Justinus Laksana aka Koch Justin, adalah legenda. You-Know-Who. Vox Justin, vox diabolus dei. Sabdanya diikuti banyak bocil dan fans sepak bola yang nggak tahu sepak bola. Dia ngomong apa, semua bakal ngikutin. Kalau pengin Indonesia damai, minta Koch Justin mengatur umatnya.
Tapi, tahukah kamu, kalau Koch Justin itu menyandang gelar “coach” tapi nggak nge-coach? Blio Sudah pensiun jadi pelatih futsal. Eh, malah jadi pundit sepak bola, olahraga yang notabene itu mirip namun tak serupa dengan futsal (edan po serupa, lha wong segala aspeknya saja beda). Nah, alih-alih banting stir jadi pelatih tim bola, blio justru jadi pundit.
Tapi, tiba-tiba saya kepikiran. Semisal blio nggak jadi pundit, kira-kira jadi apa ya dia?
Astaga, semalam suntuk saya memikirkan itu. Ngapain coba mikirin Koch.
Kita sama-sama tahu, dunia hiburan Indonesia selalu butuh orang-orang yang berani nampilkan sensasi, bukan prestasi. Menengok kultur dunia hiburan kita yang begini-begini amat, ya semisal Koch nggak jadi pundit, tentu banyak lapangan pekerjaan tersedia buat blio. Jadi host Rumpi No Secret, misalnya.
Tapi saya ingin serius membayangkan Koch semisal nggak jadi pundit. Bakalan jadi apa ya blio? Mosok host Rumpi No Secret. Mbok le nggenah. Koch terhormat lho ini. Makanya, saya punya dua alternatif jawaban atas rasa penasaran saya. Dan kalian harus baca sampai khatam, ya, wahai para kardus!
Pertama, ya jadi pelatih beneran, lah. Saatnya Koch Justin membuktikan bahwa blio nggak hanya pandai salah prediksi doang. Eh, maksud saya, jangan sampai masyarakat tahunya Koch Justin hanya jago bacot doang. Koch, semisal nggak jadi pundit, bisa lho jadi pelatih beneran. Pelatih sepak bola lho, ya.
Latar belakang Koch, seperti yang saya katakan di awal, bermula dari pelatih futsal. Tapi jangan salah, blio ini punya sertifikat asli KNVB. Nah, ketimbang hanya sekadar bual membual, mbok ya dipakai Koch sertifikatnya itu. Kok ya eman, punya sertifikat dari Belanda, buat adu bacot sama para netizen doang. Malu ah sama Ronald Koeman.
Tapi gini, Koch, maaf banget. Saran saya, ketimbang latih tim besar di Indonesia dan berbuntut kepada degradasi tim tersebut, mending Koch ngelatih tim-tim kardus dulu saja. Ceria Kanak-kanak FC, misalnya. Salah satu tim bola dari TK Ceria dekat rumah saya. Mereka sepertinya butuh tenaga Koch, pun nggak butuh target promosi atau menang liga.
Kedua, jadi admin IndiHome. Belakangan, para admin IndiHome pasti nampak giduh karena olengnya jaringan mereka dan mendapat rujak dari masyarakat luas. Balasan para admin ini pun nampak seperti bot alih-alih orang yang sedang menyelesaikan masalah. Rumangsamu, jadi admin ki susah, Buooos, apalagi admin Indihome.
Bisa saja, nih, balasan ramah atas tweet kalian, di dunia asli menyimpan sejuta amarah. “Jancoook kowe ra paham ye nek aku kesel!” begitu, misalnya. Misalnya, lho, ya. Namun apa daya, profesionalitas rujukan utama. Makanya, IndiHome butuh sosok Koch Justin karena blio kadang nggak paham apa itu profesionalitas di dunia maya.
Bukan ngatain lho, ya, namun maki-maki pengguna Twitter lain dengan sebutan kepala bengkoang itu apakah sikap profesionalitas seorang manusia normal? Bayangkan saja admin IndiHome diisi oleh Koch Justin. Ketika kalian nge-tweet sambat jaringan lemot, lantas tweet kalian dibalas begini,
“Jaringan kami sedang no vision, namun kami tetap mengupayakan yang terbaik itu still win this game, ya. -Justin.”
“Muka lo kayak bengkoang. -Justin.”
Nah itu tadi dua profesi yang bisa ditekuni Koch Justin andai dia tak jadi pundit. Saya pikir, dua profesi tersebut jauh lebih cocok ketimbang jadi pundit. Ketimbang ngasih analisis ngawur dan bikin tim yang didukung kalah, mending ngapa gitu yang berfaedah.