Pengalaman Mencicipi Teh Talua Malimpah, Minuman Khas Bukittinggi yang Dituding Biang Keladi Diabetes

Pengalaman Mencicipi Teh Talua Malimpah, Minuman Khas Bukittinggi yang Dituding Biang Keladi Diabetes

Pengalaman Mencicipi Teh Talua Malimpah, Minuman Khas Bukittinggi yang Dituding Biang Keladi Diabetes (Fakhruddin Arrazzi via Wikimedia Commons)

Teh talua (teh telur) sudah lama ada dan melegenda. Minuman khas Bukittinggi ini sudah tersedia di hampir rumah makan Padang di seluruh Nusantara, bersanding dengan ayam pop, rendang, dan hidangan-hidangan khas Sumatera Barat lainnya. Tapi sayangnya, saya nggak ngeh ada minuman seenak ini di rumah-rumah makan Padang sebelumnya. Duh.

Sekilas tentang teh talua

Saya baru mengenal teh talua sekitar 10 tahun lalu, ketika pertama kali pindah ke Bukittinggi. Hampir di setiap restoran, kedai, atau sekadar gerobak pinggir jalan, minuman khas ini mudah sekali dijumpai.

Walaupun sepertinya menggunakan bahan baku yang sama, yaitu telur, teh, gula, kental manis, serta perasan jeruk nipis atau taburan cokelat bubuk di atasnya, teh talua di setiap tempat ternyata memiliki sensasi rasa yang berbeda-beda. Semua tergantung pada jenis bahan yang digunakan serta bagaimana racikannya.

Umumnya minuman khas Bukittinggi ini memakai telur itik, namun ada juga yang pakai telur ayam kampung. Kalau cara tradisionalnya, kuning telur dan gula dikocok dengan kumpulan batang lidi. Tapi sekarang banyak yang pakai blender. Minuman ini ada juga yang dikasih campuran buah pinang muda atau tapai. Variasi rasanya memang jadi sangat kaya antara satu penjual dan penjual yang lain.

Salah satu penjual teh talua yang cukup terkenal di Bukittinggi adalah teh talua malimpah Bang Ucok. Malimpah berarti melimpah dalam bahasa Indonesia, benar-benar menggambarkan bagaimana tampilannya. Minuman berwarna kuning kecokelatan ini disajikan dengan topping busa yang banyak dan melimpah. Benar-benar tumpah ruah.

Dituduh jadi penyebab diabetes

Saya rasa, penampilannya yang luber begitu bakal sukses membuat orang tertarik untuk mencoba. Tapi ternyata komentar negatiif yang mendominasi di berbagai video yang meliputnya. Melihat tampilannya yang malimpah dan berlumuran susu tersebut, minuman ini langsung kena tunjuk sebagai biang keladi diabetes karena rasanya yang diduga sangat manis.

Sebentar, situ sudah pernah coba belum?

Gini. Minuman ini memang umumnya manis. Walaupun dicampurkan teh pakek (teh kental pekat), hasil akhirnya memang biasanya masih manis. Dan sepertinya, nggak ada standar bagaimana tingkat kemanisan yang seharusnya, tergantung selera si uda yang membuatnya.

Pengalaman saya beberapa kali mencicipi teh talua, tak jarang teh talua yang saya rasakan hari ini belum tentu semanis yang saya beli kemarin, di kedai yang sama. Sebagai pembeli yang sebenarnya nggak terlalu suka manis, saya suka wanti-wanti, “Da, gula dan susunya sedikit saja.”

Meskipun tentu saja, standar “sedikit” bagi saya dan bagi si uda berbeda. Tapi paling nggak, dari teh talua pesanan saya yang less sugar itu, saya bisa mendapat gambaran bagaimana racikan teh talua si uda jika takarannya normal.

Lalu bagaimana dengan cita rasa teh talua malimpah Bang Ucok? Benarkah tampilannya se-hard core rasanya?

Menjajal teh talua malimpah Bang Ucok Bukittinggi

Rasa penasaran akhirnya membawa saya melangkahkan kaki ke kedai Bang Ucok. Terletak di pinggir jalan kecil, kedai ini terlihat sangat merakyat. Ada gerobak dan meja kayu tempat meracik minuman. Di belakangnya, ada meja-meja dan puluhan kursi plastik tempat duduk pengunjung.

