Tuhan Memberimu Akal, tapi Kamu Malah Nyebarin Ikan Nila di Waduk dengan Dalih Pelestarian Alam

Tuhan Memberimu Akal, tapi Kamu Malah Nyebarin Ikan Nila di Waduk dengan Dalih Pelestarian Alam

Tuhan Memberimu Akal, tapi Kamu Malah Nyebarin Ikan Nila di Waduk dengan Dalih Pelestarian Alam

Ikan nila itu invasif, tapi oleh pemerintah malah disebar di waduk dengan dalih pelestarian alam. Ya Tuhan…

Alam itu isinya banyak, ada hewan, tumbuhan, air, tanah, sampe batu. Semuanya berkolaborasi buat menunjang kehidupan dan menyeimbangkan ekosistem yang ada. Sayangnya ekosistem itu nggak jarang dirusak sama orang-orang sok tahu. Orang-orang yang ngira diri mereka melestarikan alam tapi nyataannya malah ngerusak alam.

Nggak usah ngomongin masyarakat yang buang sampah sembarangan atau pemburu liar. Pemerintah negeri ini aja banyak yang nggak peduli dan nggak paham soal kelestarian alam, kok. Parahnya mereka malah bikin alam tambah rusak dan herannya orang-orang ini malah ditunjuk jadi pemangku peraturan di badan-badan yang harusnya merhatiin alam kayak LHK sama BKSDA.

Ikan invasif lain kok disebarin di waduk

Kalian pasti sering baca berita soal pemerintah yang nyebarin ikan nila di waduk atau danau. Contohnya, di tahun 2023 Pemkot DKI Jakarta menyebar 15,000 benih nila di Waduk Komplek PN Timah. Ada lagi di tahun 2022 BPBD Karanganyar malah menyebar 25,000 ikan nila di Waduk Delingan.

Parahnya, kegiatan penyebaran itu banyak yang dilakukan dengan dalih menjaga ekosistem alam. Gimana caranya menjaga ekosistem alam kalau yang disebar justru ikan invasif yang berpotensi merusak alam dan memusahkan ikan dan biota air lokal? Nggak habis pikir saya.

Padahal kalau mau nyebarin benih ikan bisa dengan cara menyebar ikan lokal. Ikan lokal kita ada banyak kayak lele jawa, ikan tawes, ikan wader, atau ikan baung. Yang mirisnya lagi ikan-ikan lokal itu populasinya mulai menipis gara-gara kalah saing dengan ikan invasif macam nila dan ikan emas yang sering disebar di waduk sama danau.

Betul, ikan nila, emas dan sebagainya emang punya nilai ekonomi yang tinggi. Tapi cara manfaatinnya bukan dilepas ke alam, tapi dengan dibudidaya di kolam penangkaran. Kalo gini caranya ya ucapin selamat tinggal ke ikan-ikan lokal.

Efek penyebaran ikan nila di waduk dan danau

Mungkin efek dari penyebaran ikan nila dan ikan invasif lain nggak akan langsung kerasa. Tapi percayalah, berpuluh-puluh tahun lagi negara ini bisa kena imbasnya. Dan imbasnya juga nggak main-main, ekosistem alam sampai ekonomi bisa bener-bener hancur.

Hal ini udah kejadian di beberapa negara kayak Australia, Guam, sama Amerika Serikat.

Di negara tetangga kayak Australia kehadiran kucing feral sudah memusnahkan 27 spesies burung dan mamalia di sana. Ular pohon cokelat yang jadi invasif di Guam juga memusnahkan beberapa spesies burung dan mamalia kecil. Terakhir, masalah keong di Amerika Serikat sampai-sampai merugikan petani karena merusak dan membunuh banyak sekali tanaman konsumsi.

Tentunya Indonesia nggak mau bernasib sama kayak mereka kan?

Bayangin aja kalau ikan nila dibiarin berkeliaran di sungai, siap-siap aja lele lokal pada mati gara-gara kalah saing. Tumbuhan air lokal juga bisa mati karena dimakanin terus sama nila. Efek terburuknya ikan-ikan dan biota air lokal bisa musnah dan danau isinya ikan invasif semua.

Hal-hal yang seharusnya dilakuin pemerintah

Kalau ngomongin peraturan tentang hewan invasif sebenarnya udah ada. Salah satunya bisa diliat di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/PERMEN-KP/2020 Tahun 2020 yang berisi sekitar 70 spesies hewan invasif yang membahayakan bagi perairan Indonesia.

Tapi, ya peraturan aja nggak cukup. Harus ada sosialiasi dan pengaplikasian secara nyata. Menurut saya pemerintah bisa terjun langsung ke lapangan dan kasih sosialisasi ke pihak yang kerap berhubungan dengan hewan invasif, contohnya petani. Kasih contoh hewan invasif dan sekalian kasih tahu bahayanya apa, tunjukin secara langsung. Biar mereka tahu kenapa ikan nila itu bahaya, gitu.

Atau bisa juga mencontoh hal yang dilakuin Amerika Setikat. Di sana pemerintah daerahnya sering bikin video edukasi. Isinya tentang jenis hewan invasif, bahayanya bagi lingkungan, sampai cara pencegahannya. Media penyampaiannya lewat mana? Internet luas, bos. Bisa manfaatin medsos macam Facebook, X, Instagram, TikTok, atau Youtube.

Atau kalau bisa kasih sanksi tegas ke orang-orang yang malah melestarikan populasi hewan invasif macam nila. Kalau udah ngomongin hukuman dan sanksi orang-orang paling nggak bakal takut kan?

Idealnya, orang-orang yang duduk di kursi pemerintahan itu paham tentang bidangnya. Kalo bidangnya ngurusin kelestarian alam ya jangan malah nyebarin ikan nila dan spesies invasif di perairan Indonesia. Ngelepasin ikan itu ada aturannya, nggak asal-asalan. Semua elemen pemerintahan harusnya bersinergi biar hal kayak gitu nggak kejadian lagi.

Saya yakin, pemerintah punya sumber daya yang lebih dari cukup buat melestarikan alam. Cuma pertanyaannya, apakah sumber daya tersebut digunakan dengan baik apa nggak? Apakah orang yang punya wewenang paham dan peduli sama kelestarian alam apa nggak?

Penulis: Arzha Ali Rahmat
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Teror Ikan Predator dan Invasif yang Mengancam Penghuni Sungai Jogja

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version