Tukang kecrek tidak sekadar bertingkah heboh di panggung. Realitasnya, dia adalah nyawa dari pertunjukan itu sendiri.
Musik koplo tak hanya sekadar hiburan di warung makan. Keberadaan musik koplo nyatanya juga mendukung banyak sektor lainnya, di sektor transportasi dan perhubungan musik koplo mampu menggairahkan sopir truk yang tetap siaga melawan kantuk. Di sektor ketenagakerjaan tentu akan menyerap tenaga kerja di bidang event organizer. Bahkan penjaja jajanan akan menggelar dagangan jika terdapat pertunjukkan koplo yang mendatangkan biduan papan atas.
Dalam sebuah pertunjukan musik koplo, umumnya kita tidak hanya mendapatkan hiburan dari suara biduan yang merdu, tetapi juga aksi heboh seorang pria, di mana tangan kanannya memegang tamborin dan tangan kiri memegang stik drum yang siaga mengisi phase dengan memukul cymbal atau hi-hat. Pemegang instrumen tersebut biasa disebut sebagai tukang tamborin atau tukang kecrek.
Keberadaan tukang kecrek rupanya bisa menjadi pembeda antara genre dangdut dengan dangdut koplo yang merupakan subgenre dari musik dangdut. Jika kita melihat pertunjukan musik dangdut klasik era Rhoma Irama, tukang tamborine biasanya diposisikan di belakang pemain gitar, namun dalam pertunjukan musik koplo, posisi tamborine atau tukang kecrek kerap berada di barisan depan, bahkan terkadang sejajar dengan biduan.
Pada dasarnya, starter pack seorang tukang kecrek biasanya terdiri dari tiga instrumen ritmis, yakni hi-hat, crash cymbal, dan tamborine (istri saya menyebutnya krincingan). Meski demikian tidak menutup kemungkinan ada instrumen tambahan berupa tom-tom atau perkusi seperti timpani.
Jika dibandingkan dengan personel lainnya, tukang kecrek biasanya menunjukkan aksi panggung yang paling heboh. Tak jarang ia menampilkan aksi panggung layaknya zombie yang tengah kejang-kejang. Aksi panggung inilah yang kerap menjadi sorotan kamera karena kehebohannya yang sangat menghibur. Berbeda dengan pemegang instrumen lain seperti bass atau keyboard yang cenderung kalem dan jarang menunjukkan aksi heboh.
Peran tukang kecrek menjadi sangat vital ketika sang drummer berganti instrumen dari drum ke kendang. Jika kendang adalah nyawa dari musik koplo, tukang kecrek boleh dibilang sebagai denyut jantung dari musik koplo itu sendiri. Artinya seorang tukang kecrek bukanlah pemegang instrumen ritmis yang waton nutuk, tetapi harus menjiwai setiap lagu yang tengah dipentaskan.
Meski kerap menunjukkan kehebohannya, pemegang posisi ini haruslah mampu menjaga tempo agar tetap stabil. Jangan sampai gerakan hebohnya membuat ketukan tamborin menjadi berantakan. Jika tidak bisa menjaga kestabilan tempo, besar kemungkinan ketukan seluruh personel akan ambyar.
Selain itu jarak mic dan tamborine juga harus menjadi perhatian, jangan sampai tamborine yang dimainkan justru berjauhan dengan mic sehingga suara tamborine tidak terdengar dengan jelas.
Secara fisik, posisi ini tentu saja membutuhkan handuk lebih banyak untuk mengelap keringat daripada pemegang instrumen lain. Seorang tukang kecrek juga tidak terikat oleh kabel seperti gitaris atau bassis, sehingga sangat mungkin bagi tukang kecrek untuk berjoget heboh sembari meneriakkan senggakan “e haa e haa e”.
Meski tidak menjadi instrumen dasar dari musik dangdut, suara tamborine dan cymbal justru menambah kesan gembira dan ceria. Ketika stik drum mengenai cymbal maka suara yang dihasilkan akan membuat penonton semakin bersemangat untuk menggoyangkan badan sembari melupakan sejenak urusan tentang token listrik yang berbunyi maupun cicilan panci.
Boleh dikata no kendang no dangdut, tapi no tukang kecrek no koplo. Meskipun suara tamborin bisa digantikan dengan efek yang ada pada keyboard elektrik, tetapi peran tukang kecrek sebagai music booster dalam pertunjukkan dangdut koplo tidak tergantikan.
Selama pandemi, tukang kecrek yang heboh nan atraktif tersebut jarang kita temui, alhasil YouTube menjadi sarana klangenan bagi para pencinta musik koplo untuk menikmati ketukan kendang Cak Met yang beradu rancak dengan ketukan kecrek Cak Alex.
Begitu vital perannya dalam sebuah orkes, saya pikir instrumen ini bisa dijadikan alternatif saat ujian praktek kesenian di sekolah. Sehingga bagi siswa yang tidak bisa bermain gitar atau seruling recorder, bisa tetap mendapatkan nilai dengan memainkan tamborin dan cymbal. Tentunya nilai terbaik akan diberikan kepada siswa yang mampu memainkan tamborin dan cymbal dengan penuh penghayatan dan tidak waton nutuk.
Akhir kata, Tarik, Sis. Watermelon.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.