Tabiat Dosen Gaib, di Kelas Tidak Pernah Ada, tapi Sogok Mahasiswa dengan Nilai A

Tabiat Dosen Gaib, di Kelas Tidak Pernah Ada, tapi Sogok Mahasiswa dengan Nilai A dosen muda

Tabiat Dosen Gaib, di Kelas Tidak Pernah Ada, tapi Sogok Mahasiswa dengan Nilai A

Salah satu fenomena yang hampir ada di seluruh perguruan tinggi di Indonesia adalah dosen gaib. Bukan hantu yang lagi gabut terus kepikiran jadi dosen dan ngisi kelas seperti kejadian beberapa tahun silam. Bukan pula dospem yang hilang—biasanya ke luar kota—ketika dibutuhin oleh mahasiswa bimbingannya.

Dosen gaib yang dimaksud adalah dosen yang jarang masuk di kelas, apalagi mengajar mata kuliah. Oknum dosen seperti itu hanya menampakkan diri ketika awal-awal perkuliahan saja, lalu hilang dan muncul kembali pas UTS dan UAS. Bahkan, terkadang ada juga oknum dosen yang tidak pernah masuk sampai semester selesai, UTS dan UAS pun tidak pernah dilaksanakan. Saking gaibnya dosen-dosen tersebut, mahasiswa hanya kenal nama si dosen tanpa tahu bagaimana wujud aslinya.

Di kampus saya pun tidak luput dari fenomena dosen gaib. Karena sistem KRS di kampus sudah dipaketkan, saya mau tidak mau harus puas bertemu dengan dosen gaib selama dua semester. Tepatnya pada semester satu dan semester dua.

Pada awal semester satu, dosen tersebut masih rajin masuk di kelas saya dan membawakan materi mata kuliah semestinya. Ketika memasuki pertengahan semester, barulah beliau tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya di kelas. UTS dan UAS di kelas pun ikut menjadi gaib seperti dosennya.

Hal yang serupa juga terjadi pada semester dua. Saya kembali bertemu dengan dosen tersebut di mata kuliah yang berbeda, tetapi dengan kebiasaannya yang masih sama. Bahkan, lebih buruk dari semester satu; beliau hanya mengisi kelas sebanyak tiga kali pertemuan dari enam belas pertemuan yang telah dijadwalkan oleh pihak jurusan. Perihal UTS dan UAS pun masih menjadi hal gaib di kelas dosen tersebut.

Adanya simbiosis mutualisme yang buruk antara mahasiswa dengan dosen gaib

Jarang masuk di kelas, tugas, UTS, dan UAS tidak pernah diberikan, lantas dari mana dosen gaib memberikan nilai semester kepada mahasiswanya? Apakah sesuai mood beliau saja? Tentu saja, tidak. Sebab, inilah permainan cerdik dosen gaib. Mahasiswa akan disogok nilai A agar tidak memberikan penilaian buruk terkait kinerja dosen tersebut pada EDOM (Evaluasi Dosen Oleh Mahasiswa). Walaupun ada kasus dosen yang jarang masuk di kelas dan tetap memberikan nilai kurang bagus kepada mahasiswanya.

EDOM digunakan untuk meningkatkan serta memperbaiki kesalahan dosen-dosen dalam proses pembelajaran di kampus dan umumnya dapat diisi ketika seluruh kegiatan semester telah selesai. EDOM ini pun menjadi ajang pembalasan dendam mahasiswa kepada dosen yang tidak disukainya dengan cara memberikan penilaian buruk. Sebaliknya, ada juga mahasiswa yang memberikan penilaian terbaik kepada dosen yang digemarinya. Misalnya karena cara mengajar dosen tersebut yang asyik.

Sementara itu, oknum dosen gaib yang kinerja kerjanya tidak maksimal akan minim mendapatkan penilaian buruk. Sebab, mulut mahasiswa telah ditutup dengan nilai. Hal ini tentu saja salah karena menormalisasikan budaya suap menyuap antara dosen dengan mahasiswa.

Namun, beberapa mahasiswa justru tidak mempermasalahkan karena bisa mendapatkan nilai A tanpa perlu repot-repot masuk kelas dan bisa banyak bersantai. Pada akhirnya, terciptalah simbiosis mutualisme yang buruk. Dosen tenang, mahasiswa senang.

Meskipun begitu, ada sebagian mahasiswa yang merasa dirugikan karena dosennya tidak pernah memberikan materi mata kuliah, padahal sudah membayar UKT yang tergolong mahal.

Tidak bertanggung jawab

UKT yang dibayar setiap semester kemudian digunakan oleh pihak kampus, salah satunya untuk menggaji dosen-dosen. Namun, kenapa masih ada saja dosen yang jarang masuk di kelas? Apakah karena dosen tersebut sedang mencari tujuh bola naga sampai-sampai melupakan mahasiswanya yang setia membayar UKT?

Gara-gara rasa penasaran yang melambung tinggi terkait hal tersebut, saya bertanya ke beberapa teman satu jurusan, teman di fakultas sebelah, hingga teman di universitas tetangga. Tidak luput untuk bertanya kepada donatur kampus—senior semester dua digit yang telah memiliki banyak pengalaman di lingkungan kampus.

Setelah wawancara yang dadakan itu, saya akhirnya mengetahui beberapa alasan dosen jarang masuk. Bukan sedang mencari tujuh bola naga, melainkan karena dosen harus melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Oleh sebab itu, dosen yang jarang masuk di kelas biasanya sedang mengimplementasikan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian dan pengembangan di luar kampus.

Dosen jarang masuk di kelas juga karena merangkap jabatan di kampus, misalnya sebagai ketua jurusan. Tanggung jawab dosen tersebut akan bertambah, seperti mengkoordinasikan segala kegiatan dan program kerja jurusan. Alasan lain dosen jarang masuk adalah kesehatan menurun; sedang ibadah haji atau umrah; dan ada urusan pribadi yang tidak dapat ditinggalkan.

Respect dengan yang mau berusaha

Saya masih respect dengan dosen yang di tengah-tengah kesibukannya menyempatkan diri untuk mengajar di kelas. Biasanya dosen seperti ini akan memindahkan kelasnya di hari lain ketika berhalangan hadir di jadwal yang semestinya. Tentu saja setelah disepakati oleh mahasiswa.

Sebaliknya, dosen yang tidak masuk sama sekali di kelas karena alasan apa pun tidak mengubah fakta bahwa dosen tersebut tidak kompeten pada tanggung jawabnya, pun tidak profesional dalam memanajemen waktunya. Meskipun dosen tersebut berhalangan hadir karena sedang mengimplementasikan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, dosen tersebut tetaplah salah karena meninggalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang lain dan tidak kalah penting, yaitu pendidikan dan pengajaran.

Namun, saya tidak pernah tahu apa hukuman yang diberikan kepada dosen yang tidak kompeten pada tanggung jawabnya. Sebab, saya masih sering melihat oknum dosen seperti itu berkeliaran dengan bebas di lingkungan kampus. Meskipun begitu, rajin masuk di kelas dan membawakan materi mata kuliah tampaknya masih menjadi sebuah alergi untuk dosen tersebut.

Penulis: Paksi Jaladara Bintara
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 5 Tipe Dosen yang Nggak Cocok Jadi Dosen Pembimbing Skripsi. Mahasiswa Lebih Baik Menghindarinya demi Lulus Tepat Waktu

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version