The Wheel of Time: Serial Fantasi dari Amazon Prime yang Layak Dapat Panggung

The Wheel of Time: Serial Fantasi dari Amazon Prime yang Layak Dapat Panggung terminal mojok.co

Hype The Wheel of Time tidak begitu terasa karena banyak film dan serial populer yang juga sedang diproduksi. Sebut saja rentetan serial Marvel Cinematic Universe di Disney+, belum lagi film-film mereka seperti Eternals, Spiderman No Way Home, atau bahkan yang masih jauh dari tayang seperti Doctor Strange and The Multiverse of Madness juga tambah menutup hype The Wheel of Time yang akan tayang November 2021 di Amazon Prime.

Dari sesama serial TV, terlebih yang juga bergenre fantasi, ada The Witcher musim kedua yang akan tayang pada bulan Desember di Netflix. Segala waralaba yang dinantikan itu semakin membuat proyek The Wheel of Time tampak tidak ada apa-apanya.

Bahkan saya lumayan yakin banyak yang tidak mengantisipasi serial The Wheel of Time. Pun tidak sedikit yang sangat asing dengan semesta yang diciptakan oleh Robert Jordan tersebut. Padahal l, bisa dibilang bahwa novel seri The Wheel of Time adalah salah satu novel fantasi paling berpengaruh sepanjang masa, berjejeran dengan novel seri The Lord of the Rings karya J.R.R Tolkien.

Saya membaca The Wheel of Time buku pertama, yang berjudul Eye of The World pada 2015. Lalu, dilanjutkan dengan buku kedua yakni The Great Hunt, yang untuk edisi bahasa Indonesia dibagi menjadi dua buku agar tidak terlalu tebal dan mahal.

Bersamaan dengan itu, saya juga tengah membaca trilogi Beyonders karya Brandon Mull, sehingga ketika trailer pertama untuk adaptasi The Wheel of Time muncul, saya lumayan kesulitan mengingat ceritanya. Pasalnya, ada dua peleburan novel seri fantasi yang ada di kepala saya.

Beberapa kali saya mengira tokoh di Beyonders akan muncul di adaptasi The Wheel of Time, dan sebaliknya. Sampai pada akhirnya setelah mereview ulang ingatan tentang novel ini, saya bisa memisahkan dua semesta fantasi di kepala saya tersebut.

Sebagai panduan untuk mengantisipasi serial TV yang akan tayang di Amazon Prime pada November ini, berikut saya mencoba menjabarkan seperti apa plot semesta The Wheel of Time.

Layaknya serial fantasi klasik, selalu ada tokoh utama bertajuk Sang Terpilih, yang kelak akan berhadapan dengan Sang Kegelapan. Sang Kegelapan suatu saat akan bangkit dan ada semacam ramalan yang mengatakan akan ada seseorang yang muncul untuk menghadapi Sang Kegelapan. Dalam semesta The Wheel of Time, ada istilah The Dragon Reborn alias Titisan Naga.

Akan tetapi, Naga yang dimaksud dalam semesta ini bukanlah naga seperti di serial A Song of Ice and Fire atau yang lebih populer disebut Game of Thrones. Naga dalam The Wheel of Time adalah gelar untuk laki-laki yang merepresentasikan cahaya, melawan sosok yang merepresentasikan kegelapan.

Dan Sang Naga, akan selalu terlahir kembali dari masa ke masa. Mudahnya, bayangkan konsep serial animasi Avatar. Barangkali yang membedakan antara Titisan Naga dan Avatar bahwa Titisan Naga memiliki takdir ganda, yakni antara menyelamatkan dunia atau justru mengakhirinya. Hal ini terkait sumber kekuatan dari Titisan Naga ini yang ternyata diselimuti kegelapan. Sumber kekuatannya suci, hanya saja untuk mengaksesnya, pasti akan tersentuh kegelapan terlebih dahulu.

Dikisahkan dalam buku pertama, sebuah desa damai yakni Dua Sungai, tengah bersiap merayakan festival Bel Tine. Namun, mereka diserbu sekawanan Trolloc, makhluk campuran manusia dan binatang yang menyerupai Minotaur.

Kawanan Trolloc tersebut membantai rumah-rumah tertentu di desa Dua Sungai seolah menarget sesuatu. Untungnya pada saat itu, datang seorang perempuan penyihir bernama Moiraine Damodred bersama seorang lelaki bernama al’Lan Mandragoran. Mereka berdua berhasil mengusir para Trolloc dan membantu menyembuhkan orang yang terluka.

Moraine adalah seorang Aes Sedai, sekelompok perempuan penyihir yang bisa mengakses Daya Tunggal dan menyalurkannya menjadi bentuk sihir. Aes Sedai, dalam bahasa lama, berarti pelayan atas segalanya. Mereka semua dikenal selalu mengatakan kejujuran, meski kejujuran yang dikatakan mereka kadang bukanlah kejujuran seperti yang kita pikirkan.

Diceritakan dalam buku pertama, Moraine Sedai tengah melakukan pencarian. Ditemani seorang pembela, yakni Lan, ia menjelajahi desa demi desa. Mereka mencari orang-orang yang akan menentukan nasib dunia. Sampai akhirnya mereka tiba di Dua Sungai dan mendapati para Trolloc, yang merupakan antek-antek kegelapan, tengah mencari sesuatu di desa tersebut. Keyakinan Moraine semakin besar, bahwa ada beberapa orang di Dua Sungai yang memang akan menentukan nasib dunia.

