Lantaran nemenin nenek yang sakit, saya jadi hafal sinetron. Lantas, nggak heran ketika dulu sering nemenin beberapa anak tetangga, saya jadi hafal selera tontonan mereka. Bukan anime macam Doraemon atau Digimon, mereka lebih suka produk jiran bernama Boboi Boy dan Upin & Ipin.
Untuk kartun yang saya sebut terakhir, saya pribadi pun turut serta menikmatinya. Bisa jadi karena dekat dengan masa kanak-kanak saya yang jauh dari pengaruh gadget dan lebih suka bermain di luar rumah. Pun bisa jadi karena memang cara pengemasan Upin & Ipin dibuat sedekat mungkin dengan orang-orang Malaysia dan Indonesia.
Cara para bocah main, problem Tante Sally, cara Uncle Muthu ngedumel, semua terasa pas. Nggak hanya lucu, tapi juga ada sisi sedih yang kadang ditampilkan beriringan dengan sisi ceria di bagian awal.
Dari yang awalnya nemenin bocah-bocah kampung saya nonton, lama-lama kok ya saya nyaman melihat kartun yang satu ini. Nah, saya akan coba memberikan beberapa rekomendasi episode Upin & Ipin yang kudu dilihat karena nggak bakalan ada ruginya.
#1 Kembara Kembar Nakal
Saya punya kakak yang sebelas dua belas sama Kak Ros. Kalau ngamuk, dia bisa saja menghancurkan dunia kalau mau. Berhubung kakak saya dan Kak Ros nggak mau, dunia masih aman sampai sekarang. Tipikal kakak seperti Kak Ros, itu bukan hal langka. Dalam season 7 Upin & Ipin, saya dibikin terharu sama episode “Kembara Kembar Nakal”. Padahal, episode ini nggak bertujuan bikin penontonnya sedih.
Kak Ros memang galak sama Upin dan Ipin. Diimbangi dengan si kembar ini yang nakal sekali. Mereka selalu melawan atau ndasnya yang selalu goyang-goyang seperti boneka di mobil. Walau galak, Kak Ros punya cara tersendiri buat menunjukkan rasa sayang kepada adik-adiknya. Ya, Kak Ros menjadikan mereka premis sebuah komik yang ia buat.
Saya terharu karena segalak apa pun seorang kakak, selalu ada sisi baik yang ditampilkan, tapi ogah kalau ditunjukin terang-terangan. Hal ini mengingatkan saya tentang kakak saya yang pernah memesan martabak di jam 1 malam. Ia memesan ketika saya sedang ngetik dan ngelih-ngelihnya. Saya jadi mbrebes mili dan bilang, “Wah, mbak kayak Kak Ros…” Belum selesai menuntaskan pujian, mbak saya langsung nimpali, “Oh, maksudmu aku galak?” Duh, angel.
#2 Bila Besar Nanti
Ada beberapa hal di episode season ke-4 ini yang bikin saya teringat terus. Pertama, karena cita-cita saya dan Upin-Ipin sama: sama-sama pekok. Karena saya, Upin, dan Ipin kepingin jadi astronot. Mungkin Upin dan Ipin masih bisa mewujudkannya. Namun untuk saya, mimpi itu sudah mati karena saya goblok banget perihal hitungan. Kedua, cita-cita Fizi yang bikin saya terharu.
Bagaimana nggak? Cita-cita Fizi ini jadi tukang sampah. Bayangkan saja, ketika anak-anak di zamannya bermimpi jadi pro player atau YouTuber, ia ingin jadi tukang sampah. Kata Fizi, “Bila sampah tak ade, semua tempat bersih. Tak ada penyakit, baru lah sehat.”
Kalian yang sengit tenan sama Fizi karena bacotnya yang ngenyek Upin dan Ipin nggak bisa masuk surga karena nggak punya orang tua itu, bakalan terenyuh kala mendengar apa yang ia sampaikan.
Bukan apa-apa, saya jadi keinget waktu liputan di TPST Piyungan. Anak-anak di sini punya cita-cita bikin wangi sampah. Bayangkan saja, kata-kata itu keluar dari mulut anak-anak. Ya, anak-anak yang tak pernah berbual-bual ketika mengutarakan apa yang ia inginkan.
#3 Air Kolah, Air Laut
Episode ini masuk season ke-3, di sini menceritakan Upin dan Ipin yang disuruh mandi sama Kak Ros. Namun, seperti biasa biasa mereka ngeyel. Mereka kepingin main di luar, tapi Kampung Durian Runtuh sedang hujan. Mau nggak mau, mereka mandi. Di dalam kamar mandi, mereka nggak pakpung pakai air, melainkan berimajinasi semisal mereka jadi bajak laut.
Hanya berbekal bak mandi dan kapal yang terbuat dari kertas, mereka bisa berimajinasi semisal jadi petualang. Bahkan, ada tokoh-tokoh jahat seperti bajak laut. Kenapa menarik? Lantaran kita bisa tahu, anak-anak mempunyai imajinasi yang sulit ditebak. Hal ini menyadarkan saya, dulu saya punya imajinasi luar biasa yang harus terkikis seiring bertambahnya usia.
Saya pernah berimajinasi yang kurang lebih seperti Upin dan Ipin. Bedanya, bukan di kapal, melainkan di sebuah roket. Saya pernah berimajinasi naik roket, datang ke eksoplanet. Saya bawa semua orang di bumi pindah ke eksoplanet tersebut kecuali George Bush dan Osama Bin Laden. Saya dulu mikir, “Biar mereka berdua bingung mau jahatin siapa.”
Itulah beberapa episode Upin & Ipin yang bikin saya selalu ingat bahwa kartun ini nggak hanya menang grafis saja, tapi juga cara bertuturnya. Story telling di sini membangkitkan imajinasi anak-anak kecil pada umumnya dan anak-anak yang telah berubah menjadi brewokan, kumisan, dan berbulu kakinya saperti saya.
Penulis: Gusti Aditya
Editor: Audian Laili