Baru kerja, masih pandemi, kamu pilih flagship killer alih-alih flagship beneran. Budget dibatasi di antara Rp5 sampai Rp8 juta agar gaji pertama cukup untuk membelinya tunai. Pas, datanglah tiga kandidat dengan harga Rp7 juta di pertengahan tahun 2020 ini: Huawei Nova 7, Poco F2 Pro, dan Vivo X50.
Pilih yang mana ya? Bagaimana jika di-challenge dengan Mi Note 10 Pro dan Huawei Nova 5T yang keluaran lebih lama atau OPPO Reno 4 yang lebih hemat?
Huawei Nova 7
Di Tanah Air, kita tidak menerima kedayangan Huawei Nova 6 alias langsung meloncat dari 5T ke 7. Nova 5T begitu terkenal sebagai flagship killer, terlebih lagi seiring harganya yang turun terus dan mendekati posisi Redmi Note 9 Pro sampai-sampai berkali-kali saya rekomendasikan soal performa. Bagaimana dengan Nova 7?
Tampilan mukanya relatif tidak berbeda. Sedikit lebih tinggi, tetap dengan tompel untuk kamera selfie di pojok kiri atas. Resolusinya sama-sama 32MP, hanya saja di Nova 7 bisa merekam hingga 4K ketika Nova 5T mentok dengan 1080p. Perbedaan baru terasa ketika merasakan pengalaman di bawah sinar matahari terik karena layar IPS LCD berukuran 6.26″ sudah di-upgrade ke layar AMOLED berukuran 6.53″. Sidik jari juga berpindah dari sisi samping ke dalam layar, terima kasih panel AMOLED.
Gradasi bodi belakangnya juga mirip, alias masih membawa konsep dua tahun lalu yang menurut saya sudah jadul dan harusnya beralih ke pewarnaan yang lebih ringan. Penempatan tiga lensa kamera pertama sama dengan lensa keempat kini di bawah ketiga lensa. Semua lensa kamera bersatu dengan lampu LED dalam sebuah kotak hitam untuk mengikuti tren kekinian. Resolusi kamera utama naik dari 48MP ke 64MP, tetapi perlu diingat bahwa mekanisme quad binning tetap berlaku. Resolusi kamera ultrawide turun dari 16MP di Nova 5T ke 8MP di Nova 7, tetapi di saat yang sama lensa depth beresolusi 2MP di Nova 5T berubah menjadi lensa telephoto 3x optical zoom beresolusi 8MP dan ini lebih berguna secara praktis.
Performa pun tak banyak berubah. RAM tetap 8GB dan ROM naik dari 128GB bertipe UFS 2.1 menjadi 256GB bertipe UFS 3.0. Demi hadirnya konektivitas 5G, SoC berubah dari Kirin 980 ke Kirin 985, sama-sama berbasis fabrikasi 7nm. Prosesornya sama-sama berbasis empat inti Cortex-A76 dan empat inti Cortex-A55, tetapi clock speed untuk A76-nya lebih tinggi. GPU naik sedikit dari Mali-G76 ke Mali-G77. Akan tetapi, anehnya performa keduanya boleh dibilang sama saja menurut pengujian Jagat Review. Bahkan, performa Kirin 985 hanya mendekati Kirin 980, Exynos 9825, dan Snapdragon 855 ketika performance mode diaktifkan. Di mode standar, Kirin 985 hanya mendekati Snapdragon 720G alias bedanya sangat signifikan.
Terakhir soal baterai. Banyak pihak mengatakan, termasuk saya, bahwa baterai 3750mAh milik Nova 5T itu kurang. Ya, Huawei hanya meningkatkan sedikit ke 4000mAh di Nova 7 dan lebih memilih mempercanggih SuperCharge ke daya 40W. Konektor USB-nya sudah Type-C, tetapi tetap versi 2 alias kecepatan transfer kabel tidak maksimal. Waduh, di masa awal pembelian pun, baterai 4000mAh hanya cukup untuk bekerja sembilan jam dan perjalanan pulang-pergi masing-masing dua jam. Lembur dan/atau macet sedikit, bubar cerita.
Nova 7 dijual dengan harga Rp6,9 juta berbasis Android 10 tanpa GMS, ketika Nova 5T dijual dengan harga Rp5 juta berbasis Android 10 dengan GMS. Jadi, daripada beli Nova 7, mending turun ke 5T atau cari merek lain.