Adalah Rand, Mat, dan Perrin, tiga bocah yang dipercaya Moraine sebagai orang yang mereka cari. Mereka bertiga akhirnya harus terlibat perjalanan panjang menuju Tar Valon, negeri para Aes Sedai, tempat yang aman dari jangkauan para antek kegelapan. Mereka terpaksa pergi karena jika mereka tetap tinggal, para Trolloc dan para antek kegelapan lain akan kembali ke Dua Sungai untuk menangkap mereka.

Tam al’Thor, ayah Rand al’Thor, memberikan sebuah pedang dengan tanda bangau kepada Rand, yang ternyata kelak itu justru akan membuat Rand selalu mendapat perhatian dari banyak ahli pedang. Hanya seorang ahli pedang sejati yang boleh memiliki pedang bertanda bangau, sehingga ketika Rand yang hanya bocah laki-laki ingusan memiliki pedang itu, banyak yang lantas mengujinya.

Masalah menjadi pelik, terlebih karena para Aes Sedai bukanlah para penyihir suci yang lantas memerangi kegelapan. Mereka justru sama seperti kegelapan itu sendiri, hanya saja berbeda kubu demi kepentingan masing-masing. Aes Sedai sama ditakutinya dengan sang kegelapan itu sendiri dan orang-orang akan memilih untuk tidak berhubungan dengan mereka sama sekali.

Pada perjalanan menuju Tar Valon juga, Rand al’Thor ternyata dapat mengakses Daya Tunggal, kekuatan murni yang selama ini hanya bisa diakses oleh para Aes Sedai. Itu yang mengejutkan Moraine Sedai bahwa jika ada lelaki yang bisa mengakses Daya Tunggal, ada kemungkinan bahwa lelaki itu adalah Titisan Naga.

Masalahnya, gelar Titisan Naga sudah ada yang mengklaim pada masa itu, dan orang yang mengklaim sebagai Titisan Naga adalah lelaki bernama Logain Ablar. Tidak mungkin ada dua Naga dalam satu masa yang sama, sehingga salah satu di antara Rand atau Logain adalah Naga Palsu, atau justru mereka berdua semuanya Naga Palsu. Siapa pun yang ternyata adalah Naga Palsu, ia akan bernasib celaka. Sama seperti para Naga Palsu yang pernah muncul jauh-jauh di masa lalu.

Konflik dari buku pertama kurang lebih adalah mempertanyakan apakah Rand benar-benar Titisan Naga atau bukan? Dan apakah ia memiliki kemampuan cukup untuk menghadapi sang kegelapan jika ia memang Titisan Naga? Mengingat ia masih bocah ingusan.

Rand memang mampu mengakses Saidin—sebutan Daya Tunggal yang bisa diakses seorang laki-laki—yang ternyata banyak Naga Palsu juga dapat melakukannya. Di sisi lain, Saidin adalah bagian dari Daya Tunggal yang sangat tidak aman untuk diakses sehingga mampu membuat pengaksesnya berakhir menjadi sosok yang mengerikan.

Sedikit penjelasan mengenai Daya Tunggal, kekuatan itu berasal dari sumber yang digunakan Sang Pencipta untuk menggerakkan The Wheel of Time. Daya Tunggal terdiri dari dua bagian, yakni Saidin dan Saidar. Saidin adalah yang dapat diakses laki-laki dan Saidar adalah yang dapat diakses perempuan. Saidin adalah sumber yang berbahaya karena diselimuti dan dikotori oleh kegelapan.

Ibarat Daya Tunggal adalah sungai, Saidin adalah sungai yang permukaannya penuh dengan minyak kotor. Sementara Saidar adalah sungai yang tidak terkena minyak. Air dari kedua sungai sama-sama bersih, hanya saja siapa pun yang mencoba menyentuh sungai dengan lapisan minyak kotor, ia akan terlebih dahulu dikotori minyak tersebut. Itulah mengapa Saidin sangat tidak aman digunakan.

Itu adalah sekilas plot yang terjadi di buku pertama, yang kemungkinan akan menjadi plot musim pertama serial TV The Wheel of Time.

Melihat dari dua trailer yang telah dirilis, terlihat jelas bahwa proyek ini digarap dengan sangat serius, meski entah bagaimana saya masih merasa ada yang tidak benar dari eksekusi adaptasi tersebut. Barangkali karena Moraine Sedai tampak bak pemeran utama dari musim pertama ini, dan sosok Rand yang seharusnya menjadi tokoh utama, justru tampak tidak memberi kesan apa pun. Saya pun berulang kali mengingat mana di antara tokoh laki-laki di trailer yang merupakan Rand. Entahlah, mungkin musim pertama memang akan menjadikan Moraine Sedai sebagai pusat cerita?

Apa pun itu, saya masih memiliki harapan bahwa adaptasi The Wheel of Time ke TV series akan sukses sehingga akan berlanjut ke musim-musim berikutnya, mengingat total novel The Wheel of Time ada 14 judul. Jika serial ini sukses, akan ada tahun demi tahun kita menjelajahi dunia fantasi nan magis pada semesta ini.

Tapi entahlah, apa saja bisa terjadi, seperti salah satu kalimat yang sering diucapkan pada serial ini, “The Wheel Weaves as the Wheel Wills!”

Sumber Gambar: Akun Instagram The Wheel of Time

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version