War KRS yang Sama Menyebalkannya kayak War Tiket Konser: Rebutan kok Dosen, Mending Balik ke Sistem Paketan Aja!

Mahasiswa Universitas Terbuka Nggak KRS-an, Nggak Masalah. Tetap Bisa Kuliah dengan Tenang, kok

Mahasiswa Universitas Terbuka Nggak KRS-an, Nggak Masalah. Tetap Bisa Kuliah dengan Tenang, kok (Unsplash.com)

Beberapa waktu lalu, Mas Achmad Fauzan Syaikhoni bercerita betapa tak bergunanya KRS jika dosen sesuka hati mengubah jadwal. Memang, perkara ini selalu ribet. Ada hal menyebalkan lainnya selain dosen yang mengubah jadwal, yaitu war KRS.

Hah, naon?

War KRS secara singkatnya mirip war tiket, bedanya cuman ya objeknya aja. Menyebalkannya sih, sama aja. Nyebelin banget malah.

Kalau di semester awal (biasanya dua semester pertama) sistem KRS mahasiswa masih dalam bentuk paketan, nah, semester selanjutnya sudah milih sendiri. Bagian ini yang mengerikan, soalnya emang masa sikut-sikutan mahasiswa dimulai dari sini.

Mahasiswa harus cepet-cepetan input matkul beserta dosen yang mereka inginkan ke dalam KRS mereka. Biasanya sih pada milih dosen yang nggak pelit nilai, jarang ngasih tugas, yang nggak killer deh. Intinya siapa cepat, dia dapat.

Tapi gini loh, memang sih war KRS tu cepet-cepetan, tapi ya mbok tulung kerjasamanya bos. Jangan ngembat milih dosen yang enak-enak aja untuk menghindari kelas ataupun tugas. Apalagi kalau input KRS-nya berjamaah, alias bareng-bareng sama circle nya, langsung habis tu kuota mahasiswanya.

Emang susah sih kalau dalam satu kelas nggak ada teman akrab. Tapi nggak perlu semua circle dalam satu kelas juga. Kalo gitu sama aja dengan sistem paketan KRS. Kelas dan circle pertemanannya akan tetap sama.

Masalah war KRS tidak hanya sampai di situ saja. Kelas yang ramai, pastinya, akan menciptakan kelas sepi, atau bahasa buruknya, kelas sisa. Nah, isi kelas sisa ini, antara orangnya pada nggak begitu semangat karena nggak bareng kawannya, atau nggak menyenangkan karena dosennya killer.

War KRS kadang karena memilih dan menghindari dosen tertentu

Ini emang dilema sih. Memang penyebab war KRS itu kadang nggak melulu mahasiswanya, tapi dosennya. Kalau di kelas tersebut ada dosen yang terkenal murah nilai, banyak yang ndaftar. Tapi kalau kelasnya ada dosen killer, pada menghindari.

Mengatasinya… agak susah sih. Solusinya ya cuman dari dosennya. Tapi nggak mungkin juga dong kita tiba-tiba minta dosen A untuk pelit nilai biar kelasnya merata? Nggak mungkin juga minta dosen B untuk jadi murah nilai. Mulai mumet? Sama.

Mboh ah, saya bingung sama konsep dari war KRS. Katanya war, tapi malah pada pengen sekelas sama circlenya masing-masing. Nanti kalau dipindah, malah rame. Emang paling bener tu paketan aja. Anti ribet, anti mumet, cinta damai pula, kurang apalagi coba.

Nggak enak karena nggak bisa milih? Well, ancen kehidupan iki keras.

Buat kalian korban war KRS, sabar ya. Cobaan kalian nggak berat kok, cuma bikin mumet aja. Anggap pemanasan sebelum memasuki dunia yang sebenarnya.

Penulis: Yessica Octa Fernanda
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Di Kampus Saya, Waktu KRS Adalah Waktu Penuh Drama yang Menggemaskan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version