Vivo X50
Vivo X50 Pro dengan kamera gimbalnya sangat menarik bagi mereka yang membutuhkan perekaman video. Meskipun dilakukan sambil bergerak, lensa kamera Vivo X50 Pro dimungkinkan beradaptasi hingga tiga derajat sehingga hasil video lebih stabil daripada sekadar mengandalkan OIS. Akan tetapi, harganya Rp10 juta, berat. Untuk itu, kita pertimbangkan seri Vivo X50 yang harganya lebih terjangkau, Rp7 juta.
Vivo X50 di Tanah Air kehilangan kamera gimbal, juga prosesor Snapdragon 765G dan kemampuan 5G yang ada di Vivo X50 Pro, juga X50 versi Tiongkok. Prosesornya hanyalah Snapdragon 730, setara Huawei Nova 7 di mode standarnya atau Redmi Note 9 Pro, Galaxy A71, dan Mi Note 10 Pro di segala mode. Bersama Nova 7, tidak ada jack 3.5 mm di ponsel ini dan diberikan adaptor terpisah dari USB-C ke audio jack, tidak masalah bagi penggemar Bluetooth headset atau TWS tetapi tidak bagi orang seperti saya yang masih mencintai earphone kabel bekas BlackBerry.
RAM sudah 8GB dengan ROM 128GB, bukan sesuatu yang istimewa karena ponsel di kelas Rp3 jutaan pun sudah banyak yang memilikinya. Baterai memang lebih besar dari Nova 7, tetapi tidak signifikan, tepatnya dengan kapasitas 4200mAh dan daya pengecasan 33W dengan kabel khusus Vivo Flash Charge 2.0.
Kamera belakang memiliki 4 lensa dengan desain mirip Samsung Galaxy S20 Ultra, tetapi tidak dengan spesifikasinya. Lensa pertama Vivo X50 adalah lensa utama beresolusi 48MP, disusul oleh lensa portrait dengan 2x optical zoom beresolusi 13MP, lensa ultrawide beresolusi 8MP, dan terakhir lensa macro beresolusi 2MP yang kemudian di-upscale ke 5MP. Bukaan lensa utama ada di f/1.6 dan lensa ultrawide di f/2.2, kombinasi yang cukup baik untuk menyesuaikan terhadap kondisi pencahayaan ketika mengambil foto. Ditambah lagi dengan pilihan warna bodi belakang hitam yang lebih elegan dan gradasi biru muda yang lebih simpel, urusan belakang Vivo X50 oke.
Di bagian depan, bercokol tompel punch hole untuk menampung kamera selfie 32MP, tetapi kemampuan merekam videonya mentok di 1080p. Layarnya pun AMOLED, di mana Nova 7 hanya dengan OLED, tetapi sama-sama beresolusi FHD+. Bedanya, ketika Nova 7 lebih mengusung color gamut DCI-P3, Vivo X50 memilih teknologi HDR10 dan refresh rate 90Hz. Berita bagus untuk penggemar gaming, tetapi tentu lebih boros baterai dan apakah frame rate tingginya bisa stabil hanya bermodal Snapdragon 730?
Sulit memenangkan Vivo X50 terhadap saingan sekelasnya dengan prosesor yang setara, yaitu Xiaomi Mi Note 10 Pro. Baterai Mi lebih besar (5260mAh) dengan dukungan fast charging Qualcomm yang bisa menggunakan kabel aftermarket. Adanya 3.5mm jack tanpa perlu menggunakan adaptor, fitur infrared untuk remote, dua lensa telephoto sekaligus, resolusi kamera utama dan ultrawide yang lebih tinggi, tentu sulit untuk mengalahkan fakta bahwa Mi Note 10 Pro tergolong berat dengan bobot mencapai 208 gram dan Vivo X50 datang dengan hanya 173 gram.
Berhemat sekitar Rp2 juta, saya bisa memboyong pulang saudara seperguruan BBK, Oppo Reno 4. Prosesornya Qualcomm Snapdragon 720G, setara dengan Snapdragon 730 milik Vivo X50 dalam performa nyata. Layarnya masih 60Hz, tetapi lebih dari cukup bagi saya. Pengecasan berdaya 30W dengan kapasitas baterai sedikit lebih kecil di 4000mAh. Ada jack audio 3.5mm dan slot microSD di ponsel ini.
Beberapa hal besar yang hilang adalah kamera macro yang turun resolusi dari 5MP ke 2MP dan kamera portrait telephoto 13MP turun menjadi sekadar depth sensor beresolusi 2MP. Kamera selfie bertambah menjadi dua lensa dan itu berarti lebar punch hole bertambah menjadi seperti Realme 6 Pro. Lensa keempat juga berpindah posisi dari paling bawah ke samping lensa kamera pertama sehingga kehilangan kesan seperti Galaxy S20 Ultra. Eh, si Reno justru malah lebih mirip ke Galaxy Note 20 yang baru meluncur! Sisanya, tidak banyak berbeda bagi saya. Worth kok untuk penghematan yang disodorkan.