Pada saat saya datang sore itu, kedai ini baru saja buka. Gelas berisi kocokan telur dan gula terlihat berderet di atas meja. Saya segera memesan satu gelas teh talua. Kali ini, sengaja saya nggak meminta untuk dikurangi manisnya. Saya ingin merasakan bagaimana rasa teh talua malimpah Bang Ucok yang sebenarnya.

Tanpa menunggu lama, pesanan saya datang. Secara tampilan memang seperti yang saya lihat di media sosial: melimpah sampai tumpah ke tatakan piringnya. Warna minuman khas Bukittinggi ini pun kuning kecokelatan dan ada taburan cokelat bubuk di atasnya yang banyak sekali.

Kalau orang-orang banyak yang berkomentar mubazir, bagi saya nggak. Saya bisa menyeruput busa yang meleleh-leleh di alas piringnya itu, kok. Kalau ada yang mengeluhkan tangan jadi kotor dan lengket, dah lah, yang komentar sudah pasti nggak pernah coba. Ada sendok kecil dan sedotan panjang, disediakan bersama penyajiannya. Tinggal aduk, seruput. Pegangan gelasnya sendiri bersih, nggak lengket. Kalau mau digeser tinggal pegang saja atau geser alas piringnya. Selesai.

Rasanya tak semanis yang penampakannya yang heboh

Sekarang tinggal mencicipi rasanya. Pertama, saya seruput dulu busa-busa yang melimpah itu. Belum ada rasa. Kemudian saya aduk teh talua itu sampai dirasa sudah benar-benar bercampur.

Pada seruputan pertama, saya bisa merasakan kombinasi rasa teh yang pekat, kental, tapi anehnya, nggak terlalu manis. Saya langsung teringat video liputan di media sosial. Masa sih dengan penggunaan kental manis sebanyak yang ditampilkan itu, hasil manisnya segini saja?

Apakah teh talua yang saya lihat di media sosial itu dibuat hanya untuk kepentingan konten? Atau mungkin pada saat saya mencoba memang kebetulan saja yang membuat pesanan saya adalah orang yang berbeda?

Saya aduk lagi, dan menyeruputnya kembali. Mungkin adukan saya sebelumnya belum sempurna. Seruputan kedua dan selanjutnya, saya bisa merasakan perpaduan rasa khas minuman teh talua yang manis, segar, dan nggak amis sama sekali.

Bedanya dengan teh talua lain yang pernah saya coba, teksturnya jauh lebih kental, buihnya banyak, dan rasa cokelatnya lebih terasa. Enak sekali. Belakangan saya mengetahui bahwa Bang Ucok ini menggunakan Milo, alih-alih cokelat bubuk biasa.

Dan sampai seruput terakhir, minuman khas Bukittinggi ini nggak semanis yang saya bayangkan. Padahal seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya nggak minta less sugar, lho. Dan benak saya sebelumnya sudah terkontaminasi komentar netizen yang menuding minuman ini jadi penyebab diabetes karena merasa manisnya kebangetan.

Tapi bagi saya, teh talua malimpah ini rasa manisnya justru pas. Bahkan beberapa kali saya mencoba teh talua di tempat-tempat lain, banyak yang rasanya jauh lebih manis dari teh talua malimpah ini.

Nggak bakal bikin diabetes asal nggak diminum setiap hari, sih

Dari dulu, cita rasa teh talua yang dipercaya khasiatnya sebagai minuman peningkat stamina ini memang cenderung manis. Kalau merasa bakal diabetes gegara minuman ini, memangnya seberapa sering sih kalian minum teh talua? Nggak tiap hari juga, kan.

Atau kalau kalian kadung gandrung dengan minuman ini tapi merasa waswas bakal berpengaruh ke kadar gula, coba saja minta penjualnya untuk mengurangi manisnya seperti yang saya lakukan. Karena sekalinya kemanisan, minuman khas Bukittinggi ini nggak bisa asal ditambah air putih untuk menetralkan seperti teh manis biasa. Bisa bubar cita rasanya.

Penulis: Dessy Liestiyani
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 4 Oleh-oleh Bukittinggi yang Bisa Jadi Pilihan Wisatawan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version