“Halo, teman-teman. Perkenalkan nama saya, Karisma Nur Fitria. Bisa dipanggil Karisma, ga pake H”. Iya, saya tahu ini perkenalan umum biasa. Tidak ada istimewa-istimewanya. Cuma yang tidak biasa itu respon setelahnya.
“Karisma 125, ya?”
“Karisma, motor?”
“Karisma Kapoor?”
Apa? Jangan bilang kamu yang baca tulisan ini juga sependapat. Apa semua orang begitu ya, ketika mendengar nama “Karisma”? Kayaknya tidak juga. Tidak kebayang sih kalau sekelas Karisma Kapoor digituin.
Respons yang saya terima memang tidak begitu beragam. Selalu 3 pendapat itu yang keluar dari mulut orang-orang. Tapi, sangat cukup membuat saya merasa muak ketika perkenalan diri. Masalahnya, jadi sasaran terus!
Olok-olokan itu seenggaknya sudah bisa saya terima sekarang. Malah ikut senang, ternyata namaku terkenal. Lain halnya ketika kecil, wah… saya bisa ngamuk itu.
Dari respons orang-orang awalnya saya merasa kesal dengan nama sendiri. Sampai akhirnya, dulu saya melayangkan protes kepada, Mamak. Beliau adalah perempuan yang melahirkan, membesarkan, dan menyematkan nama itu kepada saya.
Nama itu doa, salah sedikit bisa fatal akibatnya
Saya kira awalnya nama itu terinspirasi dari salah satu merek motor Honda. Ternyata bukan! Jadi saya pikir, kalian yang menyandingkan namaku dengan motor Karisma 125, kalah telak. Eits, tapi bukan karena terinspirasi dari Karisma Kapoor juga. Kalian salah semua.
Mamak, membela diri dengan menyebutkan bahwa nama itu bagus. Ada selipan harapan dan doa orang tua di sana. Beliau katanya terinspirasi dari seorang da’i cilik jaman dulu, Kharisma Yogi Noviana.
Makanya, Mamak memberikan nama “Karisma” dengan harapan penuh anaknya bisa seperti idolanya. Supaya jadi anak yang sholehah dan pandai berdakwah. Saya paham betul harapan orang tua kepada anaknya. Tapi, Mamak mungkin kurang teliti ketika memberikan nama hingga doanya kurang mujarab.
Harusnya namaku dibuat “Kharisma” saja supaya sama dengan “Hj. Kharisma”. Beribu sayang, perkara kurang huruf “H” ini ternyata bisa fatal juga. Alih-alih jadi pendakwah, Karisma satu ini sekarang malah jadi tukang ceramah lewat tulisan. Paling mentok ceramah di depan kelas. Nasib ditentukan nama juga ya ternyata…
Kalau soal nama belakang, itu umum saja sih. Katanya, Mamak menyesuaikan hari lahirku. Kebetulan sekali sedang berada di suasana hari raya Idul Fitri. Dari situlah tambahan “Nur Fitria” menemani “Karisma” selama hampir 22 tahun ini.
Derita nama “Karisma”, selalu salah penulisannya
Ketika saya sudah berdamai dengan kesalahan huruf “H” itu. Iya, huruf “H” yang mungkin bisa mengantarkan saya jadi pendakwah. Tapi, persoalan ini jadi lebih panjang ternyata. Nama saya selalu jadi sasaran salah tulis oleh orang-orang.
Aturan yang benar sesuai akte kelahiran dan KTP itu, Karisma Nur Fitria. Itu sudah paten tercetak juga diberbagai ijazah asli, bukan palsu ya. Meski begitu, setiap kali ketemu orang baru banyak yang bikin kesalahan menulis nama saya.
Beberapa kali saya menangkap basah teman yang menyimpan kontak dengan nama “Kharisma”. Persoalan huruf “H” ini kan bikin saya bimbang lagi. Jadi ingat soal doa orang tua yang harusnya bisa jadi kenyataan, nih. Bahkan teman yang sudah akrab lama, juga masih melakukan kesalahan yang sama. Itulah kenapa, setiap perkenalan saya juga harus memperjelas “Karisma, tapi ga pake H”.
Pernah juga sewaktu tulisan saya terbit di salah satu media (asik, pamer dulu). Nama saya ditulis pake “H”. Ini bikin agak kesal sebenarnya. Kok bisa salah padahal media selalu minta biodata penulis. Padahal sudah jelas di biodata yang saya kirim itu “Karisma Nur Fitria”. Lalu pas tulisan terbit saya lihat kok jadi “Kharisma Nur Fitria”.
Hadeh. Jangan buat saya kepikiran lagi deh. Masa iya, cuma gara-gara huruf “H” saya harus menyesal seumur hidup.
“Karisma” bukan nama pasaran, tapi selalu jadi sasaran!
Karisma itu memang bukan nama yang pasaran. Ya, tapi umum saja sih dipakai orang. Bahkan data dari Ditjen Dukcapil Kemendagri menyebutkan bahwa nama perempuan terbanyak itu “Nurhayati”, sebanyak 254.922 ribu orang. Dari sini saja sudah jelas, Nurhayati loh yang pasaran.
Meski Karisma bukan nama pasaran, tapi olok-olokan saya bertambah ketika merantau ke Jogja. Rasanya hidup sebagai “Karisma” kok gini amat. Coba tebak, julukan apalagi yang saya dapatkan.
Ketika perkenalan di kelas semester baru masuk, dosen meminta kami untuk perkenalan. Saya sudah siap dengan 3 reaksi biasanya. Tapi, kali ini beda. Saya jadi punya daftar baru. Dosen saya yang humble itu langsung nyeletuk “Yang punya warteg itu, ya? Warteg Kharisma Bahari yang di Gejayan itu”.
Tambah dewasa saya sudah berdamai sih dengan semua ini. Saya justru bangga punya nama Karisma. Banyak loh ternyata artis terkenal yang menyandang nama Karisma. Misalnya, Karisma Kapoor, artis Bollywood. Ada lagi salah satu anggota boyband Smash dulu, Bisma Karisma.
Dari nama-nama orang terkenal itu semuanya “Karisma” ga pake “H”. Sepertinya saya memang tidak ditakdirkan jadi pendakwah. Saya lebih cocok jadi seperti mereka, pekerja kreatif mungkin? Ya, apa pun semoga, Mamak tetap bangga punya saya.
Saya sudah capek banget dengan persoalan nama “Karisma” ini. Tapi ya sudah, terima ajalah. Mau ganti nama juga harus banyak bayarnya. Eh, banyak aturannya.
Penulis: Karisma Nur Fitria
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Panduan Memberi Nama Anak yang Baik dan Benar
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
