Thrift Shop yang Pasang Harga Setinggi Langit Itu Maunya Apa, sih?

Thrift Shop yang Pasang Harga Setinggi Langit Itu Maunya Apa, sih_ terminal mojok

Kalau suka dengan barang-barang bekas tapi masih layak pakai, tentu nggak asing lagi dengan yang namanya thrift shop. Thrift shop atau toko barang-barang bekas jadi salah satu pilihan masyarakat nggak hanya di Indonesia yang gemar berburu barang-barang bekas dengan kualitas yang biasanya masih sangat bagus.

Saya salah satu pencinta barang-barang thrift atau bekas. Nggak jarang saya berburu baju-baju lucu yang banyak dijual di online maupun offline thrift shop. Lantas, kenapa sih banyak orang yang akhirnya memilih beli barang-barang bekas terutama pakaian bekas yang masih layak pakai ketimbang beli yang baru? Jawabannya jelas, ya karena harganya jauh lebih terjangkau.

Harga? Kalau bicara soal harga, tentu seharusnya thrift shop jadi pilihan tepat ya lantaran harganya lebih terjangkau ketimbang beli barang baru di mal. Namun, ternyata nggak semua mematok harga murah untuk tiap barang yang dijual. Malah ada yang harganya selangit. Lho, saya sampai mbatin, “Lah kok bisa sih pakaian bekas layak pakai yang dijual online atau offline thrift shop mematok harga sangat tinggi?” Ckckck.

Banyak sekali saya temui thrift shop di media sosial yang menjual beragam pakaian dengan harga yang sangat mahal. Naujubileh mahalnya, saya sampai nggak habis pikir. Untuk sepotong sweater saja saya pernah lihat harganya mencapai Rp100 ribu hingga Rp170 ribu. Memang, sih, si penjual berdalih kalau pakaian yang dijualnya hanya ada satu dan susah carinya. Belum lagi embel-embel sudah dicuci wangi dan disetrika. Halah. Menurut saya agak nggak masuk akal.

Para penjual yang buka thrift shop ini bilang kalau lelah sekali ngubek-ngubek pasar untuk cari pakaian yang langka, tapi kualitasnya masih sangat bagus. Panas-panasan juga, katanya. Maka dari itu, mereka nggak jarang mematok harga yang nggak tanggung-tanggung untuk satu potong pakaian. Ya jujur selama saya cari-cari thrift shop di media sosial, saya menemukan barang-barang lucu, sih. Tergoda juga pengin beli, tapi pas tahu harganya… waduh nggak dulu, deh.

Meskipun begitu, masih banyak juga thrift shop yang mematok harga murah meriah untuk setiap barang bekas yang mereka jual. Beberapa kali saya temukan pakaian-pakaian bekas layak pakai dengan harga sekitar Rp35 ribu hingga Rp50 ribu saja. Padahal dengan harga segitu, pakaian sudah dicuci bersih, disetrika, dan yang terpenting nggak cacat.

Teman saya pernah cerita di Twitter kalau ibunya yang pernah jualan baju juga mengalami hal yang sama dengan para pemilik thrift shop. Ibunya berjualan baju dengan buka lapak. Sama saja kok panas-panasan gelar lapak dan ngubek-ngubek baju baru mungkin di Tanah Abang atau Blok M. Usahanya sama, tapi harga yang dipatok masih sangat wajar. Bahkan lebih murah dari thrift shop yang harganya selangit itu. Maunya apa sih thrift shop mahal-mahal begitu? Hadeh.

Kalau dipikir-pikir, namanya juga thrift shop harusnya sih dijualnya sangat murah, ya. Apalagi namanya barang-barang bekas layak pakai. Lebih bagus lagi kalau disumbangkan bagi mereka yang nggak mampu. Kalau dijual dengan harga setinggi itu, namanya bukan thrift shop, dong. Lebih baik beli barang baru saja di mal dengan harga yang nggak jauh berbeda. Malah bisa lebih murah.

Menurut saya, sih, kasihan orang-orang dengan kelas ekonomi menengah ke bawah yang niatnya membeli barang-barang thrift dengan harga yang terjangkau. Eh, tapi kok pas nanya harganya bikin leher tercekik sangking mahalnya. Ya jelas nggak jadi beli lah.

Pantas saja belakangan ini usaha thrift shop sedang digemari dan sangat menjamur karena bisa menghasilkan pendapatan yang cukup bahkan sangat besar. Jelas lah untungnya juga besar banget. Gimana nggak besar kalau dijual dengan harga setinggi itu.

Kadang kalau saya lihat pakaian thrift yang lucu di Instagram, saya kepikiran pengin beli. Tapi, ketika lihat harganya tambah mikir lagi. Beli nggak, ya? Beli nggak, ya? Lha, kok mahal banget. Tapi barangnya lucu dan hanya ada satu. Biasanya pikiran-pikiran semacam itu yang menghantui kalau lagi lihat-lihat barang thrift.

Namun, akhirnya saya lebih pilih cari yang lain saja daripada beli tapi mahal banget. Nggak rela juga. Mending beli langsung di mal. Hahaha.

BACA JUGA Romantisnya Thrifting di Pasar Senthir, Salah Satu Pasar Klithikan Jogja dan tulisan Ayu Octavi Anjani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version