Upload: Bagaimana Jadinya bila Manusia Menciptakan Alam Baka?

upload series

“Apakah kita bakal bosan kalau udah abadi di akhirat?”

Pertanyaan tersebut pernah terlontar dari mulut saya ketika kecil, sewaktu guru ngaji saya menceritakan tentang indahnya surga dan betapa mengerikannya neraka. Pertanyaan itu terlontar ketika beliau menyebutkan bahwa kita akan kekal di akhirat nanti, satu hari di akhirat bagaikan seratus hari di bumi, paparnya. Lalu guru ngaji itu menerangkan bahwa logika orang-orang di dunia nggak bisa disamakan dengan logika di akhirat. Jawaban itu membuat saya semakin resah karena belum bisa menjawab pertanyaan saya secara memuaskan.

Namun, semakin dewasa, saya semakin mengerti tentang jawaban dari guru ngaji itu. Jawaban yang memang tidak sepenuhnya untuk dimengerti. Sebab, sekarang saya mendapatkan jawaban itu justru bukan dari kata-kata siapa pun, melainkan atas pencarian yang saya lakukan sendiri.

Dan setelah hampir sembilan belas tahun saya hidup, pertanyaan itu muncul kembali. Meskipun kali ini, saya sudah punya prinsip yang cukup kuat untuk menjawab dan tidak goyah atas pertanyaan saya sendiri itu.

Tepatnya ketika saya menonton sebuah series tentang manusia yang sudah bisa membuat alam baka buatan. Series itu berjudul Upload. Sebuah series dystopia yang rilis pada 2020 dari Amazon Prime Video yang bisa dibilang “tandingan” series “Black Mirror” Netflix. Meskipun pada series Upload premis ceritanya cuman satu, nggak beda-beda tiap episode kaya Black Mirror.

Upload mengusung latar tahun 2030, di mana semua teknologi sudah canggih. Bahkan saking majunya, manusia pada tahun tersebut sudah mampu membuat alam baka sendiri. Alam baka ini mirip kaya games di The Sims, tapi avatar-avatar di dalam alam baka buatan ini adalah orang betulan yang mati. Jadi ketika manusia pada 2030 sudah meninggal, mereka diberikan dua pilihan. Antara mati seperti mati sebagaimana mestinya, atau mati namun tetap bisa “hidup” di alam baka buatan itu. Dan proses tersebut dinamakan “Upload”.

Dengan latar tersebut, series ini bercerita melalui tokoh utama bernama Nathan yang mengalami kematian akibat kecelakaan mobil otomatis yang menabrak sebuah truk. Lalu dengan persetujuan pacarnya yang ternyata toksik, akhirnya ia menyetujui untuk “di-upload” ke alam baka buatan itu.

Alam baka buatan ini sebenarnya adalah sebuah tempat sementara yang nantinya bakal membuat manusia hidup abadi. Untuk menampung itu, alam baka buatan ini memiliki berbagai pilihan tempat. Dari mulai tempat-tempat yang dipenuhi ingar bingar kota khas Amerika, padang pasir Afrika, dan lain sebagainya. Tempat yang dipilih pacarnya untuk Nathan bernama Lakeview yang bisa dibilang alam baka buatan paling tersohor pada series ini. Tentu dengan harga yang cukup mahal, karena di Lakeview memiliki fasilitas alam baka buatan yang mirip dengan “dunia”.

Selain berbagai fasilitas yang cukup unik, di setiap alam baka buatan—termasuk Lakeview, terdapat seorang “malaikat” yang dipekerjakan untuk mengawasi dan melayani para orang-orang mati ini. Dari mulai melayani para orang mati untuk mengontak teman-teman yang sudah hidup, memberi berbagai keinginan para orang mati, dan lain sebagainya. Bisa dibilang “malaikat” ini adalah OP warnet lah. Jadi kalau suatu saat dunia sudah bisa buat alam baka sendiri, OP warnet ternyata masih memiliki peluang untuk dipekerjakan tanpa bantuan kartu pra kerja xixi.

Melalui alam baka buatan ini, Nathan bertemu dengan Nora, seorang “malaikatnya” yang mengatakan bahwa ada yang aneh pada kematian Nathan. Sebab, data Nathan yang ada pada komputer Nora ternyata ada yang error.

Oleh karena keduanya ini cukup intens berkomunikasi, ditambah Nathan putus dengan pacarnya karena Nathan merasa dijadikan boneka ketika ia mati, Nathan dan Nora saling jatuh cinta. Sekilas memang mengingatkan saya dengan film Her (2013), di mana seorang pria jatuh cinta dengan sebuah artificial intelligence. Bedanya, Nathan dan Nora merupakan manusia sungguhan, meskipun secara harfiah Nathan sebenarnya sudah mati dan hanyalah “kumpulan memori” dalam sebuah data yang “dimanusiakan”.

Dari sinilah series ini berlanjut. Penonton seakan-akan dibuat bertanya-tanya di setiap epsiodenya tentang “apa yang sebenarnya dilakukan Nathan ketika blio hidup” sekaligus “teknologi apalagi nih yang bakal muncul di series ini?”

Meski memiliki premis yang cukup menarik, series ini malah lebih fokus pada kisah percintaan antara Nathan dan Nora, si “malaikat penjaganya.” Padahal, menurut saya series ini bakal lebih menarik kalau latar waktu yang diambilnya pada waktu si pembuatan teknologi “upload” ini dicanangkan. Sebab, fokus cerita pasti nanti akan berkutat pada eksistensi manusia, pertentangan agama, dan intrik politik yang menurut saya bakalan lebih menarik.

Kendati demikian, series ini tetep nggak bertema seratus persen tentang percintaan kok. Series ini juga membicarakan tentang hak manusia untuk hidup abadi, kritik sosial, teknologi yang semakin tidak humanis melalui dialog-dialog antara tokoh di dalamnya. Bahkan melalui ayah Nora yang tidak ingin dirinya “di-upload” sebab ia meyakini bahwa masih ada “akhirat betulan” setelah kehidupan, pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensialisme dan lain sebagainya juga muncul melalui tokoh ini.

Setelah menonton series ini, agaknya pernyataan guru ngaji saya itu ada benarnya. Jika alam baka atau akhirat memiliki logika yang sama dengan logika yang ada di dunia, situasinya akan kacau seperti apa yang ada di dalam series Upload ini. Bahkan bisa jadi lebih kacau, jika cerita yang dimainkan tidak hanya pada Nathan dan Nora, tapi juga intrik politik dan agama yang juga turut andil di dalamnya. Seperti apa yang sudah-sudah terjadi belakangan, di dunia yang fana dan mengerikan ini.

Sumber Gambar: Instagram @uploadonprime

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version