Terima Kasih, Kobe Bryant!

Terima Kasih, Kobe Bryant!

Teman sebangku saya waktu SMA kerjaannya menggambar pemain-pemain basket. Saat jam pelajaran dia kelihatan seperti mencatat tetapi sebenarnya menggambar. Ia adalah pemain basket di sekolah yang menggemari Kobe Bryant. Di setiap gambarnya banyak tulisan “Black Mamba”.

Entah bagaimana perasaannya saat ini, ketika Kobe Bryant dikabarkan meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter yang ditumpanginya bersama sang anak Gigi Bryant dan penumpang lainnya. Kobe dan Gigi belakangan terlihat di lapangan basket menonton setiap pertandingan terutama yang dijalani oleh LA Lakers.

Saya tidak secara fanatik menggemarinya. Namun jika ditanya siapa penggemar basket yang tidak menggemari Kobe Bryant, saya tidak tahu jawabannya. Menurut saya Kobe adalah legenda terbesar NBA setelah Michael Jordan.

Saat sering menonton pertandingan basket, saya lebih menggemari pemain-pemain seperti Jason Kidd, Steve Nash, dan Allen Iverson. Tentu saja mereka kalah pamor dibandingkan Kobe, entah mengapa saya selalu mendukung pemain atau tim yang kurang berprestasi. Selama saya menonton NBA tim basket yang saya dukung pencapaian terbesarnya hanyalah masuk final, yakni Brooklyn Nets, dulunya New Jersey Nets. Kini saya kurang suka menontonya gara-gara kedatangan pemain bernama Kyrie Irving.

Kala itu saya masih duduk di bangku SMP, saya berteman dengan seseorang yang sama-sama menyukai Jason Kidd saat melakukan free throw. Gerakan melakukan kiss bye sebelum melesatkan bola ke ring basket itu sering kami tirukan. Teman saya ini meninggal dunia saat saya berada di Gayo karena kecelakaan, kabar meninggalnya teman saya ini baru saya dapatkan dari SMS setelah beberapa hari ponsel saya mati.

Praktis pada masa SMP lah saya sering menonton basket. Di SMA hanya bersama teman sebangku saja saya bisa membicarakan basket, saat kuliah tidak ada sirkel saya yang suka basket. Setelah teman saya meninggal saya takut menonton NBA karena teringat teman saya itu. Sampai saat ini saya bahkan belum ke makamnya.

Dua tahun terakhir saya beranikan diri untuk menonton NBA kembali. Sangat seru rasanya menonton semua tim bermain mengingat persaingan antar tim semakin ketat. Drama di luar lapangan juga semakin ramai apalagi dengan adanya media sosial. Saya juga mulai menonton IBL dan merasakan keseruannya setelah sebelumnya saya anggap kurang menarik. Ternyata saya salah, kompetisi basket lokal sangat seru untuk ditonton.

Setelah sekian lama tidak menggubris Kobe Briant, saya tertarik dengan kemunculannya bersama Gigi di lapangan basket. Saya selalu tertarik dengan sesuatu yang menunjukkan kedekatan antara orang tua dan anaknya. Karena saya juga berkegiatan bersama anak-anak di salah satu sudut di kota Jogja. Kemunculan Kobe dan Gigi tersebut menginspirasi saya dalam berkegiatan bersama anak-anak.

Kebetulan salah satu dari anak-anak tersebut tertarik dengan basket, Maysa namanya. Waktu menemaninya melukis, saya juga menonton pertandingan IBL dengan streaming. Setelah selesai melukis ia ikut menonton dan bereaksi ketika ada pemain yang mencetak skor, “gila keren banget” begitu katanya. Maysa yang seumuran dengan Gigi Bryant juga mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Jadi saat melihat pemain basket yang menarik perhatiannya, dia bilang, “Wah ganteng ya.”

Sepertinya Maysa sedang mencari tahu tentang basket, ia pernah bilang, “Kayanya seru ya jadi atlit basket.” Sayang sekali sistem pendiikan kita tidak mengarahkan fokus siswanya ke satu bidang yang diminatinya. Kalaupun ia benar-benar serius di basket, akan membutuhkan biaya yang mahal karena fasilitasnya sangat terbatas.

Banyak anak di negara ini tidak seberutung Gigi yang memiliki sarana untuk menjadi pemain basket. Namun Maysa memiliki keuntungan karena tidak fokus ke satu hal. Ia pernah berprestasi di banyak bidang, dari juara lomba lari sampai juara melukis.

Kali ini saat ia tertarik pada basket, saya bingung saat diajak bermain basket, mau kemana bermainnya? Akhirnya kita hanya beberapa kali melihat highlight pertandingan-pertandingan basket.

Melihat kedekatan Kobe dan anaknya di layar kaca beberapa bulan belakangan, saya merasa terkoneksi dengannya. Karena saya dan Maysa juga sering melakukan kegiatan dan diskusi bersama. Tidak dalam dunia basket tetapi dalam banyak hal yang ia minati. Oleh karena itu saya bisa merasakan betapa Kobe sangat menyayangi Gigi.

Karena terinspirasi oleh Kobe, saya dan Maysa berencana mau menonton pertandingan IBL seri Jogja. Belum sempat saya bercerita tentang Kobe dan Gigi kepada Maysa, mereka sudah pergi meninggalkan kita semua. Saya sangat penasaran dan tidak sabar melihat penampilan Gigi di kompetisi. Tetapi itu semua sudah tidak mungkin disaksikan.

Sepetinya Maysa memang mencari tahu tentang basket. Hari ini WhatsApp story-nya adalah foto Kobe Bryant. Setelah saya membalas story itu kita sedikit mengobrol tentang Kobe. Saya bilang kepadanya bahwa hari ini sangat menyedihkan. Ia membalas, “Sabar ya.”

Saya menyesal tidak banyak mempehatikan Kobe selama menjadi penggemar basket. Tentang Mamba Mentality-nya, dan lain-lain. Dulu saya pikir pemain jago ya jago saja. Tetapi ternyata setelah melihat kedekatan Kobe bersama Gigi, saya melihat hal lain yang sangat menarik: yakni tentang bagaimana cara mendidik.

Seperti yang telah kita ketahui, Kobe Bryant menjadi mentor bagi banyak pemain NBA. Ia juga memiliki Mamba Sports Academy. Melalui wadah-wadah tersebut terlihat bahwa ia ingin membagikan ilmu menjadi seorang juara kepada orang lain.

Menjadi seorang juara tidak harus menjadi pribadi yang angkuh. Saat menjalani kariernya setelah sekian lama ia jarang sekali membanggakan dirinya sendiri seperti pemain-pemain lain. Setiap diwawancara tentang legacy-nya di dunia basket, tidak jarang ia seperti kebingungan dan salah tingkah. Pernah suatu ketika ia hanya menjawab “wow” padahal semua orang sudah tahu bahwa ia adalah seorang legenda.

Menjadi seorang juara tidak harus menjadi sosok yang sangar. Buktinya ia sering tertangkap kamera memberikan kehangatan kepada Gigi yang sedang membangun karier sebagai pemain basket. Ia tahu seorang anak membutuhkan motivasi dan kehangatan untuk bisa berprestasi. Selain tentu saja bekerja keras, bermain sampai tidak bisa berjalan seperti yang pernah ia tunjukkan. Terima kasih Kobe Bryant, jasamu sangat besar!

BACA JUGA Menanggapi Tulisan Kita Semua Suka Pelajaran Olahraga: Maaf Mas, Saya Nggak Suka atau tulisan Sanna Sanata lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version