Poco F2 Pro
Kita memang tidak kedatangan Redmi K30 Pro, tetapi kita memiliki hasil rebrand-nya yaitu Poco F2 Pro. Xiaomi Mi 10 hadir dengan cukup fenomenal, ponsel prosesor Snapdragon 865 berbanderol Rp10 juta saja. Akan tetapi, Poco F2 Pro hadir dengan harga Rp7 juta dengan prosesor yang sama.
Dalam pembahasan ini, kita merujuk pada Poco dengan RAM 6GB dan ROM 128GB. Sampai saat ini, kombinasi memori ini adalah yang terkecil di antara ketiga produk tetapi tetap masih mumpuni. Penyimpanannya tergolong paling canggih dengan UFS 3.1, tetapi RAM masih mengandalkan LPDDR4X karena LPDDR5 diperuntukkan ke varian RAM 8GB yang tepat Rp1 juta lebih mahal. Ya, dengan prosesor terbaik dan konektivitas 5G siap pakai, tentu harus ada kompromi yang dilakukan demi harga miring. Dengan konfigurasi seperti ini, Poco F2 Pro sudah tergolong the beast bahkan jika diajak bermain games kelas atas. Throttling pun tak jadi masalah karena ada teknologi liquid cooling.
Terima kasih kepada prosesornya pula, ponsel ini mungkin boleh disematkan gelar sebagai pemilik kemampuan merekam video 8K termurah saat ini. Ya, itu hanya berlaku untuk kamera belakang karena kamera depan masih mentok di 1080p. Kemampuan kamera belakang tergolong lengkap, yaitu lensa utama 64MP, lensa telephoto dan macro (suatu inovasi dari Xiaomi) 5MP dengan kemampuan 2x optical zoom, lensa ultrawide beresolusi 13MP, dan lensa depth beresolusi 2MP. Keempatnya disusun dalam konfigurasi persegi dan kemudian dibingkai lingkaran hitam, terinspirasi dari Huawei Mate 30 Pro sesuai namanya.
Baterainya pun memiliki kapasitas terbesar dalam persaingan, yaitu 4700mAh. Memang dia bukan yang terbesar dalam katalog perponselan keseluruhan di Indonesia, karena ada Samsung Galaxy M31 dan Realme C15 dengan kapasitas mencapai 6000mAh. Akan tetapi, untuk ponsel berspesifikasi tinggi, dia sudah sangat besar dan melebihi Samsung Galaxy S20+.
Daya pengecasan boleh hanya “30W”, tetapi mendukung Qualcomm Quick Charge alias bisa pakai kabel aftermarket. Sama seperti pesaingnya, port sudah USB-C tetapi masih menggunakan versi 2.0. Infrared hadir untuk menjadikan ponsel sebagai remote AC, TV, proyektor, dan masih banyak lagi, ya ciri khas Xiaomi yang sangat berguna.
Tak sampai di situ, layarnya juga sudah mengusung panel AMOLED dengan teknologi HDR10+, perlindungan Gorilla Glass 5, sertifikasi TUV Rheinland untuk pengendalian transmisi cahaya biru, dan tampilannya penuh tanpa gangguan poni maupun tompel, refresh rate 60Hz jelas tidak masalah di sini. Hal ini memungkinkan karena kamera selfie beresolusi 20MP pindah menjadi batangan pop up yang hanya muncul ketika hendak digunakan. Ini tidak masalah sampai ketika Anda ingin ambil foto selfie di depan mitra dan tentunya malu karena ketahuan dengan jelas.
Satu hal yang menyebalkan tentunya adalah bobot ponsel ini. Ketika bagi saya Redmi Note 7 dengan bobot 186 gram masuk dalam kategori berat, Poco F2 Pro datang dengan bobot 220 gram alias setara dengan Samsung Galaxy A80 yang menurut saya kurang nyaman digenggam. Sekali lagi, harga murah dan fitur segambreng, ada yang harus dikompromikan.
Sekian mengenai tiga flagship killer baru seharga Rp7 juta untuk warnai harimu. Kesimpulannya, carilah Poco F2 Pro jika menginginkan performa atau Vivo X50 untuk bodi ringan. Selebihnya, lirik ponsel yang lebih lama yaitu Mi Note 10 Pro untuk urusan kamera dan baterai, atau Huawei Nova 5T jika ingin mengurangi anggaran.
BACA JUGA Butuh HP Android Murah? Lirik Ponsel Zaman Old untuk Alternatif di Tengah Pandemi! dan tulisan Christian Evan Chandra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.