Suzuki Satria F Ternyata Nggak Seenak yang Dibayangkan

Satria f suzuki nex honda beat mojok

Suzuki Satria F lahir beda sebagai penerus Satria R yang sudah lebih dulu digemari. Berbeda dengan Satria R yang masih menggunakan mesin jenis 2-tak, Satria F lebih ramah lingkungan. Mesin 4-tak DOHC (Double Overhead Camshaft) yang mana terdapat dua buah noken as yang mengatur bukaan bahan bakar ke ruang bakar.

Kala itu, fitur tersebut menjadi gebrakan di kalangan motor 150cc, yang nyatanya pabrikan lain masih setia dengan satu noken as yang bersinergi dengan pelatuk untuk mengatur keluar masuknya bahan bakar di silinder head. Tak sedikit yang bangga saat mengendarai motor ini karena soal kecepatannya. Lantas, banyak yang menyukai dan menggemari Satria F, motor dengan desain ayam jago.

Motor kencang dengan bodi ramping dengan cepat menjadi idaman para kaum muda semasa saya di bangku SMA. Pokoknya kalau nggak Satria FU nggak love you, termasuk saya yang juga begitu mendambakan motor ini. Rasa ingin mencoba motor ini disimpan dalam-dalam kala itu, lha gimana circle pertemanan saat itu pada nggak punya motor ini. Gimana mau coba. Alhasil hasil rasa ingin mencobanya terus membuncah, pun karena memang jarang ada teman yang punya. Perasaan itu hanya bisa dipendam yang kebetulan malah berbuah sesuatu.

Meski kelewat cukup lama, perasaan ingin mencoba motor ini masih ada walau nggak sengebet dulu. Beberapa waktu lalu, akhirnya saya bisa mencoba motor kebanggaan para kaum muda-mudi untuk menggaet pasangan ini. Motor Satria F milik rekan kerja bisa saya pinjam untuk muter-muter jalan sekitar pabrik. Rasa ketika pertama menaiki motor ini, ternyata nggak seenak yang saya bayangkan dulu. Meski cukup ringan dan cocok untuk ukuran tinggi badan kurang semampai kayak saya namun rasanya stangnya terlalu nunduk.

Impresi yang saya dapatkan ketika mencoba akselerasinya lumayan dan kayaknya bakal enak buat stop and go. Tapi, motor ini enak di tarikan bawah hingga tengah, untuk atas alias dibawa ngebut agak kurang. Mesinnya terasa bergetar ditambah dengan bodinya yang ramping. Duh biyung, nggak stabil blas ketika digas pol, berasa mleyang-mleyang. Saya nggak bisa membayangkan ketika papasan sama bus Haryanto, bisa-bisa saya kesapu anginya kali. Halah, motor ini kenyataanya lemot banget.

Perasaan berbeda terasa saat melewati jalan yang bergeronjal. Paduan ban nggak besar dan shock agak keras sukses membuat badan mungil ini mentul-mentul nggak karuan, nggak jarang berakhir mules. Posisi stang yang cenderung nunduk bikin sensasi naik motor sport kerasa, pegel juga kalau riding jauh-jauh pakai motor model begini.

Ternyata menaiki Satria F ini nggak sesuai ekspektasi, kapasitas mesinnya 150cc berasa nggak sebanding dengan tenaga yang dihasilkan. Bahkan kalau saya bandingkan dengan motor yang dari pabrikan lain dengan kapasitas serupa malah enakan dari pabrikan lain ke mana-mana.

Setelah puas muter-muter dan dihajar ekspektasi, motor Satria ini saya kembalikan ke teman saya yang sedari jauh sepertinya sudah jengah melihat saya muter-muter kayak orang kesasar.

Teman saya ini juga sedikit berkelakar selama memiliki Satria F yang masih karburator ini bahwa sparepart-nya mahal-mahal dan nggak awet-awet banget pula. Ia mengatakan si motor ini lemah di rantai keteng, sering kendor, padahal sudah ganti yang original tapi nggak lama-lama banget suara berisik dari mesin tanda rantai keteng kendor muncul lagi dan lagi. Terus soal suara mesin pun cenderung terdengar lebih kasar.

Ia juga cerita soal motor ini yang dianggap motor mesum. Bentuk jok belakang yang cenderung nungging lantas membuat yang dibonceng tiba-tiba nempel ke pengendara. Hal tersebut diamini dengan rem Satria F yang cukup pakem, ya jadi gitu. Saat dibonceng pakai motor ini bakal nempel terus ke pengendara.

Terus masalah pencampuran bahan bakar yang masih karburator, apalagi karbuartor yang tipe vacuum. Yang mana naik skep untuk membuka bahan bakar lebih banyak masuk ke ruang bakar diatur oleh karet vacum.

Menurut penuturan mekanik yang saya kenal, karburator tipe vacuum cenderung gateli daripada yang konvensional, yang skepnya ditarik langsung dari grip gas yang di stang. Karburator vacuum lebih aleman buat di-setting. Susah banget, nggak ketemu.

Jadi saat ingin membeli motor yang satu ini, lebih baik pikir beberapa kali. Saya saja yang ngebet dari dulu nggak jadi beli kok, nggak ada duit. Pokoknya motor yang nggak bisa saya beli, saya bilang jelek. Bomat~

BACA JUGA Nggak Cuma Aki Tekor, Ini Beberapa Parts Penyebab Electric Starter Motor Mati dan tulisan Budi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version