terselenggara dengan metode menutup jalan nggak hanya perihal kebahagiaan keluarga sang penyelenggara acara, tapi juga menyangkut puluhan keluarga yang hidup di sekitarnya.

Mau mengadakan hajatan di jalan ya monggo saja, asal nggak melupakan ada warga lainnya yang perlu mengakses jalan tersebut. Jangan sampai terkesan berbahagia di atas penderitaan orang lain. Kan jadi nyebelin gitu.

Penulis: Anisah Meidayanti
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 10 Istilah Job Desc Rewang Saat Hajatan di Gunungkidul.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version