2 ribu nggak bikin saya miskin, tapi tukang parkir jadi makin kaya
Beberapa kali saya ngakali tukang parkir ATM dengan membayar pakai uang besar. Tentu itu berhasil. Tapi beberapa kali kemudian, saya dibalas dengan sengak dan menaikkan nadanya. Tentu itu bikin saya mendidih, punya hak apa dia menaikkan nada bicaranya pada saya?
Tapi saya hanya bisa menahan diri. Ada anak istri yang saya bawa. Dan itu mungkin yang dirasakan banyak orang. Banyak orang memilih untuk menitipkan sumpah serapah pada uang 2 ribu yang mereka berikan karena malas ribut. Malas berurusan dengan orang-orang yang jelas tak perlu dianggap keberadaannya. Tak sedikit konflik terjadi gara-gara orang menolak bayar parkir, bahkan di tempat yang harusnya bebas parkir, macam Indomaret yang sudah membayar retribusi parkir pada pemda.
Sedikit cerita, saya juga pernah kena hal serupa. Saya nolak bayar karena jelas-jelas di minimarket tertera parkir gratis. Ban motor saya ditendang, padahal posisi saya sedang di atas motor. pengin saya pisuhi, tapi takut diminta serlok, diajak ngopi. Yo terima bali aku. Cok, mosok tuku rokok dadi geger, goblok.
Makin hari, keresahan saya pada tukang parkir, terlebih tukang parkir ATM, makin memuncak. Saya tak ikhlas harus membayar jasa yang bahkan tak saya rasakan sama sekali. Mungkin kalian anggap saya berlebihan, 2 ribu memang tak bikin saya miskin. Tapi, mungkin baiknya kalian tak bertanya saya, tapi pada usaha-usaha yang jadi sepi karena ulah tukang parkir.
Amarah dan sumpah serapah mereka, jelas lebih tajam ketimbang belati-belati yang terasah.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya